Fallen Leaf & Precious Thunderstorm

371 31 9
                                    

Votenya jangan lupa mba/mas 
( 。 •̀ ᴖ •́ 。)

   Malam yang gelap. Lampu kamar disetiap rumah telah dimatikan, dengan penghuninya yang telah lelap ke alam mimpi. Tetapi, tidak dengan pemuda ber-iris silver. Lampu kamarnya mati, hanya lampu balajar dan cahaya rembulan yang menjadi sumber penerangan di kamar pemuda itu. Meja belajarnya dipenuhi dengan buku dan secangkir kopi. Tangannya menari diatas sebuah buku tulis, menuliskan rumus - rumus yang akan dihafalkan dan dikerjakan beberapa untuk persiapan ujian.

Jam dinding menunjukkan pukul 00:30. Terdengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat, pintu kamar dibuka, terlihat sang kakak yang berdiri diambang pintu. Tangan kirinya memegang sebuah boneka teddy bear, dan tangan kanannya memegang gagang pintu. Mata hijau zamrud sang kakak terlihat jelas dalam kegelapan. "Solar, ga tidur?" Tanya sang kakak dengan nada lesu karena terbangun tengah malam. "Belum" jawab singkat dari sang adik. Kakaknya hanya meng-ohkan saja, memasuki kamar, dan merebahkan dirinya di kasur adiknya, Solar. Solar membiarkannya, ia tahu kakaknya itu ketakutan setelah menonton film horror bersama Blaze dan Taufan.

01:22. Penglihatan Solar mulai memudar, kepalanya terasa berat bagai ditindih buku tebal matematika. Solar sudah tak kuat menahan kantuknya, kini kepalanya sudah tergeletak diatas meja dengan tangan yang melipat sebagai bantal.

Pukul 06:42. "Solar bangun! Kita terlambat!" Teriak Thorn panik, sambil mengusap matanya. Klakk! Pintu kamar dibuka, terlihat Solar yang berdiri diambang pintu dengan ekspresi bingung. Rambutnya basah hingga menetes ke lantai, dengan handuk yang terikat dipinggangnya. "Ada apa?" Sautnya sambil memasuki kamar. "Iiihh, Solar kok ga bangunin kak Thorn??" Rengek Thorn sambil memanyunkan bibirnya seperti bebek. "Ya, habisnya kak Thorn pulas banget tidurnya sampai Solar ga tega mau bangunin-..." Thorn sudah pergi dari kamar. "Haihh." Solar melanjutkan kegiatannya, membereskan buku, lalu beranjak keluar dari kamar.

Tap.. tap.. brakk!

"Ih, Solar ganggu!" Dari suaranya yang merdu (merusak dunia) sudah tertebak bahwa itu suara Taufan. "Ppfft-.. Hahahaha! Kasian~!" Ejek Blaze, lalu lanjut berlari sebelum dihajar oleh saudaranya. Taufan lanjut berlari mengejar Blaze tanpa minta maaf dahulu, kakak yang kurang ajar. Bonk! Panci penggorengan Gempa mendarat tepat dikepala Taufan dan Blaze. "Jangan lari - larian didalam rumah!"
"Maaf Gem!" Senyuman kecil terukir dibibir Solar sebagai tanda tasa Puas.
"Sol, begadang lagi?" Senyumnya pudar, mengingat kembali rasa lelahnya karena kurang istirahat. Ia menoleh pada orang yang bertanya, Halilintar.
"Ga, tuh."
"Bohong."
"Hehe, iya. Aku sudah bersihkan kamar mandi, sesuai dengan hukuman yang kau berikan dua hari yang lalu."
"Buat apa sih begadang begitu? Keren lu begitu?"
"Belajar."
"Sok rajin."
Kesal. Solar mengambil tasnya, dan pergi ke sekolah tanpa saudaranya. "Kak Hali, ih! Solar belum sarapan, loh." Gempa menyenggol kakak sulungnya itu dengan sikunya. "Itu bukan masalahku."
Sungguh kakak adik yang tidak pernah akur.

.

.

.

07:15. Suasana sekolah yang ramai. Tawa dan obrolan siswa siswi disana menambah suasana ramai dan juga bising di sekolah itu. Solar melangkahkan kakinya dilantai lorong, segera menuju ke kelasnya. "Sekolah ini berisik sekali."

Duk, duk, dakk!

Sebuah bola basket melayang dan mendarat tepat dikepala Solar. "Maaf! Bisa lemparkan bola itu pada kami?"
"Yang benar saja!?" Amarah Solar memuncak, Solar mengambil bola basket itu dan melemparnya ke tempat sampah. Ini bukanlah pagi yang menyenangkan baginya.

.

.

.

Kelas 11 A.

Cursed DreamsWhere stories live. Discover now