3. end

48 30 29
                                    

Setelah kuceritakan apa yang ingin diketahuinya, dia bilang mengapa ada misi yang seolah kita bekerja sebagai tuhan dan memberi nyawa kepada manusia. Tidak, kubilang tugasku hanya mengembalikan nyawa, jiwa yang berkeliaran.

Didi termenung, anak itu terlalu muda untuk terlibat dalam masalahku.

"Jadi mereka merasa dirinya gila, tetapi enggan pergi kepada ahlinya karena menganggap dirinya sendiri terlalu melebih-lebihkan masalah yang dihadapi. Lalu meminta untuk segera ditolong, namun pada akhirnya merekalah yang menjauh dari pertolongan?

"Mereka ingin mati, tetapi takut hal itu tiba. Mereka ingin pergi, tetapi tidak menemukan jalan. Mereka tersesat, raganya mungkin sedang bersembunyi, tetapi jiwanya berkeliaran tanpa henti."

Aku, Dipo, mengira salonku sudah membantu mereka kembali pada raganya. Namun ternyata hanya sekejap memberi padangan jalan semata-mata untuk berkeliaran dan rambut kembali panjang. Aku bahkan tidak peduli siapa yang datang dan apa masalah mereka.

"Om, kita harus cari tahu masalah mereka dulu. Om Jhon dan temanmu satunya sepertinya pandi mengulik informasi di internet. Yang pertama kita harus tahu setidaknya nama mereka dulu."

Di hari berikutnya aku dan Didi menanyai nama pelanggan. Sungguh menguras tenagaku karena mereka enggan berbicara dan hanya mendapatkan satu nama, Diva, sosok setengah dua siang yang selalu ditunggu Didi.

Malamnya konter milik Juan berubah menjadi markas untuk mencari informasi. Etalase besar miliknya kini telah ditukar menjadi kecil, beberapa komputer sudah tersedia.

Lekas Juan mencari informasi tentang Diva yang sekiranya mencakupi jangkauan salon. Ada lima Diva, namun hanya satu yang patut dicurigai karena dia tidak aktif di media dan tak banyak bersosial. Rumahnya di Perumahan Asri Hijau, tidak jauh dari sini.

"Om!" Didi berteriak. Dia memegang kepalanya, aku dan Jhon panik langsung mendekat.

"Kenapa?"

"Diva ... ." Didi menangis, "tolong selamatkan dia tolong."

Kubawa Didi ke kamar dan membiarkannya tidur, ini terlalu berat dan sepertinya Diva adalah keluarga Didi.

"Juan, aku Dipo sebagai pemilik barbershop di gang kumuh ini mengutusmu untuk mengajariku teknik potong rambut terbaru."


________________________

Kedua temanku memberikan pusaka milik mereka, yang mana pusaka itu kunci untuk pulang. Sekarang dua bilah pedang ditanganku, bersinar terang dan bergerak-gerak, ruangan yang gelap kini dipenuhi cahaya. Padang itu berubah ... menjadi sebuah gunting.

"Ini bantuan terakhir kami. Tidak ada lagi yang bisa diberi, membantumu menangani pasien pun tidak bisa, salonmu terlalu sulit untuk kita masuki. Sekarang, selamatkan Diva, selesaikan tugasmu."

Pukul setengah dua kurang tiga menit pelanggan datang, aku dan Didi sangat yakin itu Diva. Pintu salon kukunci agar tidak ada yang mengganggu, Diva kupersilahkan duduk, tetapi dia menghadap pada Didi dengan pandangan yang tertutup rambut.

"Kak... kak Diva?"

Aku mengambil gunting yang kugantungkan sebagai kalung dan mulai menyugar rambutnya. Kumulai memotong bagian depan agar rambut tidak menutupi pandangan, agar Diva menemukan jalan.

"Diva, namamu bagus sekali, oh ya namaku Dipo, nama itu tidak asing bagimu bukan? Dan ini," aku menunjuk Didi, "dia asisten kecilku."

Diva mengankat wajahnya yang tertunduk, mulai terlihat rupanya dari kaca di depan. Pucat, sangat pucat, matanya merah, bibirnya bergetar seperti menahan tangis. Didi terkejut dengan wajah Diva, sepertinya dia menyadari keberadaan Diva.

"Kak ... dulu sepertinya aku punya kakak perempuan yang sangat sayang padaku. Tetapi semuanya terasa samar, aku hanya ingat ketika di taman kanak-kanak seorang perempuan mengantakkanku. Setelah masuk sekolah dasar aku tidak lagi bertemu dengannya, tidak juga merasa kehilangan ...."

Aku tidak mengganggu Didi, tanganku bergerak memotong rambut Diva dengan pusaka yang diberikan kedua temanku. Kali ini harus berhasil, agar aku segera menemukan jalan pulang dan tidak mengecewakan temanku.

"... akhir-akhir ini ingatanku kacau, ada perasaan takut ketika memulai ditingkat baru, sampai kusadari aku pernah gagal masuk sekolah impian, aku telah mengecewakan seseorang."

"Tidak!" Diva menjerit, rambutnya kembali memanjang, dia bangkit dan menghampiri Didi. Lekas aku melindungi Didi, namun sesuatu yang tak terlihat menghempaskanku. Darah keluar dari mulutku, rasa sakit menjalar disekitar perutku.

"Om!" Did menangis. Tiba-tiba saja rambut Diva kembali kekeadaan semula.

"Dipo ...." Diva mendekat.

"Jangan mendekat! Aku tidak mengenal orang yang kasar!"

"Dipo ...."

Didi menangis sangat kencang dalam pelukanku, sedangkan luka dalam tubuhku memulih dengan sendirinya.

"Dipo ... maafkan kakak."

Diva terduduk dilantai, menangis. Auranya telah berbeda, aku bisa melihat manusia, jiwanya telah kembali.

"Maafkan kakak tidak menempatkanmu ditempat yang terbaik. Seharusnya kakak bisa membayar semua biaya untuk masuk sekolah itu."

"Tidak!"

"Seharusnya kakak memenuhi biasa kompetisimu ...."

"Tidak! Cukup! Tidak bisahkan menyayangiku dengan sederhana saja!"

"Seharusnya guru itu bisa mengajarimu ...."

"Stop!" Didi berlari memeluk Diva, "cukup! Dengan kakak sajs apa tidak cukup? Aku senang mengenal huruf dan angka yang kakak ajari, buah dan sayuran yang kakak bilang baik untuk tubuhku kukomsumsi setiap hari, tidak bisahkan untuk cukuo begini saja? Aku dan kakak bersama?"

"Kakak takut kamu tumbuh sepertiku, tidak mencari ilmu setinggi mungkin. Kakak takut dunia kejam padamu."

"Dunia kejam kak, bisahkan kakak pulang dan melindungiku?"

Diva menatap lekat Didi, adiknya, tangannya mengarahkan tangan Didi pada rambutnya, sedangkan tangan satunya mengambil gunting pusaka yang tergeletak dan menyerahkan pada Didi. Didi mulai memotong, cahaya keluar dari rambut Diva, sangat menyilaukan dan menyakiti mataku.

Perlahan cahaya memudar, padanganku kembali, namun Didi dan Diva tidak lagi disini.

Apakah ini sudah berakhir?


END
Dipo's Last Mission:Eternity, sukmaagrc ©2023
25 Februari 2023

END dulu ya, cerita ini mungkin akan menjadi panjang suatu hari nanti, dan mungkin ini hanya awal petualangan dari Dipo si tukang cukur dengan gunting pusaka yang terbuat dari dua bilah pedang.

Semoga segera bertemu kembali lagi.

Dipo's Last Mission: EternityWhere stories live. Discover now