Jam 7 tepat Haechan sudah berada di depan rumah mewah itu. Ia terdiam sejenak untuk mengambil nafas dalam. Menatap sekitar yang sepertinya lebih sepi dari hari biasanya membuat Haechan tiba-tiba merinding.
Ting tong—
Klek
“Akhirnya kau datang”
Bukan nyonya rumah yang berbicara tidak sopan begitu. Tapi Jisung.
“Kenapa bukan bibi Park yang membukakan pintu? tumben sekali” ucap Haechan menatap lurus ke dalam. Berniat mencari keberadaan sosok yang ia bicarakan.
“Kau ada masalah dengan itu?”
“Tidak! aku hanya bertanya” kenapa anak ini jadi sensian begini. Batin Haechan kemudian.
“Orang tua ku keluar kota” balas Jisung sembari menyingkir dari ambang pintu untuk mempersilahkan si mentor untuk masuk.
Haechan bergumam singkat. Mengikuti bocah remaja itu hingga ke kamar yang biasanya. Tolong ingatkan Haechan mengenai pernyataan Giselle tadi siang.
“Kenapa kau lakukan itu pada rekan kerjaku?” ucap Haechan yang masih belum sadar bahwa Jisung pun melakukan hal yang sama pada dirinya.
Mendorong Haechan masuk dan mengunci pintu ruangan.
“Melakukan apa?” langkah Jisung pun mendekat mengikis jarak antara keduanya.
“Menciumnya!”
Kalimat yang Haechan sangat hindari. Begitu menjijikkan hingga membuat dirinya sendiri merasa gagu untuk mengatakan secuil kalimat tersebut.
“Hampir... karena ku kira itu kau”
“Hah...?”
“Ku kira itu kau... apa masih kurang jelas?”
Tubuh yang lebih tua langsung membeku. Begitu sadar posisi, Haechan otomatis mundur ke belakang. Tapi sialnya ketika ia mundur langsung bertabrakan dengan meja belajar si pemilik.
Dengan tangannya ia berusaha menahan Jisung yang terus saja mendekat. Cukup dekat sampai tubuh mereka hampir tak memiliki space.
“Aku minta hadiah ku sekarang” suara berat dan serak Jisung tepat berada di samping telinganya.
Rasanya mengerikan harus berhadapan dengan anak sma seperti Jisung. Padahal Haechan sudah mengatakan berapa usianya. Namun Jisung kenapa masih tetap ingin menjahilinya seperti ini?.
“Menjauh dariku, cukup lelucon hari ini” tekan sang mentor berusaha menahan tubuh yang lebih besar untuk menghimpit tubuhnya.
Jisung merogoh sesuatu dalam saku mencoba untuk mengambil sesuatu di sana. Sebuah kertas ujiannya. Di tunjukkan tepat di tengah tengah antara wajah mereka yang berhadapan.
Haechan lantas menatap ke arah nilai yang hampir mendekati sempurna itu. 98,5. Terlihat tinta hitam yang melingkar di salah satu soal. Dan itu ternyata hanya salah di bagian satuan saja.
Haechan meraih kertas milik Jisung. Kemudian menatap mata sang empu mencoba mencari celah. Tapi sayang seribu sayang Haechan tak menemukan apapun.
“Dengan begitu... kau harus memberiku hadiah bukan? aku sudah bekerja keras”
“Tentu! tapi bisakah kau menjauh terlebih dahulu? aku mulai merasa aneh dengan posisi ini” ujar Haechan mencoba mengalihkan pikirannya pada hal yang positif.
Siapa tau Jisung hanya mencoba mengerjai dirinya.
“Kau sudah mengijinkan, dengan begitu jangan mencoba lari”
Kalimat yang Haechan tidak harapkan sama sekali. Melihat Jisung yang tambah mengikis jarak membuat Haechan ingin melompat pergi.
Tapi pergerakannya terkunci. Entah tangan ataupun kaki. Ia menjadi tak bisa bergerak dalam kukungan bocah iblis ini.
Tubuh Haechan tiba tiba melayang dan di dudukan di atas meja belajar. Jisung tak mengindahkan buku yang mungkin tersingkir sebab Haechan yang melakukannya.
Dengan alasan tak ingin merusak bukunya atau bagaimana. Fokus Jisung hanya pada benda lembut berwarna peach di hadapannya sekarang.
“Ji- mhhh!”
Jisung menubruk kan bibirnya pada sang mentor. Menahan tangan yang hendak memberontak itu dengan kuat.
“Tunggu—”
Haechan memundurkan tubuhnya berharap bisa terlepas dari rasa sesak yang mulai memuncak.
Bukannya terlepas justru Jisung mengikuti temponya. Ikut bergerak maju membuat Haechan bersandar pada rak di atas meja yang lebih muda.
“Jisung berhen—”
Kenapa hanya sebuah bibir anak sma yang melumatnya menyebabkan tubuh Haechan menjadi yupi. Jika orang yang lebih dewasa mungkin Haechan bisa maklumi. Tapi ini anak sekolah menengah!.
Dari mana Jisung belajar cara berciuman se ekstrim ini?!.
Haechan yang hendak mengambil nafas pun tanpa sadar membuka mulutnya. Membuat akses si bocah bertambah besar.
Haechan merasakan sebuah benda lembut berhasil mengobrak abrik mulutnya. Rasanya aneh dan menggelitik.
“Umhhh!”
Merasakan tepukan yang brutal pada pundaknya, Jisung pun dengan berat hati melepaskan tautan mereka.
Saliva yang mengalir entah milik siapa, membuat Haechan terlihat semakin seksi di mata Jisung. Apa lagi genangan air di kelopak matanya ketika menatap si bocah. Seperti menatap dengan penuh nafsu, padahal Haechan sesak nafas.
“Jika nilai ku naik lagi, bisa kau berikan hadiah seperti ini lagi?” ucap bocah itu tanpa rasa bersalah.
“Tidak! aku tidak mau!” tolak Haechan menahan tubuh yang lebih bertenaga.
Percuma. Posisi mereka masih sama. Namun Haechan kali ini benar benar seperti yupi yang sangat lembek. Jika Jisung menjauh mungkin Haechan akan terjatuh dari meja belajarnya dan berubah menjadi gudetama.
Jemari Jisung terangkat untuk menangkup pipi tembam itu. Ibu jarinya mengelus perlahan sudut bibir yang lembab. Kemudian kembali membawa mereka dalam lumatan cukup hebat milik Jisung.
©~
"Wah... dasar bajingan kecil ini..."
Haechan menggetarkan giginya dengan emosi yang meningkat. Bayangkan saja se kesal apa dirinya sekarang.
Dan posisi ini sebetulnya karena Jisung yang terlalu hanyut untuk mengontrol tangan Haechan. Hingga melupakan bahwa manusia juga punya kaki.
"H-hei! kau tidak boleh meng aniaya anak yang lebih muda darimu!" Jisung memekik tertahan. Sebab tubuhnya sekarang tertekan ke arah lantai.
Dengan Haechan menduduki punggung Jisung.
"Hm? menganiaya?" ia bangun membiarkan anak didiknya itu kembali mengambil nafas dengan lancar.
Kurang baik apa Haechan, huh?.
"Kau yang melecehkan ku, sialan!" Teriak Haechan murka. Mengambil bantal dan melemparkannya dengan keras ke arah Jisung.
Sengaja dengan benda lembut. Padahal di sana ada tongkat baseball milik anak didiknya.
Sempat ia berpikir untuk menendang permata Jisung. Tapi ia ingat jika dirinya memiliki itu juga. Membayangkan saja sudah membuat Haechan ngilu.
Jisung mengalihkan pandangan. Tak kuasa menatap obsidian yang terlihat menyedihkan itu.
"Aku tidak berniat seperti itu... kau tidak paham maksud ku ya?" Merasa tak bersalah. Jisung justru semakin membuat emosi Haechan meningkat.
BRUK!
"Akh— kau!"
"Diam! jangan bergerak! Kau dihukum, Park Ji-Sung"
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Fireflies (jihyuck)
Romancekejutan di setiap pertemuan ⚠️bxb agegap! hc! older js! younger [ongoing]