11. Deduksi

57 25 3
                                    

Pemutar piringan hitam di pojok ruangan tiba-tiba saja berbunyi sendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pemutar piringan hitam di pojok ruangan tiba-tiba saja berbunyi sendiri. Kabut gelap menyeruak menutupi semua sudut kafe. Lonceng angin pun ikut berputar dengan bunyi yang kuat.

Wanita bermantel itu ada di depanku. Dia seperti ingin berbicara padaku, suaranya cepat dan berulang. Aku tak mengerti apa yang sedang dia ucapkan. Wajahnya kini tertutupi rambut yang awut-awutan.

Dia menoleh cepat, dalam sekejap mata, dia sudah ada di depanku. Tubuhku kaku, aku tak bisa menggerakkan tubuhku dengan leluasa. Wajahnya yang hanya setengah meter dariku itu menjadi gelap. Badanku bergetar hebat, suaraku tercekat. Susah payah rahang ini kugerakkan.

"Hana!" Sebuah suara memanggilku. Dia menarik tanganku kuat. "Hana! Lariii!"

"AAAAAA!" Akhirnya aku bisa mengeluarkan suara yang tadi tertahan.

"Hana? Kenapa?" Pintu kamarku didobrak, lampu kamar dihidupkan. Aku memicingkan mata, sosok di depanku mendekat. Dia duduk di sampingku. "Kamu nggak papa, Hana?" Suaranya bergetar. "Hana, jawab saya?" Dia mulai mengguncangkan tubuhku kuat. Aku masih diam saja menikmati wajah paniknya.

"Saya gak, papa, Pak," sahutku pelan.

"Mimpi buruk lagi?" tanyanya. Dia berdiri, "bentar, jangan ke mana-mana," katanya sambil lalu. Dia keluar dari kamarku dan menghilang entah ke mana.

Aku menghela napas lega. Bayangan hitam itu masuk ke dalam alam bawah sadarku. Apa dia benar-benar butuh bantuan? Toh, kalau itu setan, aku tak harus khawatir jika dia melupakanku, kan? Namun, siapa? Dari semua orang yang terkait denganku, siapa dia?

"Hana?"

Suara Paman dan Bibi mengusik lamunanku. Mereka sudah berdiri di depan pintu kamar. Namun, pakaian Bibi sedikit berbeda dari yang biasa aku lihat. Dia sedang ada di klinik karena demam yang tak kunjung reda, Magrib tadi. Kenapa sekarang dia ada di sini?

Bibi duduk di sampingku, dia mengelus kepalaku pelan. "Ini, coba kamu minum dulu, Hana." Dia menyodorkan segelas air minum padaku.

"Iya, Bi."

Bibi diam saja di sampingku, biasanya dia akan mulai berbicara tentang ini dan itu. Namun, malam ini dia berbeda. Aku menoleh ke arah bibi. Wajahnya yang pucat dengan rambut yang tergerai membuatku tergidik. Perlahan, wajah bibi mirip dengan bayangan hitam yang selama ini mengusikku. Aku menggeser dudukku.

Bibi berdiri dia menoleh ke arahku dengan pandangan yang mengerikan. Aku terdiam tak berani berkata-kata.

"Hana!!" Telingaku mendengar dengan jelas suara Pak Pram. Namun, aku tak bisa mendengar suara bibi yang terdengar sedang bergumam itu.

"Hana!"

"Hah?" Aku mengerjap beberapa kali. Kali ini, aku bisa melihat wajah Pak Pram lebih jelas. Paman dan Bibi tak ada di kamarku, di depanku hanya ada Pak Pram.

Cafe Jasuke Just Okay (Complete Story)Where stories live. Discover now