Jatuh

3 0 0
                                    

Aku merasakan nyeri yang begitu sakit di sekujur tubuhku, terasa seperti aku telah dihantam oleh benda keras. Aku perlahan melihat cahaya yang sangat terang mencoba menembus pertahanan mataku yang kian lama terbuka perlahan. Tiba-tiba saja air mataku keluar tanpa sebab, seakan ada hal menyakitkan yang terjadi padaku sebelum ini. Aku pun mencoba menegakkan tubuhku dan kudapati ruangan kecil yang penuh dengan debu. Aku merasa seperti berada di dunia yang berbeda.

“Kamu sudah bangun ternyata. Midi … dia sudah bangun,” teriak seorang pria dengan kacamata bulatnya.

“Benarkah? syukurlah kalau begitu. Sekarang kau adalah adikku,” ujar seorang pria yang bernama Midi itu.

Kakak? Bukankah aku anak tunggal? Ah tidak, aku memang punya kakak yang sombong dan menyebalkan. Tapi siapa dia yang mengaku-ngaku sebagai kakakku?, ujarku dalam hati.

“Kenapa wajahmu terlihat bingung? Ya wajar sih, kamu habis bunuh diri? Atau kecelakaan?,” ujar pria yang bernama Midi itu.

“Ha, maksudnya?” ujarku karena tak memahami arah pembicaraannya.
“Sudahlah, nanti kau juga paham sendiri. Siapa namamu?” ujarnya sambil mengelus rambutku

“Mica. Tunggu, kenapa kau adalah kakak ku?” ujarku saat mereka berdua akan meninggalkan ruangan.

“Karena aku ingin,” jawab Midi singkat.

Malam itu, aku mencoba berdiri dan keluar ruangan yang sesak itu. Angin malam yang sangat dingin namun menyenangkan, sepertinya itu adalah malam yang selalu ku nantikan. Malam yang memenuhi senyum di hatiku, tidak ada tekanan, tidak ada ucapan kasar, tidak beban dalam hatiku.

Tapi bagaimana aku bisa disini ya? Apa jangan-jangan kecelakaan itu membuatku hilang ingatan terus aku ditemukan oleh orang aneh tadi?, ucapku dalam hati.

Sesaat aku menyadari bahwa orang aneh itu duduk di ujung teras rumah kayu itu.
“Kau baik?” tanyamya.

“Ya, begitulah.” Aku yang masih belum memahami situasi yang aneh ini pun menghampirinya, “Emm, sebenarnya apa yang terjadi? Siapa kau? Hish.. banyak sekali pertanyaan yang ingin ku tanyakan, tapi itu dulu deh” tanyaku dengan wajah serius.

“Huft, teman-teman keluarlah ..!” ujarnya secara tiba-tiba.

Kemudian, beberapa orang memenuhi sisi lain teras rumah yang hanya diterangi satu lampu yang cukup terang.

“Siapa mereka?” tanyaku pada Midi.

“Kau, aku, kita semua adalah orang-orang yang telah jatuh,” ujar salah seorang pria. Ya itu adalah pria berkacama bulat tadi, “kenalin aku Fero.”

Aku hanya mengangguk dan memandang ke arah Midi yang berdiri menghampiriku yang masih terduduk.

“Kau ingat tapa yang terjadi padamu sebelumnya bukan? Entah itu kecelakaan, bunuh diri, korban pembunuhan,, ya.. hal-hal yang menandakan bahwa kita telah jatuh dalam dunia yang … aneh menurutku. Aku bukan orang yang mudah menjelaskan keadaan ya, tapi kau harus segera memahami situasi darurat ini agar kita  bisa segera meninggalkan tempat ini,” tutur Midi sambil menepuk pundakku.

“Mmm, yang aku ingat bahwa aku mengalami kecelakaan dan setalah itu aku berada disini,”

“Ya. Mica nasib kita semua hampir sama. Jadi ini adalah dunia bagi orang-orang yang mengalami hal sama denganmu. Di dunia kita sebelumnya, mungkin kita sudah mati atau mungkin masih koma. Jadi kami memutuskan untuk mencari jalan keluar dari dunia ini dan menjalani kehidupan normal seperti sebelumnya,” jelas seorang Wanita yang terlihat lebih dewasa dari pada aku. Anehnya matanya yang hitam dan senyumnya yang ramah itu membuatku menjadi lebih tenang daripada sebelumnya.

JurnalWhere stories live. Discover now