chapter 20
"Neg, kalau ada cewek yang nyatain suka ke lo, lo bakal terima?"
Gue berhenti mengunyah siomay dan menyebabkan sebelah pipi gue kembung. Rayu tidak menanyakannya secara bercanda, tatapan matanya fokus ke gue. Dia bahkan menyimpan sendok dan garpunya di mangkuk mi ayam.
Lima detik tatap-tatapan, gue lanjut mengunyah dan menelan. Gue mengambil pandang ke seorang siswi yang baru duduk di sebelah Rayu sambil mendaratkan nampan berisi dua piring nasi goreng.
Kami tengah berada di kantin.
"N-nggak kayaknya." Agak berat gue mengatakannya meski jawaban sejujurnya memang 'nggak'. Gue lalu kembali menunduk mengurusi siomay demi menghindari tatapan lekatnya.
Terdengar suara garpu dan sendok berbenturan dengan mangkuk. "Kok nggak?" bicaranya memelan.
"Nggak aja. Aku nggak tertarik pacaran." Walau dia bukan saudara tiri gue dan mengajak gue pacaran, gue tetap bakal menolak.
Ah, kok jadi geer.
Nggak mungkin Rayu suka gue.
"Emang siapa yang ngajak pacaran. Cuma nyatain perasaan aja kok," gumamnya, terlalu keras untuk dikatakan pada dirinya sendiri. "Dia cuma kepengen lo tahu bahwa dia suka elo."
"Kenapa harus tahu?"
"Ya biar orang itu ngerasa berharga ada orang yang suka ke dia."
Gue menangkap kecemberutan di wajah Rayu. Bibirnya sampai manyun. Gue senyum melihatnya seperti itu. "Nggak perlu sampai nyatain perasaan segala. Cukup kasih perhatian lebih aja dan tunjukin bahwa kamu suka dia. Biar nggak ada risiko canggung."
"Ah, masa." Rayu menopang pipinya, memperhatikan gue dari sana. "Lo selama ini perhatian ke gue, tandanya berarti suka?"
Dia sedang menganggap gue Vinzo atau bagaimana? Kenapa kalimatnya serupa pancingan?
Gue dibuatnya nggak bisa berkata-kata. "K-kan kamu saudara tiri aku. Wajar kan kalau perhatian?"
Suara gue nggak keras. Tapi mungkin sekali obrolan kami barusan tertangkap oleh dua orang siswi yang tengah makan dalam diam di sebelah kami masing-masing. Kontan mereka membalikkan pandangan menuju gue dan Rayu.
Cepat-cepat gue menghabiskan siomay dan segera berdiri meninggalkan tempat kejadian perkara. Salah gue menyebut status itu di depan orang-orang sekolah. Tapi Rayu juga salah membahas hal sensitif tersebut di tengah orang-orang yang mungkin mendengarnya.
Tapi kan mereka nggak tahu kalau kalian saudara tiri sebelum lo sendiri yang bocorin.
Penyakit gue masih sama. Gue mengembuskan napas panjang seraya berjalan menuju kelas.
Sesaat sebelum gue mencapai pintu kelas, ponsel gue bunyi. Rayu menelepon gue. Gue melihat sekitar, berpikir nggak mungkin mengangkatnya di sini.
"Halo, Vinzo?"
Langkah gue terhenti di tengah koridor. Melirik ke layar ponsel di mana tertera nama 'Rayu' di sana alih-alih 'Si Singa'.
Kok Vinzo yang dia hubungi?
Gue melanjutkan jalan. "Ada apa, Ray?"
"Gue mau cerita, soal Negan."
Perasaan gue nggak enak seiring posisi gue hampir tiba di halaman belakang sekolah. Gue mohon jangan bicarain itu.
"Vin. Gue suka sama Negan."
Langkah terhenti lagi, belum tiba di tempat tujuan, gue menurunkan tangan yang semula menempel di telinga ke samping tubuh. Panggilan masih berlangsung, sahutannya yang lain mungkin nggak bisa gue dengar. Ponsel kepunyaan gue itu pun hampir jatuh karena pemiliknya kehilangan sebagian besar tenaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Her to The Saturn [end]
Teen FictionRayu tak suka saat papanya menikah lagi. Pindah rumah, pindah sekolah, kehadiran ibu tiri, saudara tiri, karenanya Rayu jadi lebih sering bertindak merepotkan. Lalu ketika Negan, si saudara tirinya itu terlalu perhatian ke Rayu, salahkah ketika seb...