Vyf

269 41 1
                                    

Shotaro terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul 7 tepat, si bungsu itu berjalan ke ruang tengah. Dimana pemandangan pertama yang di dapati olehnya adalah Xiaojun yang sedang mengerjakan tugas dibantu oleh Winwin, lalu di sisi lain ada Renjun dan Jaemin yang berebut sesuatu. Shotaro mendekati mereka, ikut bergabung dengan keluarga kecil nya.

"Kakak ngerjain apa?"

Xiaojun, Renjun, dan Jaemin yang merasa dipanggil seketika menoleh kearah si bungsu. Kemudian dengan bersamaan menjawab pertanyaan sang adik, membuat Shotaro hanya mengangguk ria.

"Adek mandi dulu gih, habis itu sarapan. Nanti kalian kerumah om Johnny yaa, mama sama papa ada urusan keluar kota. Mama lebih tenang kalau kalian di rumah keluarga yang lain, gapapa ya?" Jelas Winwin panjang disaat dilihatnya si sulung hendak melayangkan protes, Xiaojun yang ingin membantah seketika bungkam.

"Mama kita dirumah aja gimana?"

Jaemin sudah membayangkan seberapa ramai dan berisiknya nanti dirumah Haechan, memikirkan itu saja sudah membuat energi Jaemin berkurang.

"Tidak bisa sayang, Papa sama mama mau pergi tanpa khawatir. Kalian suka liat papa atau mama ngga fokus ngapa-ngapain karena kepikiran kalian?" Yuta datang sudah rapi dengan setelan kantornya, ia berdiri disebelah Shotaro. Memeluk bungsunya itu dari samping seraya mengusak rambut coklat Shotaro.

"Setidaknya harus ada satu orang dewasa, disana nanti ada temen-temen yang lain kan." Winwin masih mencoba meyakinkan putranya, semakin bertambah usia anak-anaknya, semakin khawatir pula ia. Doyoung selaku dokter anak pernah memberitahukan bahwa remaja itu adalah waktu dimana mereka sedang labil-labilnya.

Karena itu, Winwin sangat berhati-hati dalam mendidik sang anak. Ia tak ingin putranya salah dalam mengambil langkah, atau merasa sendirian di dunia ini. Ia ingin menanamkan bahwa ia dan Yuta sangat menyayangi mereka di pikiran anak-anaknya.  Katakan saja Winwin terlalu berlebihan atau terlalu memanjakan anak-anak. Tapi bagi Winwin, inilah caranya agar sang putra dapat hidup lebih baik. Toh, Winwin tak pernah terlalu melarang anak-anaknya. Ia akan selalu turut hadir dalam pilihan sang anak.

"Kakak kan sudah dewasa" tunjuk Jaemin dengan pensil ditangannya pada sang kakak, Xiaojun hanya mengangguk mengiyakan. Untuk ukuran seorang mahasiswa semester satu, Xiaojun sudah dapat dikatakan dewasa bukan?

"Kakak bisa mengurus adek? Nanti kalau Njun sama Nana berantem gimana? Nanti kalau dek Taro lapar tengah malam gimana? Masa kakak mau nyari makan keluar malam-malam"

Xiaojun seketika diam mendengar perkataan sang mama, membayangkan ia yang harus menjadi sang ibu dalam beberapa hari kedepan. Sepertinya itu tidak bisa bagi Xiaojun yang sangat tidak penyabar untuk sikembar, namun jika taro yang meminta ia pasti tanpa banyak berfikir akan melakukannya. Bagaimana jika benar nanti Taro meminta dibuatkan sesuatu saat malam, lalu ia memaksakan diri untuk memasak sesuatu. Seumur hidup, Xiaojun belum pernah berkutat dengan dapur. Paling dirinya hanya merendam mie instan menggunakan air panas dari dispenser. Tidak mungkin ia akan memberikan adik-adiknya mie instan selama berhari-hari.

"Mama tau kakak bisa, tapi bukan sekarang. Nanti ada waktunya kakak bisa ngejaga adek-adek. Sekarang serahin ke orang tua dulu ya," Lanjut Winwin seraya tersenyum hangat, ia tak ingin mengambil resiko dengan membiarkan Xiaojun di dapur. Tangan putra sulungnya itu benar-benar ajaib, Lebih baik Xiaojun di perkenalkan dengan alat-alat di dapur nanti secara perlahan, daripada saat ia pulang nanti rumahnya sudah menjadi abu atau jari Xiaojun terluka.

Xiaojun dan Jaemin akhirnya pasrah dengan mengangguk, Yuta tersenyum kecil melihat tingkah anak-anaknya. Ia kembali mengusak rambut Shotaro dan mengecup kepala si bungsu itu, Shotaro hanya tertawa senang sembari memeluk sang ayah erat.

ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang