03

263 26 0
                                    

.

.

Beres makan malam, Naruto dan Hinata mampir ke pinggir pantai tak jauh dari restoran Xanadu. Hinata menatap lautan malam. Begitu hening, begitu menenangkan. Musim panas ini langit sangat cerah. Hinata bisa melihat cahaya-cahaya bintang di langit.

Settt. Naruto muncul dari belakang. Memakaikan jaket yang diambilnya tadi di mobil ke tubuh Hinata. "Dingin?" Naruto memeluk Hinata dari belakang. Perempuan yang dipeluknya itu sedikit menoleh ke belakang. "Huum." Hinata membelai tangan Naruto yang memeluknya.

"Langitnya sangat cantik," ujar Naruto. "Iya." Hinata menyetujui. Naruto sedikit menunduk, memerhatikan wajah Hinata dari samping. "Tapi kau lebih cantik."

Hinata terkekeh pelan. Naruto menyandarkan kepalanya ke kepala Hinata. "Hinata, boleh aku bertanya beberapa hal padamu?"

"Bertanya apa?"

Naruto melepas pelukannya. Ia membalikkan tubuh Hinata agar berhadapan dengannya. "Bagaimana menurutmu selama empat hari ini? Apa kau bahagia menghabiskan waktu denganku?" tanya Naruto. Hinata menyentuh dada bidang Naruto yang ada di hadapannya. "Lima hari," ralatnya yang membuat Naruto mengernyit bingung.

"Sejak kau datang di Inglaterra hari minggu lalu, aku sudah melihatmu." Naruto menaikkan alisnya, terkejut. "Benarkah?" Hinata berdeham. Tangannya bermain-main di dada Naruto. "Kau begitu heboh saat masuk hotel. Bicara dengan para pekerja hotel, begitu ramah dan bersinar."

Hinata tertawa mengingat kejadian lima hari lalu. Naruto juga ikut tersenyum sedikit. Lalu, ia meraih tangan Hinata yang ada di dadanya dalam genggaman. "Jadi, kau bahagia?" Hinata mendongak, senyuman terukir di wajahnya. "Tentu saja. Aku sudah mengincarmu sejak awal."

Alis Naruto terangkat lagi dengan bola mata yang membesar. "Wow. Jadi kau memang menunggu agar bisa dimakan olehku ya, Nona?" goda Naruto. Dug. Hinata memukul pelan dada Naruto dengan tangannya yang lain.

Hinata mengalihkan tatapannya. Semburat merah muncul di kedua pipinya, malu. "Kalau begitu, aku tidak akan membuatmu menunggu." Naruto meraih dagu Hinata. Mencium bibir yang kini telah menjadi favoritnya. Saling mengecup, melumat, memagut, dan menggigit kecil.

Naruto semakin menarik Hinata ke arahnya. Memeluk pinggang Hinata dengan tangannya yang lain. Semakin memperdalam ciuman mereka yang basah. Tangan Naruto tidak bisa diam. Yang satu meremas-remas jari jemari Hinata, sedang yang satu lagi membelai-belai bagian bawah tubuh Hinata.

"Hngh~"

Hinata mendesah tertahan begitu Naruto menepuk pelan pantatnya. "Apa yang kau lakukan?" Hinata menggerutu begitu ciuman mereka terlepas. Naruto melerai genggamannya pada tangan Hinata. Kini kedua tangannya melingkari bagian bawah tubuh Hinata dengan erat.

"Menikmati momen kita." Naruto berbisik pelan. Ia tersenyum memandangi wajah Hinata. Cantik. Tidak henti-hentinya Naruto memuji keindahan Hinata.

"Hinata." Cup. Naruto mencium kening Hinata.

"Bagaimana kalau kita kembali ke hotel?" cup. Naruto mencium hidung Hinata.

"Aku benar-benar ingin mencobanya." Cup. Naruto mendaratkan ciuman singkat di bibir Hinata.

"Mencoba apa?" tanya Hinata. Sebuah seringaian terpatri di wajah Naruto. "Jacuzzi sex." Hinata mendorong pelan badan Naruto. "Tidak. Terlalu memalukan."

Naruto berdecak kecewa. Wajahnya cemberut, semakin memeluk Hinata. "Ayolah, Hinata. Kata Paman Kakashi itu akan seru." rengeknya. "Paman Kakashi siapa?" Hinata mengernyit. "Ada. Kenalanku di Meksiko." Naruto bicara tak acuh. "Kau mau ya? Kita perlu variasi."

Bueno, Cuba [NaruHina]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant