Perjanjian-7

60 5 0
                                    

Sosok itu menatap Heny dan Mila dengan tatapan tajam, seolah ingin marah. Lantunan Do'a semakin nyaring terdengar seiring dengan semakin kencangnya angin yang berhembus. Gempa terasa semakin keras.

"Kalian berdua sudah membuat tempat ini kacau. Pergi kalian dari sini!" ucapnya dengan nada marah.

Gempa semakin keras, sehingga membuat gubuk itu mulai goyah. Mila dan Hendy bergegas pergi, namun tiba-tiba sosok itu memegangi tangan Heny. Tanpa berkata-kata, sosok itu melepaskan gelang tali di tangannya.

"Pergi dari sini!" ucapnya dengan nada membentak.

Di tengah gempa dan angin yang berhembus kencang, Mila dan Hendy berlari dari tempat itu. Di sepanjang perjalanan, mereka melihat banyak orang yang tengah di belenggu dan di siksa. Siksaan itu begitu sadis. Ada sekitar ratusan atau ribuan orang yang di jadikan jembatan ataupun menarik kereta kencana. Ada juga yang di paksa bekerja tanpa henti. Terdengar rintihan kesakitan dan tangis pilu yang begitu mengerikan.

Ketika Heny menengok, dia merasakan dirinya di cambuk dengan keras hingga membuatnya terjatuh. Heny meringis kesakitan. Tangannya mengeluarkan darah karena terkena cambuk yang begitu keras. Mila berusaha membantunya.

"Pergi! Kalian tak perlu ikut campur!" teriak salah satu sosok tinggi besar yang menyeramkan.

"Kak, ayo kita pergi. Jangan pernah menoleh ke belakang," kata Mila sambil membantu Heny berdiri.

Sambil menahan sakitnya, mereka kembali lari. Sementara, gempa semakin keras. Sebagian tanah yang mereka pijak retak, dan nampak kobaran api keluar dari retakannya. Heny dan Mila begitu ketakutan. Mereka berduan terus lari untuk keluar. Gempa semakin keras, dan tampaklah sebuah cahaya putih. Di depan telah berdiri Bu Lasmi.

"Heny, kemari. Cepat!" teriaknya sambil melambaikan tangan.

Melihat itu, Heny dan Mila berlari sekuat tenaga ke arah cahaya putih. Gempa itu semakin keras, dan tanah di tempat itu mulai amblas. Dengan segala upaya, mereka berdua lari menuju ke arah Bu Lasmi. Akhirnya, setelah berusaha payah, pandangan Heny menjadi gelap. Dia jatuh terkapar karena merasa lelah.

Sementara itu, di depan gerbang Desa Mlintang, tampak Hendy dan Tejo tengah berusaha menyadarkan Heny yang pingsan. Kampung itu tertutup kabut hitam. Kabut itu begitu cepat menyebar, sehingga sebagian besar warga di sana tak sempat menyelamatkan diri.

Tampak sebagian orang berusaha menghindari kabut itu, namun akhirnya mereka terkapar di jalanan desa itu. Rupanya, kabut hitam itu membunuh semua orang di desa itu.

Sementara itu, Ki Wongso dan dua orang kyai tengah berdiri sambil membaca do'a. Sambil membaca mantra Ki Wongso langsung menancapkan sebuah tongkat kayu berwarna emas tepat di depan gerbang Desa Mlintang dengan sekuat tenaga.

Setelah tongkat itu di tancapkan, tampak cahaya putih menyilaulan dan terjadilah ledakan besar. Ledakan itu menyebabkan tanah di desa itu amblas dan tertimbun longsoran dari tebing yang berada di atasnya. Suara gemuruh itu terdengar begitu keras, dan dalam sekejap Desa Mlintang itu telah rata dengan tanah seiring hilangnya sinar putih yang menyilaukan itu.

"Syukurlah, selesai sudah beban beratku," katanya dengan senyum puas.

Dan, Ki Wongso langsung tergeletak lemas. Kedua ulama itu segera memberikan pertolongan. Sementara itu, Heny telah sadar. Perlahan dia membuka matanya, dan dia melihat kelima temannya.

"Syukurlah, Lo udah bisa keluar dari tempat itu," kata Dinda sambil memeluknya.

Heny menengok ke sekitar. Dia tak melihat Mila, gadis yang keluar bersamanya. Selain itu, dia juga tak melihat Bu Lasmi, orang yang sudah menunggunya tadi.

Kumpulan Cerpen HororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang