Sejajar dengan pengorbanan

206 15 10
                                    

Perkelahian itu akhirnya harus terhenti dengan tatapan mata tajam para pelaku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Perkelahian itu akhirnya harus terhenti dengan tatapan mata tajam para pelaku. Mereka kini kembali ke dalam ruangan rumah keluarga Wiguna. Bian yang duduk dengan emosi yang masih memuncak. Ikal yang sudah terluka cukup parah pun masih bertahan di ruangan itu.

Jeff dan Genta duduk di samping Bian guna menenangkan laki-laki itu. Erlan  bahkan sudah membawa kotak p3k yang segera dia serahkan pad Dante. Remaja itu cukup membenci keberadaan Ikal tetapi tidak tega melihat orang itu terluka parah.

"Sekarang gimana mau Lo?"
Tanya Genta mengarah pada Arin yang terlihat menunduk dengan menahan air mata. Perempuan itu menatap ragu ke arah sang calon suami.

Pembicaraan itu berlangsung cukup lama. Ada tangis dan sakit yang dirasakan orang-orang yang bersangkutan. Hingga akhirnya keputusan akhir itu lah yang menjadi penyelesaian masalah.

Kini suasana ruangan keluarga Wiguna sudah sangat lengang. Bian sudah pulang, begitu pula Ikal yang harus di bawa ke rumah sakit karena perlu mendapatkan perawatan yang benar.

Arin sudah diantarkan kembali ke rumah utama Wiguna oleh adiknya. Kini Shakila masih terdiam di depan halaman rumah Arin. Perempuan itu merasa bersalah karena kejadian yang dulu menimpa Arin itu terjadi karena ulahnya.

"It's not your fault. Mau pulang?"
Tawar Geisha. Perempuan itu dan suaminya Genta masih menunggu Shakila. Shakila akhirnya mengangguk dan berjalan masuk ke dalam mobil.

Perginya mobil itu pun tak luput dari keberadaan Naren yang berjalan keluar setelah memastikan Erlan bisa menangani sang kakak. Dante yang ada di sebelahnya pun tidak banyak bicara.

"Gue ngga nyangka ternyata masalah orang dewasa itu rumit juga".
Ucap Dante yang berjalan ke arah motornya. Cowok itu cukup pusing melihat kejadian dramatis tadi.

"Semakin dewasa, semakin banyak keputusan yang mereka ambil Dan. Kamu akan merasakannya nanti".
Naren berucap singkat.

"Huftt, gue ngga akan ngambil resiko besar buat kebahagiaan hidup gue Ren. Cari aman aja".
Perkataan itu membuat keduanya terkekeh pelan. Temannya dan zona nyamannya.

"Mana Minggu besok ujian kelulusan. Gue harap tangan Lo cepet sembuh sebelum tanding. Udah lama gue ngga main bareng Lo".
Dante mengenakan helm miliknya.

"Saya harap juga".
Jawaban singkat Naren membuat Dante segera menyalakan mesin motornya.

"Buruan naik, gue anter pulang".
Dante menawarkan. Namun gelengan dari Naren membuat Dante menghela nafas.

"Rumah kita ngga searah Dan. Kamu bisa pulang dulu. Saya akan pesen ojek online".

"Lo kayak sama siapa anjir, ngga sampe nyebrang pulau juga rumah Lo. Udah buruan".
Setelah mengucapkan itu, suara deringan ponsel milik Naren membuat cowok itu segera mengangkatnya.

"Iya Bu,"
Beberapa kali obrolan terucap dan akhirnya Naren mematikan sambungan telepon itu.

"Ibu minta saya belanja dulu. Kamu ngga mungkin nungguin saya belanja kan?"
Dante mengangguk. Dia mengalah kali ini.

"Kabarin kalo ada apa-apa. Gue pulang dulu".
Kepergian Dante segera membuat Naren berjalan keluar dari area rumah Erlan. Satpam penjaga rumah itu pun mengangguk saat melihat Naren berjalan keluar.

Naren harus berjalan sekitar beberapa meter sebelum menuju ke supermarket terdekat. Ibunya bilang, ada beberapa bahan kue yang harus segera dibeli. Jadi Naren memutuskan akan memesan ojek online setelah selesai belanja.

Selama perjalanan, Naren teringat atas perbuatannya tadi pada Shakila. Dia sudah cukup banyak memberikan harapan pada perempuan itu. Naren hanya berharap dia bisa merasa pantas untuk bersanding dengan perempuan itu sebelum terlambat.

Puas dengan pemikirannya, Naren cukup terkejut ada sebuah mobil yang berhenti tepat di sebelahnya. Mobil yang sepertinya pernah dia lihat. Pemilik mobil itu segera keluar dan hal itu membuat Naren berwaspada.

"Kak.."

"Gue bukan kakak Lo anjing!"
Teriak laki-laki itu membuat Naren cukup terkejut.

"Gue udah kasih peringatan buat Lo, tapi kayaknya Lo tetep ga ngerti ya".
Laki-laki berucap sambil berkacak pinggang. Ada emosi yang tertahan di sana.

"Saya ngga bisa ngelakuin itu".
Ucap Naren tanpa rasa takut.

"Punya apa Lo berani deketin Sha. Gue udah kasih peringatan, gue bisa bikin keluarga Shakila benci sama Lo. Mereka ngga akan pernah setuju sama kedekatan kalian".
Gertakan itu sudah pernah Naren dapatkan beberapa waktu lalu ketika kejadian kebakaran yang menimpa dirinya.

Hasilnya benar adanya, Kakak dari Shakila itu memang tidak menyukai dirinya. Apalagi setelah ini.

"Lo masih mau bertahan dengan keadaan Lo yang ga sempurna ini. Lo bahkan ngga punya apapun Naren".
Tatapan meremehkan itu membuat Naren rasanya ingin berteriak marah.

"Mbak Shakila ngga pantes dapet laki-laki seperti kakak".

Bughh

Pukulan diberikan laki-laki itu terhadap Naren. Naren yang tidak siap tersungkur diantara jalanan beraspal itu.

"Punya nyali juga Lo. Mau gue buat hidup Lo lebih menderita?"
Laki-laki itu berjalan mendekat ke arah Naren yang sudah tersungkur. Tatapan matanya terlihat seperti iblis yang memiliki niat sangat jahat.

Belum sempat Naren dapat mencerna maksud laki-laki itu, tindakan selanjutnya membuat Naren mengerang cukup keras.

Laki-laki itu menginjak tepat pada tangan kanan Naren yang masih terbalut gips. Hal itu membuat rasa nyeri menjalar cukup kencang di seluruh tubuh Naren.

Laki-laki itu terus menekan hingga rasanya tangan Naren lebih parah daripada saat pertama kali mendapatkan patah tulang ini.

"Ini baru peringatan Naren. Gue bisa lakuin yang lebih parah lagi".
Laki-laki itu pergi menaiki mobilnya, meninggalkan Naren yang mengerang kesakitan.

Naren tidak menyangka bahwa dia harus mendapatkan rasa sakit ini untuk bisa sejajar dengan perempuan yang membuatnya tertarik. Apakah dia bisa bertahan.

Dia meraih ponsel di saku celananya dengan susah payah. Menekan nomor Dante untuk menghubungi cowok tersebut.

Beberapa kali nada dering tersambung, tetapi Dante tidak juga menjawab. Mungkin temannya itu masih dalam perjalanan pulang.

Berusaha berdiri, Naren hanya bisa duduk bersandar pada pinggiran trotoar. Dia tidak ingin menelpon ibunya dan membuat khawatir wanita yang dia sayang itu.

Hingga sebuah cahaya lampu dari sebuah mobil yang berhenti tepat di depannya membuat Naren menghalangi matanya karena sangat menyilaukan. Seorang laki-laki keluar dari mobil tersebut. Menatap Naren dengan datar tanpa tau apa maksudnya.

°°°

Bagian 34

Cukup lama ngga update

Butuh inspirasi

Happy Reading

Ziii

Falling Into You [END]Where stories live. Discover now