1

1.2K 136 25
                                    

Pagi hari yang cerah di rumah sakit Universitas Islam Indonesia Bantul cukup tenang. Seorang dokter laki-laki yang menyeruput teh hangatnya di area doctor lounge pun tampak tenang sampai salah seorang temannya datang.

"Jerry!" Dokter lelaki itu menoleh pada dokter lelaki lain yang baru saja memasuki ruangan. "Heh, ada apa? Emang bener, kamu batal nikah?"

Dokter muda dan tampan yang dipanggil Jerry itu langsung memutar bolamata sebelum menjawab 'ya' dengan singkat.

"Kenapa? Kalian kan udah tunangan dua tahun!" temannya itu masih saja mengejar informasi.

"Ya nggak apa-apa. Daripada di terusin, mending selesaiin aja sekalian," balas Jerry. "Tapi kamu tau darimana soal berita itu, Jam?"

"Ibu mu yang cerita! Gila, ya? Kalian kan udah berhubungan lama! Berapa tahun, tuh? Total ada sepuluh tahun? Terus kamu mutusin segampang itu?" Dokter yang bernama Jamal itu masih melotot tidak percaya.

"Ya," lagi-lagi Jerry menjawab dengan singkat.

"But, why? What's the reason?" Jamal masih mengotot hingga membuat Jerry menghela napas dan kembali berpikir.

"I saw her. With someone else. Naked," gumam Jerry pelan.

"Fxck!" Jamal memaki kaget, dan Jerry tertawa geli.

"Yeah, they're fxcking," katanya masih tertawa. "Nggak ada alesan buat bertahan, kan?"

Jamal buru-buru mendekat dan duduk di samping Jerry, mengalungkan satu lengannya ke leher lelaki itu.

"Sama siapa, anjir?" tanya Jamal. Jerry mengangkat bahu sekali.

"Nggak tau," jawabnya. "Udah, kan? Aku ada kerjaan. Pergi dulu, ya?"

Entah lelaki itu berusaha kabur atau tidak, tapi Jamal tidak jadi memanggil Jerry karena seorang perawat menunggu di depan ruang doctor lounge. Sepeninggal Jerry, Jamal pun merenungkan kejadian yang menimpa teman seprofesi sekaligus tetangganya itu.

###

Berbeda dengan Jamal, Jerry segera menghadapi berkas pasien yang hendak ditemuinya. Ananda Riana Abetani , perempuan (5th), dengan keluhan susah BAB dan perut terasa sakit secara berkala, diagnosis sementara: pseudo-obstruksi usus.

Jerry masuk ke ruangan setelah di persilakan. Sebuah senyum ramah terukir dibibirnya saat menyapa beberapa orang yang ada disana. Seorang wanita yang mungkin adalah ibu dari anak yang saat ini berbaring di ranjang pasien, seorang perempuan muda yang tubuhnya lebih gemuk sedang menyahuti bocah lima tahun dan satu lagi yang diam memperhatikan sekitar.

"Adik, Pak Dokter periksa sebentar ya?" Jerry mendekat dengan stetoskop terpasang, siap memeriksa denyut jantung bocah itu.

"Sini, Dek Ria, mama pegangin," ucap ibu dari pasiennya.

"Mba Ena," bocah itu justru merengek dan mengulurkan satu tangannya ke arah lain, padahal kedua tangan ibunya sudah merangkulnya. Jerry melirik, melihat perempuan yang awalnya diam itu kini berjalan mendekat dan meraih tangan bocah itu.

"Masa Mba Ena juga di suruh pegangin? Emangnya Dek Ria mau diapain, coba?" Ibu bocah itu mengkritik anaknya dengan nada berkelakar.

"Pak Dokter nggak ngapa-ngapain, hlo," tambah Jerry, mengangkat kedua tangannya dengan wajah tersenyum.

"Kalo ada Mba Ena, yang lain nggak laku," sahut seorang perempuan lain dari pihak pasiennya.

Perempuan yang bernama Ena itu akhirnya tertawa geli, tapi tidak mengatakan apa-apa. Jerry mulai melakukan beberapa pemeriksaan sebelum kembali berdiri tegak.

SemicolonsWhere stories live. Discover now