23

49 10 2
                                    

• • • •
Bagian 23 ||
Too many thoughts, too little time. We are doomed the start.
• • • •

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

- d a n  s e l e s a i -

         “DIEM jangan gerak-gerak.”

         Alula menurut. Memandang lurus ke arah Sabian yang sedang memegang kertas dan pensil. Sesekali laki-laki itu mengangkat wajah seriusnya bersama sudut bibir yang terus-menerus naik tak luput dari pandangan Alula, seakan memberitahu Sabian puas akan goresannya pada kertas membentuk objek manis di hadapan.

         “Udah selesai?”

         Kepala Sabian menggeleng, memundurkan tubuh cepat sewaktu Alula bergerak menghampiri. “Jauh-jauh, Alula,” perintahnya. Ah, matanya jadi besar sebelah saja. Alula, sih.

         Mendapat respons seperti itu, Alula mendengkus. Gadis itu kembali ke posisi semula dengan kaki yang ia tekuk dan bibir sudah mencebik ke bawah. Duduk dalam keadaan diam seperti sekarang Alula tidak menyukainya, ditambah Sabian melarang untuk mendekat sebelum gambarnya selesai.

         Padahal, Alula ingin memeluk leher Sabian seraya bercerita banyak tentang Oma yang kemarin malam Alula ajak karaoke hingga tengah malam. Ingin memperlihatkan foto-foto mereka juga yang sudah Alula bayangkan Sabian akan tersenyum dan diam-diam menjadikannya wallpaper, lanjut mereka berjalan di bibir pantai. Uh, banyak sekali kegiatan yang ingin Alula lakukan, tetapi mereka masih stuck di blanket biru menunggu Sabian selesai dengan kegiatannya.

         “Buru gambarnya, gue bosen.”

         “Five minutes, okay?” pinta Sabian merapikan rambut Alula yang berantakan. “Five minutes dan gue jadi milik lo sepenuhnya,” ujar Sabian mengecup mata Alula.

         Mendengar itu, Alula tidak bisa untuk tidak tertawa. “Lo belajar dari mana kali yang begituan,” kekehnya mengacak rambut Sabian gemas.

         Lalu, menjatuhkan kepalanya pada kaki Sabian. Menggerakan jari telunjuknya mengikuti garis wajah, bermain-main dengan pipi dan mulut Sabian yang Alula tekan dan cubit, hingga Sabian mengigit telunjuknya berulang kali menciptakan tawa kecil.

         “Udah selesai, La. Lo mau liat ngga?” Mendengar Sabian membuka suara Alula langsung menghapus seluruh jarak mereka, menempelkan sisi wajahnya pada wajah Sabian.

         Matanya mengerjap pelan melihat hasil gambar Sabian yang katanya akan mirip dengannya itu.

         Matanya mengerjap pelan melihat hasil gambar Sabian yang katanya akan mirip dengannya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

         Oh. Wow.

         Mata Alula melotot ke arah Sabian sebelum berkomentar. “Muka gue ngga bengkok gini ya!” teriak Alula tidak terima. Mulutnya juga tidak sejauh itu dengan dagu, apalagi matanya yang besar sebelah. Ish, seharusnya Alula tidak memberi waktunya untuk Sabian yang tidak bisa menggambar dengan baik. “Ngga terima!”

         Sabian tertawa. “Kenapa? Ini mirip lo banget, Alula.”

         “Apaan! Guenya jelek banget gitu!”

         “Ini bagus, Alula.” Sabian masih dalam tawa dan pendapatnya. Looks like he made it a lot prettier than the real thing.

         Alula memukul lengan Sabian. Berdecak sebal pada Sabian yang masih tertawa. “Tau, ah. Terserah!” Membalikan tubuh cepat tidak mau melihat Sabian, tidak mau berbicara dengan Sabian juga.

         Sabian yang melihat terkekeh sebentar, memerhatikan Alula di hadapannya itu. “Gue mau ngomong, sini liat gue dulu sebentar.”

         “Apaan?!”

         Galak banget, Sabian meringis. “Gue buat lo kesel, ya?” Sabian mengusap lembut sisi wajah Alula berkali-kali. “Maaf. Janji deh gak akan buat lo kesel lagi,” sambungnya.

         “Jangan gitu lagi,” bisik Alula memeluk leher Sabian. Lagi-lagi Sabian begitu mudahnya menghilangkan rasa kesal Alula.

         “Iya, ngga gitu lagi.” Sabian mengangguk. Mengusap belakang kepala Alula sayang. “Jadwal Sabian sama Alula sekarang apa? Jalan-jalan sama bangun istana pasir, ya?”

         Sore ini dalam langit yang sudah berubah warna menjadi jingga, Sabian duduk di belakang Alula yang kakinya gadis itu lilitkan pada kaki Sabian. Tawanya keluar menggesek-gesekan kaki penuh pasirnya pada kaki Sabian.

         “Kaki gue kecil banget dibanding punya lo. Lucu.”

         “Lucuan juga lo-nya.” Memberikan kecupan berulang kali di pipi Alula hingga gadis itu tertawa dan menampar pelan pipi Sabian untuk menjauh.

         “Basah pipi gue, Bian,” keluhnya. Perlahan, menoleh kembali ke arah Sabian sesaat merasakan tangan besar merangkul lehernya. Menatap kedua netra cokelat hangat itu lekat-lekat. “Gini terus ya, Bian. Seterusnya.”

         Sabian mengerjap pelan. Pelukannya mengerat. Menyembunyikan wajahnya pada leher Alula tidak tahu harus menjawab seperti apa. Keinginan serupa yang Sabian inginkan, namun mereka sama-sama tahu akhirnya akan seperti apa.

- d a n  s e l e s a i -

❝ TO BE CONTINUED ❞

.

Dua orang yang di lingkup per-ex zone-nan Aliass belum selesaaai sama permasalaluann

Dua orang yang di lingkup per-ex zone-nan Aliass belum selesaaai sama permasalaluann

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
dan selesai, eunlu. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang