Tentang Merelakan

153 28 6
                                    

Dari Sudut Pandang Seorang Huang Renjun

Satu bulan.

Sudah satu bulan lebih sejak Renjun melihat berita tentang kekasih–mohon maaf, mantan kekasihnya yang akan bertunangan dengan orang lain. Jika ditanya bagaimana perasaannya saat itu, maka Renjun akan menjawab tidak tahu. Semuanya terlalu menyakitkan that all he can feel is numb. Mungkin Renjun sudah pernah mengalami banyak kepahitan hidup, tapi bukan berarti ia selalu siap untuk menghadapi kepahitan lainnya.

Sama seperti yang lainnya, Renjun juga manusia biasa yang mengharap sebuah bahagia. Atas semua luka-luka yang ia rasa, Renjun selalu berharap kelak ia akan mendapat bahagia. Tidak muluk-muluk, hanya bisa bersama dengan orang yang ia cinta.

Tapi itu pun terlalu luar biasa untuk dipinta ya? 

Selama satu bulan belakangan ini, Renjun menjalani hidupnya tanpa rasa. Ia cuma bangun tidur, bekerja, dan makan–hanya karena ia tahu itu cara untuk membuatnya tetap hidup. Sisanya, terkadang ia hanya melamun menatap pada dinding kamarnya yang terlihat polos tanpa coretan dan pikirannya melayang entah kemana. Semangat untuk hidupnya seperti merosot pada titik terendah. Tapi ia tidak ingin mati. Renjun belum mau mati.

*

"Baru balik lo?"

Aku bisa mendengar suara Yangyang ketika baru saja akan membuka pintu rumah. Sore ini hujan kembali mengguyur sehingga aku memutuskan untuk berdiam diri sejenak di lobi kantor sebelum pulang. Aku hanya membalas pertanyaan itu dengan anggukan lalu membuka pintu rumah dan berjalan masuk ke dalam.

Begitu sampai di ruang tengah, aku bisa merasakan Mark yang menarik tanganku dan Yangyang menuju dapur. Di meja makan, aku bisa melihat banyak sekali makanan. Haechan dan Jungwoo juga ada disana.

"Ekhem," perhatian kami sontak berpaling pada Mark yang kini berdiri dengan senyuman yang sedikit tertahan.

"Jadi, guys, gue pernah bilang kan kalau dapet promosi dan yeah hari ini gue resmi naik jabatan hehe," ucap Mark dengan raut bahagia yang tertahan. Haechan, Yangyang, dan Jungwoo langsung berseru heboh mendengar hal tersebut. Mereka langsung memberikan selamat pada Mark. Begitu juga dengan diriku, bedanya aku tidak seheboh mereka.

"So, enjoy my treat guys hehe ya walau gak banyak sih. Semoga suka."

"Apapun yang gratis mah gue suka-suka aja sih!" jawab Haechan yang disetujui oleh Yangyang dan Jungwoo. "Betul!"

Sementara mereka semua menikmati makan malam sambil sesekali bercanda, aku hanya mampu menatapnya dalam diam. Sedikit tersenyum karena selama beberapa waktu belakangan ini–di saat aku nyaris putus asa dengan semuanya, mereka semua ada disana. Ketika aku pikir, aku akan berakhir sendirian.

Tapi kehilangan cinta tidak selalu berarti kehilangan dunia, kan?

Seperti aku yang masih punya teman-teman yang setia di sisi dan itu semua adalah hal yang sangat patut untuk disyukuri.

"Makan. Jangan diliatin doang," ucap Jungwoo memecah lamunanku. Aku hanya mengangguk dan mengucap terima kasih dengan pelan lalu mulai menyantap makanan yang ada.

*

"Lo di dalem gak, Jun? Gue boleh masuk?" Suara ketukan pintu disusul pertanyaan Yangyang memenuhi indra pendengaranku.

Dear, SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang