4. Terlalu cepat

2.1K 256 6
                                    

Zhang Hao menatap heran pemuda asing di depannya.

"Iya?"

"Ah, ternyata aku salah orang maaf." Ucap Hanbin sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Zhang Hao mengangguk paham.

"Jika kau mencari seseorang aku rasa dia tidak disini, karena tidak ada seorang pun disini selain aku."

Hanbin tau itu, karena keadaan rooftop gedung kelas 10 sangat sepi hampir setiap hari Zhang Hao latihan biola disitu.

Jangan ubah apapun

Astaga, betapa bodohnya ia bisa melupakan hal sepenting itu. Seharusnya sekarang ia belum bertemu dengan Zhang Hao.

"Kalau begitu aku permisi dulu." Ucap Hanbin sambil menahan air mata yang sendari tadi nyaris keluar. Zhang Hao sosok yang ia rindukan selama ini hanya mengangguk membalas ucapan Hanbin.

Sebelum benar-benar pergi Hanbin mencuri pandang pada jari-jari Zhang Hao yang tengah memegang biola.

Ah kebiasaan batin Hanbin.

Alih-alih pergi dia malah berjalan mendekati Zhang Hao. Hanbin meraih plester di sakunya dan memberikannya pada Zhang Hao.

"Kau anak eskul musik kan? Kau harus lebih berhati-hati ketika memainkan biola mu."

Zhang Hao membulatkan matanya. "Terima kasih...Sung Hanbin." Ucapnya sambil menerima plester dan membaca name tag Hanbin.

Hanbin mengangguk lalu pergi menjauh dari sana.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah insiden bertemu dengan Zhang Hao, Hanbin langsung pergi ke UKS. Emosinya sangat tidak stabil saat ini, mustahil dia akan menyerap pelajaran selanjutnya. Intinya, dia sedang bolos.

Beruntung, aktingnya sangat meyakinkan dokter di UKS itu. Saat ini Hanbin sedang berbaring di salah satu ranjang, menahan sekuat tenaga air mata yang tak terbendung lagi.

Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa ia dibiarkan untuk merasakan hal yang sama lagi?

Setiap mengingat Zhang Hao hatinya terasa berdenyut sakit. Dia gagal menahan air mata dan menangis dalam diam.

"Lo kenapa bin...woilah serius ini lo kenapa?" Ricky yang baru datang untuk melihat keadaan Hanbin malah dikejutkan dengan melihat anak itu yang menangis tanpa suara.

Ricky membangunkan Hanbin lalu mengusap punggungnya secara konsisten. Aneh, tidak biasanya Sung Hanbin menangis. Biasanya dia akan terlihat kuat meski masalah besar atau kecil menghampirinya. Udah tahan banting lah istilahnya.

Setelah beberapa menit berlalu Hanbin akhirnya berhenti menangis. Ricky mengambilkan minum untuknya. "Makasih..." ucap Hanbin dengan suara parau.

"Kalau ada masalah cerita dong, jangan bikin panik begini." Ucap Ricky sewot. Hanbin menggeleng.

"Aku hanya merasa kaki ku bekas kemarin kembali sakit." Bohong, bukan kakinya yang sakit tapi hatinya.

"Akting lo jelek, kenapa dokter tadi percaya ya?" Damn, Ricky benar-benar mengenalnya dengan sangat baik.

"Ric, gue ketemu dia lagi." Jawab Hanbin. Ricky berpikir sejenak.

"Siapa?" Tanyanya bingung. Pasalnya Sung Hanbin tidak punya mantan atau orang yang pernah membully nya.

"Zhang Hao, 10 IPA 7" Ricky makin bingung karena Hanbin tidak pernah terlihat berinteraksi sekalipun dengan orang yang memiliki nama itu.

"Emangnya kenapa kalau ketemu Hao?"

"Dia kan yang ngebuat gue..." Hanbin menghentikan kalimat yang akan dia ucapkan. Benar, sekarang kan 12 tahun yang lalu. Ricky belum mengenal Zhang Hao.

"Wah, Zhang Hao si anak aneh yang sering membawa biola itu kan?"

Hanbin mengangguk lesu.

"Dia kan bukan tipe lo. Tapi gue denger dia bakal tampil di pembukaan MPLS nanti."

Pembukaan MPLS, harusnya interaksi pertama mereka disana bukan tadi. Harusnya dia memberikan plester itu disana bukan tadi. Apa-apaan ini, tanpa sengaja Hanbin sudah mempercepat kejadian yang akan terjadi.

Namun, dipikir lagi sekarang juga dia sudah merubah alur, seharusnya sekarang dia dan Ricky di kelas sedang belajar. Bukan, bolos disini.

Keringat dingin mulai membasahi tengkuk Hanbin. "Ric, balik yuk pelajaran pak Jang kan penting." Ajaknya. Lalu ia mulai bergegas memakai kembali sepatunya.

Ricky yang kebingungan hanya mengangguk dan mengikuti langkah cepat Hanbin.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Apa kakak sudah gila?" Gyuvin melipat kedua kakinya di atas kasur Hanbin. Dia menatap orang yang tengah duduk di kursi dengan kepala yang diletakkan diatas meja belajar.

Pose yang menyedihkan - Gyuvin

Yang lebih muda hanya bisa memijat pelipisnya. Kakak kelasnya ini tanpa sengaja telah melakukan hal yang sangat ia larang.

"Vin, lo pernah mikir gak kenapa kita bisa kesini?"

"Gue juga bingung, dari banyaknya waktu kenapa harus pas gue SMP."

Tiba-tiba Hanbin teringat ucapan Ricky di sekolah tadi. "Lo pernah punya hal yang disesali semasa SMP?"

Gyuvin berpikir sejenak. Ia sedang berusaha mencari hal apa yang dimaksud Hanbin. Namun, nihil dia tidak memilikinya.

"Paling cuma kucing gue yang mati udah itu doang." Hanbin mengangguk kan kepala. Berarti bukan itu alasan mereka berada disini.

"Kalau lo? Ada penyesalan di hidup lo?"

Hanbin terdiam. Tentu saja dia memiliki banyak penyesalan tetapi terjadinya bukan sekarang. 2 tahun lagi baru akan terjadi ketika ia menginjak kelas 12.

Benar, alasan kita berada disini untuk menghindari penyesalan itu - Hanbin

"Sekarang gue paham polanya kita disini untuk mengubah kesialan di hidup kita." Gyuvin memperhatikan kakak kelasnya yang terlihat antusias.

"Apa kau gila? Bagaimana kalau kita malah memperburuk semuanya. Jangan gegabah keberadaan kita disini sangat ganjil."

Hanbin menggigit bibir bawahnya. "Gyuvin bagaimana kalau kita disini memang untuk mengubah hal yang kita sesali?"

Gyuvin menggeleng. Ia tidak setuju. Bagaimana kalau perubahan yang mereka lakukan justru memperburuk semuanya?

"Jangan asal menyimpulkan."

"Lalu kalau menurut lo merubah alur itu berbahaya kenapa lo kesini? Harusnya lo dan gue gak kenal kan? Secara gak langsung kita melakukan perubahan itu."

Gyuvin menatap sengit laki-laki di depannya. "Terserah lo mau gimana yang jelas gue bakal cari cara biar kita balik ke masa depan lagi dan sebaiknya lo hati-hati jangan sampai lo..."

Ucapan Gyuvin terputus karena dia melihat pemuda tinggi berambut pirang yang tengah berdiri di depan pintu kamar Hanbin yang terbuka.

Hanbin yang bingung dengan tatapan kaget Gyuvin pun langsung menoleh kebelakang.

Disitulah Hanbin dapat melihat dengan jelas Ricky yang menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan oleh Hanbin.

To Be Continue...

Manifesting-HaobinWhere stories live. Discover now