24

11.5K 550 96
                                    

Mattheo menghampiri Aila yang tengah bermain handphone. "Pergi darisini!" Ujarnya.

Aila mendongak menatap Mattheo yang berdiri di sampingnya. "Why? Bukannya ini yang lo mau Theo? Gue pisah sama Ardanta, sekarang gue udah kabulin, bukannya lo jadi senang karena bisa milikin gue. C'mon kita sama-sama menanti hari ini," ucap Aila panjang lebar.

"Bitch!" Umpat Mattheo.

Aila berdiri menatap Mattheo yang lebih tinggi darinya. " Gue benarkan Mattheo?"

"Itu dulu, sekarang gue jijik sama lo, jalang sialan!" Makinya.

Wajah Aila memerah menahan marah. "Jaga ucapan lo Mattheo! Jangan fitnah, gue bukan jalang!!"

"Nyatanya itu fakta. Pergi dari sini atau gue seret?"

Aila semakin kesal. Dengan segera wanita itu mengambil tas selempang nya lalu melenggang pergi keluar dari apartemen Mattheo.

Setelah kepergian Aila, Mattheo mengusap wajahnya kesal. Cowok itu mendudukan dirinya di sofa memenangkan pikirannya.

_Mattheo_

Malam ini Natta tengah selonjoran santai di ruang keluarga sembari menonton televisi. Mulutnya tak berhenti mengunyah kripik kentang kesukaannya. Matanya melirik Mattheo yang tengah sibuk dengan laptopnya.

Tangan Natta menoel lengan Mattheo. "Mattttttt," panggilnya.

"Hm?"

"Mattttttt," panggilannya lagi.

"Ya?"

"Mamat mahhhh," ucap Natta manja.

"Iyaa kenapa?" Tanya Mattheo menoleh menatap Natta.

"Mau pangku," pinta Natta terdengar manja.

Mattheo meletakkan laptopnya di meja, lalu menepuk pahannya pelan. "Sini,"

Dengan senang hati Natta duduk di pangkuan Mattheo. Menyembunyikan wajahnya di ceruk leher cowok itu. Tangannya tidak tinggal diam menusuk nusuk gemas perut Mattheo. "Gemes banget perutnya," ujar Natta.

Mattheo hanya menjawab dengan deheman saja.

"Kenapa perutnya bisa ke belah-belah gini?" Tanya Natta.

"Olahraga,"

"Kenapa perutnya keras banget? Sedangkan punya gue kayak bakpao,"

"Ya makanya olahraga,"

"Gue mau perut lo kayak Pak Sholeh, gemoy mentul mentul gitu kalau di pegang,"

"Gak,"

"Why? Lo gak sayang gue?"

"Sayang,"

"Yaudah makanya, di buat kayak perutnya pak Sholeh,"

"Gak!" Tegas Mattheo. Enak saja, dia sudah berolahraga hingga membentuk perutnya yang sekarang, malah di suruh seperti perut pak Sholeh, lelaki tua dengan perut buncitnya.

Natta mengendus leher Mattheo, membuat cowok itu seketika merinding. "Wangi banget," ujar Natta.

"Diem Nat, jangan cium leher gue,"

"Kenapa? Wangi gini, enak baunya,"

Mattheo menghela nafas. "Kita tidur," lalu menggedong Natta ala koala.

Sesampainya di kamar. Cowok itu merebahkan tubuh mereka, dengan Natta yang masih sibuk mengedus aroma harum dari tubuh Mattheo. Tanganya tidak tinggal diam, bermain di telinga cowok itu seperti biasa.

Natta teringat sesuatu. "Kenapa Kak Ardan bunuh diri Mat?"

Pertanyaan Natta menbuat Mattheo terdiam. Mattheo berdehem pelan. "Ada,"

Natta mengernyit heran. "Maksudnya?"

"Belum saatnya lo tau," jawab Mattheo.

"Lo mah Matt, suka begituan. Sok misterius," ujar Natta kesal. "Nyebelin," ucapnya lalu menggigit lengan Mattheo pelan.

"Suatu saat bakal gue kasih tau,"

"Anak gue jadi gak bisa liat bapak aslinya dong," ucap Natta sembari mengelus perutnya yang sudah membesar.

"Masih ada gue," ujar Mattheo sembari ikut mengelus perut Natta.

Natta menatap Mattheo dalam. "Lo janji kan gak akan ninggalin gue?" Natta menyodorkan jadi kelingkingnya.

"Promise," Mattheo menautkan jari kelingking mereka.

Natta memeluk tubuh Mattheo erat. Bibirnya tak kuasa menahan senyum. Pipinya terasa terbakar. Hingga tak terasa cewek itu terlelap dengan sendirinya, tak lupa senyum yang masih menghiasi bibirnya.

Mattheo membenarkan tidur Natta agar nyaman. Menatap wajah Natta yang tengah tertidur, terlihat polos dan cantik. Di tambah pipinya yang bertambah besar.

Mattheo ikut memejamkan matanya, mendekap erat tubuh Natta saling menghangatkan. Mengecup pucuk kepala Natta sekilas lalu ikut tertidur menyelami alam mimpi.

Tbc.

Gimana dengan part ini?
Vote and comen

Mattheo [ END ]Where stories live. Discover now