Chapter One 🔞

13.1K 237 20
                                    

Aluna melangkahkan kakinya keluar dari gerbang kampus, matanya melihat kearah arloji jam yang dipakai di pergelangan tangan kirinya, pukul 5 sore. Aluna harus buru-buru, sebentar lagi merupakan jam kerjanya di sebuah cafe ditengah kota, pekerjaan tersebut merupakan mata pencahariannya, untuk membayar apartemen dan makan sehari-harinya. Beruntung, Aluna mendapatkan beasiswa sehingga tak perlu pusing memikirkan uang kuliah dan sebagai tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

***

"Terimakasih telah memesan, mohon ditunggu sebentar pesanan akan dibawa ke meja anda." Aluna menampilkan senyum manisnya, matanya melirik sebentar pada jam dinding yang berada pada salah satu sudut ruangan.

Menghembuskan nafas pelan ketika menemukan bahwa jarum pendek itu mengarah ke arah jam 9, masih cukup lama hingga dirinya dapat pulang, Cafe tutup pada pukul 10 malam dan biasanya selesai beres-beres sekitar pukul setengah 11 atau bahkan pukul 11.

"Ekhem" suara batuk yang dibuat-buat itu menyadarkan Aluna dari lamunannya, astaga jika bosnya tau dirinya melamun saat kerja, tentu Aluna akan kena tegur, kemungkinan terburuk adalah kehilangan pekerjaan.

"Ah maaf tuan, silahkan beritahu saya pesanan anda." Aluna menatap gugup laki-laki didepannya, badan tinggi dan besarnya membuat Aluna terintimidasi. Juga, mata tajam yang meliriknya dari balik kacamata itu menambah kesan mengintimidasi. Rasanya seperti seekor kelinci didepan serigala.

Aluna berusaha tetap profesional dengan menyunggingkan senyum manisnya kepada sang pelanggan.

"Satu Espresso." Aluna mengangguk, hatinya berdegub kencang mendengar suara berat dari balik masker hitam yang digunakan lelaki itu.

"Baik, ada pesanan lagi tuan?" Netra Aluna memandang netra gelap dibalik kacamata itu, tak butuh waktu lama hingga Aluna mengalihkan pandangannya. Laki-laki tersebut menggeleng, membuat Aluna mengangguk mengerti dan memproses pesanan lelaki itu.

"Baik, totalnya xxx, mohon ditunggu pesanan akan dibawa ke meja anda." Ketika tangan Aluna terangkat mengambil uang kertas, tak sengaja kulit tangannya dan laki-laki itu saling bersentuhan, menghantarkan rasa tersengat membuat Aluna dengan cepat menarik tangannya.

Dilain sisi, lelaki itu hanya memandang dalam diam gadis kecil didepannya, bibirnya membentuk seringai dibalik masker yang dikenakannya. Dengan langkah kaki panjangnya, ia berjalan menjauh dari kasir dan mendudukkan diri pada salah kursi kosong.

Sekali-kali netra gelap dibalik kacamata itu memandang gadis kasir yang nampak selalu tersenyum kepada pelanggan yang datang, pegangannya pada benda persegi ditangannya sedikit mengeras, seharusnya senyum manis itu hanya ditujukan untuknya. Hanya miliknya.

Menenangkan diri, laki-laki itu mulai mengangkat benda persegi yang dipegangnya sedari tadi, menyalakan benda pintar itu hingga menunjukan foto wallpaper yang memperlihatkan foto seorang gadis. Gadisnya, yang tersenyum manis pada foto. Senyum manis yang harusnya hanya ditujukkan untuk dirinya, miliknya seorang.

***

Aluna melangkahkan kakinya dengan cepat, sekarang hampir tengah malam dan dirinya harus berjalan menyusuri jalan gelap menuju apartemennya yang berlokasi tak jauh dari cafe tempatnya bekerja. Beruntung terdapat beberapa kendaraan yang lewat sehingga Aluna masih merasa aman untuk berjalan pulang sendiri.

Namun saat ini, perasaan aman tersebut sirna, ketika Aluna merasakan ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Sesekali gadis itu menoleh, tak menemukan seorang pun, hanya saja perasaan di awasi terus dirasakannya membuat perasaannya tidak pernah tenang.

Ketika matanya melihat gedung tinggi tempat tinggalnya, Aluna menghembuskan nafas legah, setidaknya ketika ia sampai di dalam rumahnya, dirinya akan tenang, tak akan ada bahaya yang mengancam, apartemen yang ditempatinya itu seakan merupakan tempat paling aman yang Aluna ketahui.

stalker (END)Where stories live. Discover now