Guardian Angel - 38

7 1 0
                                    

James sedang makan siang di kafe sambil mengerjakan tugasnya via laptop saat telepon dari Lintang mengalihkan perhatiannya.

"Ada apa?" tanya James.

"Dia tadi digangguin sama Kafka, untung ada gue," ucap Lintang.

James menghela napasnya, jelas khawatir saat mendengar soal Kafka, karena pria itu memang rusuh. Tapi, mau bagaimana. James sudah memutuskan untuk pergi agar mereka berdua sama-sama memiliki waktu untuk berpikir.

Nadine pasti butuh waktu untuk menerima semua kebohongan yang James lakukan juga memikirkan apa yang sebenarnya dia mau. Begitupun dengan dirinya, ia butuh waktu untuk menyembuhkan traumanya.

"Gue titip dia sama lo, cuma setahun kok," pinta James.

Dari sana terdengar suara Lintang yang mendengus sebal, katanya, "Lo ngomong gitu kayak gue gak punya pacar aja. Mending jagain Daisy kan?"

"Cuma setahun kok, promise." James memohon.

"Gak usah pergi kalau ujung-ujungnya lo tetep khawatir sama dia James," sindir Lintang, "Kalian berdua ini bener-bener bikin gue pusing."

James tak menjawab, malah mematikan sambungan teleponnya karena ia tak butuh nasehat dari Lintang.

***

Seminggu, sebulan, dua bulan, sekolah tanpa James membosankan, tapi kalaupun lelaki itu ada di sini, dia tak yakin akan bisa akur seperti dulu lagi. Sepertinya James sudah sangat sakit hati olehnya, tapi apa salah kalau dirinya memikirkan perasaan Luvi? Lagipula, jika mereka pacaran, bukankah situasinya akan terasa canggung?

"Nad," panggil Luvi saat Nadine tengah asyik bermain ayunan di taman belakang.

"Hai," sahut Nadine.

"How are you feeling?" Luvi bertanya seraya duduk di hadapan Nadine.

Nadine diam sebelum akhirnya menjawab, "Baik, kenapa nanya gitu?"

"Hampir 3 bulan ditinggal James, lo gak merasa merana?" sindir Luvi.

Nadine mendengus. "Buat apa?"

"Jangan pura-pura, Nad. Apa salahnya ngaku kalau lo ngerasa kehilangan, ‘kan? Lo berharap James pulang saat ini juga," ucap Luvi dengan tatapan penuh makna.

"Gak usah ngaco, gue—"

"Jangan jadiin gue penghalang buat hubungan kalian berdua, Nad. Jangan tambah rasa bersalah gue," cetus Luvi yang membuat Nadine menghentikan ayunannya.

"Luvi." Nadine menatap Luvi dengan rasa bersalah.

"Jujur sama perasaan lo sendiri, Nad. Gue gak masalah kok kalau kalian pacaran, udah hampir tiga tahun berlalu kan, Nad? Move forward, jangan terus terjebak di masa lalu. Kita semua sama-sama merasa bersalah, tapi apa kita bakal terus kayak gini, Nad?" Luvi membalas tatapan Nadine, lalu ia pamit pergi meninggalkan Nadine yang hanya diam di tempat.

***

"Diminum Nadz, jangan dilihatin aja," titah Lintang menunjuk pada jus alpukat di depannya.

"Gak dikasih racun kan sama lo?" tanya Nadine.

"Ya ampun Nadz, suudzon banget sama gue."

Nadine tertawa, dia pun mengambil jus itu lantas meminumnya. Mereka sedang menunggu Diva dan Daisy untuk pergi menonton.

"Lo kenapa gak bareng sama Daisy ke sini?" tanya Nadine.

"Dianya gak mau, ya udah gue dateng sendiri," jawab Lintang.

Nadine lalu menatap Lintang dengan tatapan menyidik, kemudian melontarkan sebuah pertanyaan, "Lo serius sama Daisy?"

"Enggak," jawab Lintang langsung, pria itu sedang bermain game di ponselnya.

"Maksud lo?!" sewot Nadine.

Lintang terkekeh. "Gue masih SMA ya, Nadz. Gak usah ngomong soal serius deh, masih jauh tahu gak."

Nadine mendengus. "Ya maksud gue, sekarang tuh lo udah punya Daisy. Masih suka caper ke cewek-cewek?" jelasnya.

"Masih dong, punya muka ganteng begini gak boleh disia-siakan Nadine. Lagian, Daisy juga biasa aja sih, gak ngomong apa-apa walaupun lihat gue godain cewek." Lintang berujar.

Hal itu membuat Nadine tercengang. "Bisa-bisanya ya, Daisy suka sama lo. Gue sih ogah," pungkas Nadine.

Lintang tertawa. "Jangan lagian, lo kan udah punya James."

"Berisik!" sungut Nadine.

Ngomong-ngomong, sudah hampir empat bulan Nadine dan James berpisah, tak bertukar kabar sama sekali. Nadine sudah memaklumi itu, dia kini merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Walaupun sebenarnya, tanpa Nadine ketahui, Lintang diam-diam terus mengabari James mengenai Nadine.

Apapun yang gadis itu lakukan pasti Lintang selalu lapor pada James. Lucu memang, James sendiri yang memilih pergi dan sok-sokan melepas Nadine. Tapi, dia juga yang khawatir.

Sementara di benua Australia, tepatnya di pinggiran kota di Pantai Utara Sydney, James sedang menonton Opera bersama teman barunya; Lauren. Mereka memang akrab karena Lauren juga setengah Indonesia.

"Have you ever watched Opera?" tanya Lauren.

James menggeleng. "Belum," ucapnya.

"Setelah ini gimana kalau kita makan?" tawar Lauren.

"Maybe later, aku ada sedikit urusan," jawab James.

"Ah, I see, kalau begitu next time?"

James hanya mengangguk. Setelah pertunjukan Operanya selesai, James langsung pamit pergi.

Sebenarnya dia tidak nyaman berduaan dengan Lauren, alasan James menerima ajakannya hanya karena mereka sama-sama memiliki darah Indonesia.

Dengan langkah kaki yang tergesa menuju stasiun kereta bawah tanah, James mengambil ponselnya dan mendial nomor Lintang.

Namun, karena tak fokus James malah memanggil nomor yang berbeda.

"Halo?"

Langkah James terhenti kala mendengar suara dari seberang telepon. Itu suara Nadine, nomor yang dia panggil adalah milik Nadine.

"Halo?"

Jantung James jadi berdetak kencang, mati-matian menahan rasa ingin menelpon Nadine malah sekarang tak sengaja dilakukan. Lalu tanpa banyak kata James langsung mematikan sambungan telepon tersebut. Dia belum siap bicara dengan Nadine.

"Argh! Ceroboh banget sih!" kesal James seraya menatap ponselnya.

Sementara itu, Nadine yang barusan ditelepon James mengernyitkan dahinya bingung.

"Dari siapa, Nadz?" tanya Diva yang sedang membeli popcorn.

Nadine menatap nomor dengan kode berbeda di layar ponselnya kemudian menggeleng. "Bukan siapa-siapa."

"Ya udah, yuk masuk. Filmnya bentar lagi mulai," ajak Daisy.

Mereka berempat pun pergi menonton, dengan Nadine yang kepikiran oleh si penelpon tadi. Kode telepon tadi, berasal dari Australia, apa itu kamu James?

Guardian Angel || 2020 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang