🍜Demi Fulus🍜

68 35 83
                                    

Wak Sugih memakai kacamata hitam, ketiduran di atas kursi goyang, mendengkur dengan irama dangdutan. Sampai Dipo menyatakan, "Wak, ada gunung emas, Wak."

Wak Sugih gelagapan, berdiri sempoyongan, mencari pegangan. Untung ada tangan Dipo di sebelah kanan.

"Wahai anak durjana, janganlah engkau permainkan daku layaknya bejana. Hati-hati karena kau bisa merana," kata Wak Sugih dengan irama.

Dipo berpikir keras. "Wak, apa hubungan durjana dengan bejana?"

"Biar pas saja dengan rima. Ah, kau sungguh tak tahu seni berkelana."

Semakin bingung pikiran Dipo. "Hubungan rima dengan berkelana apa, Wak?"

Wak Sugih mendengkus, Jajanmon di bahunya mendesis. Si Dipo langsung merinding.

Berhadapan dengan Jajanmon bentuk seblak kering hanya akan berdampak asam lambung.

"Kudengar kamu mau nikah, tapi belum terkumpul modal juga. Jadi mumpung ada berita mengenai cari kerja, sebaiknya kamu ambil saja." Wak Sugih sodorkan selebaran yang sepertinya bekas membungkus nasi pecel. Ada saos kacang yang masih menempel.

Dipo menerimanya, membaca fokus hanya pada angka 50 juta Rupiah. Lelaki itu tampak gembira dengan mata berbinar layaknya lampu pesta yang meriah.

"Aku terima!" seru Dipo semangat 45. Merdeka!

Dipo segera mengemasi barang-barang, lupa kalau Wak Sugih belum dibereskan. Baru ingat dikala kaki sudah gerak jalan. Lelaki itu putar balik dan mengulurkan tangan.

"Tiga puluh ribu, ongkos cukur rambut, Wak."

"Bagaimana kamu anak muda. Sudah kuberi berita, tapi mengapa aku disuruh bayar juga. Timbal baliklah."

Dipo geleng kepala. "Bisnis tetap bisnis, Wak."

Wak Sugih memberikan juga uangnya, tak lupa dengan embel-embel kalimat, "Pelit kau."

Dipo tersenyum, berterima kasih lalu lanjut putar haluan. Biarlah tak perlu bereskan lapak asal-asalan. Lagipula siapa yang mau merampok kaca dan kursi goyang?

"Ayo, MLM, kita pergi," ajak Dipo pada Jajanmon miliknya. Tapi MLM menolak panggilan. Jajanmon bentuk mi ungu itu sedang kesengsem dengan Papangsit di iklan televisi yang sedang tayang perdana.

"Mi Le Milano, cepat ikut atau kamu akan kurebus di panci panas."

Ancaman berhasil. Meski lemas, MLM mengikuti Dipo. Mereka naik delman istimewa, duduk di muka Pak kusir yang sedang makan buah. Seketika diusir detik itu juga. Berakhir jalan kaki berdua.

Pagi berganti siang, siang berganti malam. Dipo putuskan beristirahat di bawah pohon rindang, dengan semilir angin penusuk tulang. Lelaki itu kedinginan.

Tibalah di tempat tujuan. Sudah ada deretan manusia mengantre panjang. Dipo curi-curi dengar dari bisik-bisik orang di depan.

"Katanya Jajanmon yang terkena virus, kekuatannya bertambah sepuluh kali lipat. Itu pula yang membuat gaji pembasmi begitu besar."

Dipo tidak paham, perlu informasi tambahan. Dia keluarkan lebaran dari tas selempang. Kali ini membaca semua tulisan yang ada di dalamnya.

Dicari anggota untuk PVJI
(Pembasmi Virus Jajanmon Indonesia)

Kriteria:
°Pria/Wanita
°Umur terserah
°Tidak sedang sakit jiwa
°Sekian itu saja

Gaji: 50 JUTA RUPIAH

Note: Tidak ada jaminan kesehatan. Gaji dibayar nyicil!

Masih mau? Segera hubungi nomor akhirat di bawah tanah. Atau bisa langsung ke alamat ini:

Jalan Hidup dan Mati Hanya di Tangan Tuhan, maka Jagalah Iman. RT 008 RW 000.

Dipo melipat kembali selebaran sampai seukuran contekan, lalu memasukkannya ke tas selempang.

"Ternyata untuk menempuh hidup baru, masih harus melewati ribuan rintangan." Dipo menyemburkan napas penuh tekad. "Kalau begitu ayo MLM. Kita hadapi semua dengan jurus cukur macan beradu lilitan mi kenyal."

Jajanmon menjawab, "Mlmlmlmlmlmlmlmlmlml!"

Meski tidak mengerti, Dipo berkata, "Bagus. Aku suka semangatmu.".

Dipo mendapat giliran mengisi data
pekerja.

"Nama, alamat?" tanya salah satu petugas.

"Sudi Potong, Suku Kemenyek."

"Apanya yang dipotong?"

"Rambutnya, Pak."

"Oh, pantas hilang semua rambutmu. Lanjut. Umur?"

"Tujuh belas pada delapan tahun lalu."

"Lima puluh tahun?"

"Eh, jangan dipertua aku, Pak."

"Jadi umurnya berapa?"

"Dua puluh lima, perjaka, mau nikah."

"Siapa?"

"Sa—"

"Nanya."

Terjadi adu jempol. Pak petugas yang menang. Dipo kalah.

Setelah sesi pendaftaran selesai, Dipo dipersilakan masuk pada sebuah ruangan. Di sana, dia hanya diberi satu komando: Basmi virus, selamatkan Jajanmon.

Gebyok muncul dari bawah lantai. Tepat di tengah, ada gelombang seperti permukaan air. Dipo disuruh masuk ke dalamnya.

Sensasi dingin menyelimuti begitu tubuh Dipo melewatinya. Ternyata dia memang basah.

Peron Stasiun menjadi pemandangan pertama. Sepi, sunyi, dan temaram berkat cuaca yang hendak hujan. Dari kejauhan samar-samar terdengar gemuruh dari guntur yang bersahutan.

"Seperti uji nyali, ya, MLM?" Dipo merinding.

MLM menjawab dengan lirih. "Mlmlmlmlmlml."

Suara besi dibanting mengagetkan keduanya. Berkelontang, yang sepertinya, tak jauh dari mereka. Dipo mulai melayangkan kaki pelan, tapi pasti ke asal suara.

Kepala botak Dipo mengilap tatkala melewati lampu di dinding stasiun. Mata waspada. Tangan merogoh tas dan mengambil dua alat cukur, takut ada serangan dadakan.

MLM terbang dekat bahu Dipo. Mengulurkan beberapa anggota tubuh ungunya. Melirik kanan kiri tak kalah bersiap siaga.

Bunyi melengking tiba-tiba menyerang. Lampu dan kaca pecah menjadi butiran. Dipo terjongkok dengan menutup kedua telinga. Sementara MLM memasang badan dengan wajah garang.

Detik berikutnya rombongan Ramram, Jajanmon bentuk rambutan, berebut datang. Dipo kalang kabut, dia tak bisa langsung melawan. Tapi lari pun tidak bisa jadi pilihan.

"MLM ikat mereka semua!"

MLM menjulurkan juntaian mi-nya. Memerangkap tujuh Ramram. Dipo melesat maju, melompat dan dalam serangan super cepat menggunting ujung-ujung rambut Ramram. Memutus virus-virus itu. Ramram yang terbebas, seketika lunglai tidak bertenaga. Para virus hendak kabur, tapi Dipo punya jurus andalan agar bisa melenyapkan mereka.

"JURUS SILAUAN BOTAK!!"

Dari kepala botak Dipo keluar cahaya yang langsung membumihanguskan para virus tanpa sisa.

Dipo bernapas lega, menyeka buliran keringat di dahinya. MLM mengendus manja.

"Kita berhasil MLM."

"Mlmlmlmlmlml."

Gebyok kembali muncul. Dipo melewatinya lagi. Begitu keluar dia mendapat tepuk tangan meriah. Ramram yang selamat segera dibawa ke unit kesehatan Jajanmon terdekat.

"Jadi, Pak," kata Dipo pada salah satu petugas yang menyalaminya. "Gaji saya kapan cair?"

"Tenang anak muda. Setiap hari gajimu cair. Akan dibayarkan seribu rupiah. Jadi bersabarlah sampai terkumpul 50 juta."

🌟🌟🌟

Yuk, vote. Aseg

Demi FulusOnde histórias criam vida. Descubra agora