1-Awal Kejadian

175K 5.8K 33
                                    

Ponsel Kalila sejak tadi berdering di saat dia tengah sibuk menyusun skripsinya. Gadis itu berdecak kesal, tetapi sama sekali tak peduli pada ponselnya yang berdering. Mengganggu saja! Siapa yang meneleponnya di pukul setengah sebelas begini?

Kemudian dering ponselnya berhenti dan hanya berselang beberapa detik, ponselnya kembali berdering membuat Kalila menggeram kesal. Kalila menghentikan pergerakan jari-jarinya di atas keyboard, kemudian mengambil ponselnya yang berada di ranjang, melihat ada enam panggilan tak terjawab dari nomor dosen pembimbingnya dan ada panggilan masuk dari dosennya. Hal itu jelas membuat Kalila mengernyit heran, dia tak tahu kenapa bisa dosennya itu menelepon di pukul setengah sebelas begini.

Kalila menekan slide answer, mengangkat panggilan dari dosennya itu. Namun, bukannya suara dosen pembimbingnya yang dia dengar, malah suara orang lain.

"Halo."

"Halo, maaf, saya pelayan di club Grazela, cuma mau ngasih tahu kalau temannya ada di club Grazela. Temannya udah mabuk banget, Mbak."

"Eh, Mas, kenapa saya yang ditelepon?" protes Kalila.

"Panggilan terakhir di handphone temannya, nomornya Mbak," jelas pelayan tersebut membuat Kalila menghela napasnya panjang. Kenapa bisa dosennya itu mabuk?

"Telepon keluarganya saja, Mas." Kalila jelas talk mau, ini sudah malam.

"Mbak, ini temannya dari tadi udah muntah-muntah. Mabuk berat juga."

Kalila berdecak mendengarnya, lalu berkata, "Ya udah, saya ke situ."

Kalila memutuskan sambungan telepon secara sepihak, kemudian mengambil jaketnya dan keluar dari kamarnya, tanpa mematikan laptopnya yang masih menyala. Dipikirannya sekarang ini, yaitu membantu dosen pembimbingnya yang sedang mabuk berat kemudian mengantarnya pulang.

***

Kalila merutuk kebodohannya yang tetap datang ke club Grazela untuk membantu dosen pembimbingnya yang tengah mabuk berat itu. Harusnya tadi dia menolak saja. Tapi sayangnya, dia sudah berada di sini —di club Grazela untuk menolong dosennya.

Walau kesal, Kalila datang ke club Grazela. Saat ini gadis itu tiba di ruang VVIP yang dipesan Abit, Kalila dapat mendengar Abit terus saja menyebut nama seorang gadis yang sama sekali tak diketahui Kalila siapa, yang ada dipikiran Kalila saat ini adalah membantu Abit dan membawanya pulang.

"Pak Abit," panggil Kalila.

"Nisa? Itu kamu? Kamu batal nikah sama pacar kamu," racau Abit kemudian langsung berhambur memeluk Kalila.

Sontak hal tersebut membuat Kalila terkejut karena dipeluk Abit secara tiba-tiba. Kalila membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Mungkin kala berpelukan dengan pria, Kalila sudah biasa, apalagi dulu saat masih memiliki kekasih. Tetapi ini, mereka hanya sebatas mahasiswi bimbingan dan dosen pembimbing, jelas hal seperti ini benar-benar membuat Kalila tak nyaman.

Dengan kesal, Kalila mendorong Abit agar melepaskan dirinya, tapi sayangnya Abit malah semakin erat memeluknya. Karena pelukan Abit yang erat, membuat Kalila terjatuh tepat di sofa.

"Pak, jangan begini! Saya kemari mau bantuin Bapak," ucap Kalila mencoba melepaskan pelukan Abit.

Namun, bukannya terlepas, dia malah merasakan bibir Abit bermain-main di lehernya. Kalila berdesis lantaran merasa geli.

"Pak Abit!" sentak Kalila.

Tak dipedulikan oleh Abit, bahkan kini tangan Abit dengan nakalnya mengusap punggungnya pelan, bermaksud menggodanya. Kalila bukannya tergoda tapi malah gemetar ketakutan. Alarm bahaya berbunyi di kepalanya. Gadis itu berusaha lepas dari Abit, tetapi kini Abit malah langsung menempelkan bibirnya di bibir Kalila.

Ya Tuhan, Kalila mencoba mendorong Abit, dia juga menggelengkan kepalanya berkali-kali agar bibir Abit tak menempel di bibirnya. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuh Kalila,  membuat Kalila teringat akan banyak hal.

"Pak Abit!"

"Kamu harus jadi milik aku, Nisa. Kamu harus jadi milik aku, bukan milik orang lain."

Setelahnya, Abit melancarkan aksinya, menghancurkan hidup Kalila. Hidup yang sudah dia rancang matang-matang, hidup yang bisa membuat dirinya mendapatkan pengakuan dari keluarganya. Sayangnya, semua itu hanya angan ketika Abit merenggut semuanya.

***

Kalila menangis tanpa henti. Bagian bawahnya terasa nyeri, dia kembali teringat dengan kejadian semalam. Kejadian semalam masih terngiang-ngiang di kepalanya, saat Abit merenggut semuanya dengan paksa. Gadis itu mengambil bajunya juga jaket kulit Abit yang bisa dijangkau, kemudian menutupi bagian tubuhnya. Untuk berjalan mengambil pakaiannya yang lain, rasanya benar-benar nyeri, dia tak mampu.

Sementara itu, Abit yang tertidur di sofa langsung terbangun dari tidurnya kala mendengar suara tangis. Pria itu mengerjap sesaat, tetapi sedetik kemudian dia merasakan rasa dingin di kulitnya. Abit melihat pada seluruh tubuhnya, tanpa sehelai benang pun, kemudian dia mengambil boxernya yang berada di lantai, dan memakainya. Pria itu mendengar suara tangis, tapi tak menoleh karena sibuk memakai boxer. Setelah itu dia menoleh dan mendapatkan Kalila ada di sudut kanan sofa, menangis dengan kedua tangan menutup wajahnya.

"Kalila?" lirih Abit sama sekali tak dijawab oleh Kalila, Kalila sibuk menangis. Hal itu jelas membuat Abit pusing, dia bahkan sampai mengacak rambutnya frustrasi lantaran tak percaya dengan apa yang terjadi.

Bodoh! Kenapa bisa jadi seperti ini? Alhasil dia harus bertanggung jawab sekalipun dia tak cinta pada Kalila.

"Kalila, saya minta maaf," ungkap Abit dengan tulus.

Tak ada balasan dari Kalila, membuat Abit frustrasi. Sial, dia merusak anak gadis orang. Sejenak, Abit diam, membiarkan Kalila menangis. Namun sayangnya, dia tak nyaman dan rasa bersalah menghantui dirinya.

"Saya akan tanggung jawab, Kalila," ucap Abit pada Kalila yang tengah menangis di sudut kanan sofa.

Tubuh keduanya sama-sama polos tanpa sehelai benangpun, membuat Abit benar-benar tak habis pikir dengan apa yang telah dia lakukan pada mahasiswi bimbingannya. Dia tak sadar, tak tahu apa saja yang terjadi semalam. Pria itu bangun-bangun sudah melihat keberadaan Kalila di sofa, menangis dengan tangan yang memegang erat bajunya untuk menutupi bagian dada. Sementara jaketnya kini berada di paha Kalila.

"Tanggung jawab? Tanggung jawab dalam bentuk apa, Pak? Hah? Saya sama sekali gak punya niat untuk menikah muda, Pak. Gimana sama kuliah saya? Gimana sama karir saya?" oceh Kalila seraya menangis sesenggukan.

"Biar bagaimanapun, saya akan tanggung jawab Kalila, dan menikah adalah satu-satunya cara saya untuk bertanggung jawab."

Kalila yang tadinya menangis tergugu di sudut kanan sofa, pun menoleh pada Abit. Gadis itu menatap tajam Abit kala mendengar perkataan Abit. Apa dosen pembimbingnya tuli? Dia sudah mengatakan tadi kalau dia tak mau menikah muda, dia masih ingin mengejar karirnya.

"Kalau begitu saya gak butuh tanggung jawab, Pak Abit. Anggap saja semuanya gak terjadi apa-apa," pungkas Kalila.

Walau merasa perih di bagian bawahnya, Kalila mencoba untuk bergerak mengumpulkan pakaiannya dan memakainya, setelah itu baru dia meninggalkan Abit. Kalila bersumpah, dia tak akan mau menerima Abit untuk bertanggung jawab, dan Kalila yakin, dia tak akan hamil hanya dengan sekali melakukan. Ya, Kalila yakin akan hal itu.

***

Haloooo .... Akhirnya bisa update KALILA versi revisi. Mungkin ada beberapa part yang masih sesuai seperti dulu, tapi bakal ada juga yang beda, dikit. Pastinya KALILA versi revisi akan lebih sad dari kemarin.

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

KALILA (NOVEL TERSEDIA DI SHOPEE DAN TIKTOK)Where stories live. Discover now