Part 2

2.1K 385 59
                                    

Awas typo menodai mata!
Selamat membaca

-
-
-
-
-
-
-

Aurengga dan Amaya berjalan di depan, sedangkan Luca berjalan di belakang. Dia sengaja berada di belakang tubuh tegap sang kakek, agar tidak ada yang melihat keberadaannya Luca takut.

Suasananya hening dan sepi, mansion ini terlihat seperti rumah kosong. Berbeda dengan mansion kakeknya di Luksemburg, yang terasa hangat dan nyaman. Mereka sampai di ruang keluarga, di sana hanya ada putri semata wayangnya Aerin bersama dengan Diandra istri dari kakak iparnya. Jackson Demian.

"Loh ayah-ibu!!!" pekiknya kaget karena melihat keberadaan kedua orang tuanya.

Aerin berdiri dan hendak mendekat, tapi Aurengga langsung mengangkat tangan kanannya memberi instruksi agar putrinya itu tidak mendekat.

"12 tahun ini kau kemana saja?" suara yang terdengar datar itu membuat jantung Aerin berdetak dua kali lebih cepat. Dirinya memang sudah lama tidak menemui kedua orang tuanya di Luksemburg, dia akui dia salah.

Aerin menunduk saat merasakan aura kemarahan sang ayah. " Maafkan aku ayah, aku memang salah ta-tapi aku memiliki alasan kuat yang membuat ku tidak mengunjungi ayah dan ibu di Luksemburg."

"Kau tega dengan kedua orang tua mu Aerin, bukan hanya itu saja. Kau juga tega kepada seseorang."

Aerin semakin menunduk, dia sangat merasa bersalah setelah mendengar ucapan sang ayah. Tapi seseorang, siapa yang ayahnya maksud.

"Apakah kemewahan yang suami mu berikan membuat mu lupa diri." ucap Aurengga kembali.

Aerin menggelengkan kepalanya dengan cepat, tidak. tidak seperti itu, dia ingin menjelaskan alasannya namun saat mendengar helaan nafas ayahnya dia jadi ragu, Aerin tahu ayahnya jika sudah marah sangat sulit untuk mendengarkan ucapan orang lain.

Aurengga menghela nafasnya pelan, kemudian menyuruh Amaya untuk memanggil Luca yang sedang bersembunyi di belakang tubuhnya.

"Sayang ayo keluar."

Aerin langsung mendongak, begitupun dengan Diandra yang kebingungan saat Amaya berbicara. Sedangkan Luca menggelengkan kepalanya ribut, dia tidak mau. Dia takut kedua perempuan di depan sana menolak kehadirannya.

"Ibu berbicara kepada siapa?" tanya Aerin, bukannya menjawab Amaya hanya tersenyum lembut kearah putrinya.

"Tidak apa sayang, semuanya akan baik-baik saja." bujuk Amaya kembali sampai akhirnya Luca menampakkan dirinya perlahan-lahan.

Luca menunduk sambil memilin ujung bajunya. Dia terlalu gugup dan takut, bagaimana jika mereka tidak suka dengannya.

Deg

Waktu seolah berhenti, Aerin kehilangan pijakannya. Tubuh itu terduduk kaku dengan kedua lutut menjadi tumpuan. Melihat seorang anak yang begitu mirip dengan putra ketiganya membuat Aerin kehilangan akal.

"Ucapkan hallo kepada Mama mu sayang." suruh Amaya kepada Luca yang mengangguk patuh.

"Hallo." Luca mendongak sambil berucap pelan, namun karena mansion begitu hening membuat suara Luca terdengar menggema.

Jantung Aerin kembali berdetak dua kali lebih cepat. Kedua matanya berkaca-kaca, wajah yang terlihat lembut dan halus, kedua mata yang menyorot penuh ketenangan membuat dada Aerin sesak. Sedangkan di sisi lain Diandra berdiri dengan raut wajah syok, seolah-olah melihat sebuah keajaiban.

Tubuh Aerin gemetar, nafasnya terdengar tidak teratur sampai akhirnya jeritan pilunya terdengar menggema di mansion besar tersebut. Istri Helios Demian itu menangis meraung-raung melihat sosok yang selama ini telah dia anggap mati.

"Maafkan saya tuan nyonya, bayi yang satu ini memiliki kondisi jantung bawaan yang lemah, kemungkinan hanya akan bertahan sampai usian 5 tahun. Tapi tuan dan nyonya tidak perlu terlalu cemas, ini hanya perkiraan kami karena kuasa Tuhan tidak ada yang tahu."

Aerin masih ingat dengan jelas perkataan dokter yang menanganinya 12 tahun yang lalu, rentetan kata-kata yang di ucapkan dokter tersebut seperti sayatan pisau yang melukai setiap inci hatinya.

Alasan dia dan yang lainnya tidak pernah menemui kembaran Lino karena mereka takut, jika mereka menyayangi bayi mungil itu mereka akan merasakan sakit yang luar biasa saat kehilangannya.

Lino Milagro Demian, kembaran Luca Mikelle Demian Oswald.

Dia masih ingat bagaimana wajah mungil itu terpejam, bayi yang tidak menangis saat di lahirkan dan memiliki ukuran badan yang kecil dengan jantung bawaan yang lemah. Sehingga mereka memilih egois untuk tidak pernah berurusan dengan bayi kecil itu.

"Aku tidak akan menggendongnya."

"Biarkan dia di rawat oleh babysitter saja, aku tidak bisa memberikannya asi."

"ORANG-ORANG BRENGSEK! JANGAN SENTUH CUCU KU KALAU KALIAN TIDAK MAU MERAWATNYA BERIKAN SAJA DIA KEPADA KU! AKU MASIH SANGGUP MERAWAT SATU ANAK!"

Aerin semakin terisak saat mengingat betapa kejamnya dia sebagai seorang ibu karena menelantarkan anak terakhirnya.

Sedangkan Amaya menitikkan air mata saat melihat putrinya menangis pilu, begitupun dengan Diandra yang kini menunduk sambil membekap mulutnya. Dia juga sama dengan Aerin, merasa sangat berdosa kepada bayi yang mereka telantarkan 12 tahun yang lalu.

Melihat bayi mungil itu tumbuh menjadi anak kecil yang menggemaskan membuat dada mereka sesak, bukan karena mereka menyesal dengan pertumbuhan Luca tapi karena mereka merasa bersalah telah mengabaikannya.

Aerin mendongak dengan keadaan yang masih terisak, dia berdiri dan berlari tergopoh-gopoh kearah Luca. Dia memeluk tubuh kecil Luca dengan erat, suara tangisannya semakin keras saat menyentuh tubuh sang anak.

Sedangkan Luca, dia hanya terdiam mematung merasakan dekapan hangat dari perempuan di depannya.

"Maaf hiks maafkan aku hiks..."

"Maafkan aku hiks tolong maafkan aku hiks!!!"

Aurengga menarik Luca ke belakang tubuhnya, kemudian menatap datar kearah Aerin. Biarlah putrinya ini sedikit menderita, walaupun dia tahu jika Luca tidak mungkin membenci ibunya. Sejauh ini Aurengga sadar jika cucu bungsunya ini berbeda, alih-alih membenci keluarganya. Anak ini malah tersenyum jika ditanya tentang kedua orang tua , Luca ini memiliki hati yang luas dan pemaaf.

"Luca gak benci Papa-Mama, Luca cuma takut kalau ketemu mereka. Luca kan udah di buang, kalau Luca pulang nanti mereka marah."

Dulu Aurengga pernah berjanji untuk mengajari cucunya naik sepeda, tapi karena pekerjaan yang mendesak dia harus terbang ke Belgia selama satu bulan. Saat kembali ke Luksemburg dia pikir cucunya akan marah, tapi Luca malah menyambut kepulangannya dengan senyuman manis.

"Mama."

Tbc

Please vote dan komen

LUCAWhere stories live. Discover now