SR-07

113 29 10
                                    

Written by Putrie-W

Aku enggak menampik kalau Kael itu tampan, wajahnya bisa bersaing dengan beberapa anak cowok populer di sekolah ini, pesonanya sampai nyebar ke mana-mana seperti virus. Sejak kepindahannya kemari sekolah terus dibuat gempar, ditambah efek-efek lainnya yang cukup mengganggu pemandanganku. Dia itu enak dilihat—sebenarnya, energik, friendly, tapi semua itu enggak lantas membuatnya berhak berbuat apa saja. Kemarin saat aku membaca buku sambil bersandar pada salah satu pilar sekolah yang menghadap ke lapangan basket, aku melihat Kael tebar pesona ke cewek-cewek yang memberinya semangat. Bukan sekadar lambaian tangan, melainkan dia memberi flying kiss dengan mudahnya. Apa kini dia sudah merasa terkenal sehingga harus menyapa para penggemarnya dengan cara seperti itu?

Hari ini dia menolak pemberian Anita, sekaligus memberi harapan baru untuk cewek itu. Lucunya, beberapa saat kemudian dia memberikan kotak bekal untukku, bahkan bersikap sok baik dengan menambahkan sebuah hadiah. Karena enggak memungkinkan makan bersama Anita sebab sudah telanjur menyiapkan bekal yang katanya untukku, jadi dia ingin menggantinya di lain hari. Begitu, 'kan? See? Dia enggak mau rugi banget.

This Gemini guy indeed a talented playboy.

Pertama, aku memasukkan kotak musik itu ke kolong meja tanpa menengok balerina di dalam sana. Aku enggak minat sama sekali dengan benda ini dan akan meninggalkannya di sini. Atas dasar apa sih dia kepikiran ngasih aku beginian? Barang yang enggak ada gunanya gini mau diapain coba?

Kedua, aku menggeser kotak bekal yang dia berikan, tapi dia geser lagi ke bangkuku. Enggak nyerah, aku geser lagi, dia juga melakukan hal yang sama, begitu terus berulang-ulang sampai guru pelajaran pertama datang. Aku melotot kesal pada Kael. Enggak jelas banget kenapa dia sekeras kepala ini. Aku masih berbaik hati mengembalikan kotak itu karena ngerasa sayang kalau membuang makanan, tapi cowok ini sepertinya enggak paham apa pun selain ngeyel.

"Mamaku udah nyiapin dengan penuh sayang, karena aku bilang ini untuk gadis istimewa," bisiknya sambil menutupi sebagian wajah dengan buku tulis. "Tolong dimakan, ya? Biar mamaku enggak sedih. Mama bikinnya dengan antusias."

Jadi, makanan di dalam sana secara khusus ditata untukku? Memang sengaja diniatkan untuk kumakan? Dan yang melakukannya adalah ibu Kael? Dia enggak bohong, 'kan?

Mungkin karena aku masih menatapnya tanpa kata, Kael menambahkan penjelasan.

"Aku enggak bohong, Brisa. Itu beneran mamaku yang bikin. Mama juga enggak sabar pengen tahu cewek mana yang bisa bikin anaknya merengek minta dibuatin bekal. For your information, ini ... pertama kali aku bawa kotak makan sejak jadi anak SMA."

Kael tersenyum tipis sambil mengusap-usap tengkuk.

Tiba-tiba aku enggak minat melawan dia lagi. Aku turut memasukkan kotak itu ke kolong meski tahu Kael tengah tersenyum senang. Tempo detak jantungku sedikit meningkat. Sesuatu yang indah sekaligus menyesakkan sedang terbayang olehku. Kael meminta ibunya untuk menyiapkan satu bekal lagi, betapa manisnya adegan itu. Kasih sayang ibu Kael pasti berlimpah untuk anaknya sampai bersedia repot demi orang lain. Dan ... hatiku nyeri karena merindukan momen yang sama. Setelah kepergian Mama, enggak ada lagi sosok ibu yang sibuk pagi-pagi buta untuk menyiapkan sarapan dan bekal untukku. Walau sering memesan makanan dari catering rumahan, tetap saja rasanya beda dengan buatan Mama. Suasana saat aku menyantap makanan yang aku beli sangat berbeda dengan hidangan yang Mama buat di dapur kami.

Aku menelan ludah perlahan, fokusku agak pecah antara mendengarkan penjelasan guru di depan sana dan penasaran pada rasa masakan ibu Kael. Ini ... menggoda.

SWEET REGRETSWhere stories live. Discover now