27

48 9 0
                                    

• • • •
Bagian 27 ||
Goodbyes hurt when the story is not finished and the book has been closed.
• • • •

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

- d a n  s e l e s a i -

          BAGAIMANA semuanya dimulai?

          Kesalahpahaman. Ketakutan. Kegelisahan. Kebencian. Itu terjadi begitu saja dalam satu waktu. Awal pertemuan yang tidak pernah Sabian duga sebelumnya berakhir seperti ujung tombak runcing yang menusuk tubuh.

          Bagai déjà vu pemandangan di depannya itu sudah sering Sabian lihat. Alula yang sedang berbincang bersama teman-temannya membicarakan hal yang membuat senyuman gadis itu lagi-lagi hadir. Semua berjalan sesuai alur yang sudah seharusnya, pada garis sederhana yang menjadi pemisah antara satu sama lain.

          Ada satu hal yang ingin Sabian lakukan jika memang suatu saat nanti terpaksa pergi; pamit dengan penjelasan. Tidak ada kesalahpahaman, tidak ada masalah, dan tidak menghilang tanpa ucapan. Memberikan sebuah ungkapan agar jiwa mampu menerima keadaan. Mereka bertemu diawali sapa dan sudah semestinya pergi disertai lambaian salam.

         “Bian, lo mandinya gak pake sabun ya?”

          Mendengar pertanyaan tidak berdasar itu, Sabian menoleh cepat seraya menyentil dahi Alula gemas. “Sok tau amat lo!” dengkusnya menggeleng-geleng.

         “Itu buktinya emot senyum gue masih jelas banget di leher lo.”

          Laki-laki itu tertawa. Menatap kedua netra Alula lekat-lekat sebelum menarik tubuh gadis itu mendekat. “Ini gue tebelin lagi. Biar guenya bahagia terus, Alula.” 

          Ada hal-hal yang tidak bisa kita jelaskan, tiba-tiba kita paham seberapa kuat pun mencoba tidak ada yang mengerti bagaimana hati bekerja. Kelak akan kita jumpai lagi setiap perasaan yang pernah melukai maupun menguatkan kita, entah sambil tersenyum atau berlinang air mata.

         “Duluan, Bi!”

          Sabian hanya mengangguk pada Tara yang sudah melesat pergi. Kembali arah penglihatannya fokus pada gadis yang melambaikan tangan dan menyandarkan tubuh menunggu seseorang.

          Jikalau dipikir-pikir rentang waktu terakhir kali mereka berbicara hingga kini cukup lama untuk menyelesaikan segala kerumitan. Lima bulan. Namun, sebab ego mereka menjadi garis yang melengkung berpisah tanpa mau bersinggung, tersergap oleh bayang-bayang kehilangan.

          Lima bulan terakhir itu menjadi sia-sia. Tidak ada kenangan di dalamnya. Hal-hal yang ingin Sabian lakukan bersama Alula sampai waktu perpisahan datang terhapus begitu saja sebab kesalahannya.

Sabian : 💜
Send 11:26 AM

         “Anjir kepencet!” Netra Sabian langsung melotot lebar. Pikirannya seketika kosong. Satu hal yang harus Sabian lakukan sekarang adalah menarik pesan tersebut, tetapi masalahnya Sabian lupa bagaimana. Goblok, goblok! “Ini gimana babi caranya!” pekiknya heboh. Dan napasnya tertahan melihat tulisan read hadir. Terlambat.

          Di detik itu netra mereka bersirobok. Tidak lama karena Alula lebih dulu memutus kontak ke arah lain.

          Semua semakin menyulit; satu sisi sekuat tenaga melupakan, di sisi lain rasa tak rela menghinggapi. Hingga satu kesempatan terakhir Sabian ambil, menarik langkah mendekat pada gadis yang sudah berdiri tegak penuh emosi siap memuntahkan segala amarah.

          Dalam sekali gerak Sabian langsung melepas hoodie putihnya yang tanpa bertanya dahulu langsung Sabian pakaikan pada Alula. Merapikan rambut hitam berantakan itu seraya menyapu wajah gadis di hadapan yang juga melihatnya, mulai dari mata, hidung, berakhir di bibir.

         “Alula.” Panggilan itu pelan, halus, tetapi memiliki efek besar untuk si pendengar. Pulang sama gue yuk. “Hati-hati pulangnya, ya.” Sialnya, ajakan untuk pulang bersama tertahan dalam tenggorokan dan pikiran saja. Ini sudah benar.

         “Where’s ‘the goodbye’ going?”

          Sabian mengernyit. “I never said goodbye to you. Not yet.” Suara Sabian memelan di akhir kalimat.

         “Then, stop to caring me! Gue bener-bener benci sama lo Sabian. Berhenti buat selalu hadir di hidup gue.”

         “Just go. Go away! As you wish for all along.” Alula menekan setiap kata yang ia keluarkan.

          Sabian mengerjap pelan, dadanya bergemuruh. Semuanya seperti pukulan telak untuk laki-laki yang sekarang menunduk mengusap leher belakang berkali-kali.

          Sudut-sudut bibirnya berkedut antara ingin tersenyum dan mematahkan pernyataan tersebut. Hela napas pelan terdengar bersamaan Sabian membawa tangan kanannya ke sisi wajah Alula dan mengusap perlahan.

          Ah, Sabian mulai memahami mengapa kata menyerah diciptakan. 7 huruf mengekspresikan akan kuat yang terbatas serta sabar berujung untuk ego yang tidak bisa tersentuh sama sekali.

         “Iya. Lo-nya bahagia terus, ya. Senyum lo manis banget soalnya. Dahh, Alula?”

- d a n  s e l e s a i -

❝ TO BE CONTINUED ❞

.

Dahhh?

“Obviously, i cannot say goodbye to you, La

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Obviously, i cannot say goodbye to you, La. I want to stay as long as i can. But the truth, i should go. I should let you go. No ... we should go from us. We are not meant to be from beginning.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
dan selesai, eunlu. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang