Jiro | Enam

10.6K 700 23
                                    

happy reading💓

***

Kediaman Arsenio yang dulunya hanya ramai pada saat-saat tertentu, kini akan ramai setiap hari. Kehadiran Jiro di tengah-tengah mereka mampu memberi warna lagi bagi keluarga Arsenio. Kesedihan yang dulunya terpampang jelas di mata mereka, sekarang mulai pudar dan percaya bahwa kepergian Kenzy sudah takdir dari Tuhan.

Terlebih Hayden. Sebelum ada Jiro, anak itu kerap keluar bersama teman-temannya untuk menghilangkan rasa bosannya atau biasanya, jika tidak ada yang bisa menemaninya, Hayden akan berdiam diri di dekat makam Kenzy. Sesekali berbicara acak layaknya Kenzy masih ada.

Karena Hayden merupakan tipe anak yang tidak bisa diam dan tergolong jail pada siapapun. Seperti saat ini, Hayden tengah menjahili Jiro yang sedang duduk di sofa ruang keluarga sambil menonton tayangan balapan motor. Tayangan kesukaan Jiro baru-baru ini.

Hayden dengan sengaja mondar-mandir di depan televisi agar Jiro merajuk dan berakhir menangis.

"Abangg! Awas, jangan jalan-jalan disitu!" Seru Jiro. Anak itu sudah menunjukkan wajah sebalnya karena abangnya.

"Ih, bentar dong, Adek. Abang lagi cari sesuatu disini. Hmm, kok nggak ada ya?" Itu hanyalah alibi yang dilontarkan oleh Hayden. Nyatanya, ia menahan tawanya.

"Nggak ada apa-apa disitu tuh! Abang, minggir! Abanggg!"

"Apa sih, Adek? Berisik banget, jangan teriak terus." Ucap Hayden.

Jiro mengambil salah satu bantal sofa lalu melemparkannya pada Hayden. Dan mengenai sasaran.

"Heh, kok lemparin Abang pake bantal sih?"

"Abangnya yang nyebelin! Awas makanyaa!"

Meskipun sudah dilempari bantal sofa oleh Jiro, Hayden tetap saja berjalan mondar-mandir disana. Tunggu bentar deh, anaknya belum nangis, batin Hayden sekarang.

"Abanggg, ihh, hikss.. Awas, abanggg. Hikss, Adek mau lihat itu, hikss!"

Memang sudah kodratnya kalau si abang senang sekali membuat adiknya menangis dan bukannya menenangkannya tapi malah mengejeknya. Membuat tangis Jiro tambah kencang hingga Katrina datang karena mendengar si bungsu menangis.

"Bang, sudahlah. Kenapa senang sekali lihat adeknya nangis sih?" Tanya Katrina sebal lantaran tingkah Hayden yang senang menggoda Jiro hingga menangis.

"Hahaha, lucu tau, Bun, kalo Adek nangis."

"Lucu darimananya?!" Seru Katrina.

Tubuh Jiro sudah berpindah di pangkuan Katrina. Anak itu memeluk tubuh ibu barunya dan menenggelamkan wajah sembabnya di dada ibunya.

"Hikss... Hikss... "

"Ssttt, sudah, sudah. Jangan menangis terus. Nanti kalo Abang masih nakal, biarkan Bunda pukul pakai rotan."

Katrina menepuk-nepuk punggung Jiro yang masih naik turun. Ia menatap jengah pada anak tengahnya yang duduk tak jauh darinya. Hayden malah tertawa dan berakhir merebahkan dirinya di sofa panjang. Melihat hal itu, Katrina hanya bisa menggelengkan kepalanya. Kalau belum mendengar tangisan dari adiknya, Hayden tidak akan berhenti menjahili. Sepertinya itu akan menjadi hobi baru bagi Hayden mulai sekarang.

Katrina sudah tidak mendengar tangisan Jiro lagi. Ia menunduk untuk melihat Jiro dan ternyata anak itu sudah tertidur di pelukannya dengan sisa isak tangis yang masih ada. Wanita itu memilih beranjak dari duduknya menuju kamar.

"Bunda ke kamar dulu ya? Besok-besok, jangan terus menerus menjahili adikmu ya?"

"Nggak janji sih, Bun. Hehe."

JIRO [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang