Sepuluh

266 40 10
                                    

Untuk sesaat hanya ada keheningan.

Tidak ada tanggapan dari Win, pemuda itu hanya diam seraya memandang Bright.

"Win, maafin gue." Bright meraih tangan Win dan menggenggamnya.

"Kenapa harus gue? Apa gue terlihat gampang buat dijadiin bahan gabut kalian?"

Win bertanya dengan datar, tidak ada emosi atau bahkan nada tinggi.

Bright menggeleng keras, seolah mengatakan bahwa apa yang Win katakan itu tidak benar.

"Gue akui kalau kita salah waktu itu, dan setelah beberapa hari dari itu Gulf minta gue akhiri semuanya." Sejenak Bright menggantung perkataannya. Lelaki itu menunduk dalam seakan merasa begitu bersalah. Lalu Bright melanjutkan perkataannya dengan suara lirih, "tapi gue nolak permintaan mereka."

Bright kembali mengangkat wajahnya, ia menatap Win dengan lekat sehingga Win dapat melihat pancaran mata lelaki itu.

Permohonan dan penyesalan.

Win dapat melihat itu dari netra Bright. Begitu kentara dan mudah dilihat.

Melihat itu bibir Win melengkung membentuk senyum lembut yang membawa rasa hangat dalam hati Bright.

"Kenapa, Bright?"

Ditanya seperti itu membuat Bright gugup. Ia menimbang dalam hati. Haruskah ia beritahu alasannya pada Win atau tidak.

"Karena gue telanjur nyaman dengan adanya lo di hidup gue. Karena gue takut kehilangan lo. Gue tahu kalau gue egois. Tapi itu semua semata karena gue belum siap ditinggalkan, gue gak akan pernah siap buat itu, Win. Makanya gue selalu ulur waktu buat cerita semuanya sama lo."

Lagi, Bright menunduk. Ia tak kuasa memandang Win.

"Lalu apa sekarang lo udah siap kehilangan gue?"

"Enggak! Gue gak pernah siap, Win. Gue cerita gini karena gue mau memulai lembaran baru bareng lo. Biar gak ada lagi kebohongan di antara kita. Gue mau kita dekat bukan karena dare atau paksaan."

"Sebagai apa? Lo nyaman dekat sama gue sebagai apa?"

Bright diam. Pertanyaan Win kali ini membuat Bright membisu. Ia dibuat menyelami perasaan yang ia rasakan ketika bersama pemuda itu.

Kebisuan Bright rupanya menghadirkan sebuah senyuman di wajah Win. Seolah ia mengerti dengan kebingungan yang dirasakan oleh Bright.

"Coba lo tanya sama diri lo sendiri, perasaan apa yang lo punya buat gue. Coba yakini hati lo sendiri sebelum membuat gue yakin. Lo gak mau buat gue kecewa lagi 'kan?"

"Tapi Wi–"

"Jangan terlalu gampang menyimpulkan sesuatu. Bisa aja apa yang lo rasakan bukan cinta, lo takut kehilangan orang yang membuat lo nyaman, bukan kehilangan orang yang lo cinta. Semua masih terlalu dini untuk disimpulkan. Masih terlalu semu, Bright."

Win mengelus bahu Bright yang saat ini masih terdiam. "Tenang gue gak akan ninggalin lo. Katanya lo mau mulai dari awal 'kan? Kalau gitu ayo kita mulai dari  berteman. Kita bangun pelan-pelan perasaan yang kita punya. Lo yakinin hati lo, setelah itu lo bisa yakinin gue. Selama itu gue gak akan pergi, gue akan selalu berada di samping lo."

Bright memandang Win, menatap lekat-lekat netra pemuda itu. Sebelum akhirnya mengangguk setuju.

"Ayo kita berteman."

Lagi-lagi Win tersenyum, entah sudah berapa kali ia tersenyum di hari ini. Yang jelas ia memutuskan untuk mulai membuka diri.

Dan ia harap keputusannya tidak akan membuat dirinya terluka suatu hari nanti.

Win sudah terlalu lelah sendirian. Entah sejak kapan ia membutuhkan seorang teman. Jadi jika satu orang masuk ke dalam hidupnya, Win rasa itu bukan hal yang buruk.

Meskipun konsekuensinya adalah hatinya bisa saja terluka dan kecewa, ia tetap membiarkannya. Dia tahu kapan waktu untuk berhenti.

Setelah membicarakan hal yang serius, akhirnya mereka memilih untuk duduk santai di pinggir danau, menikmati pemandangan indah di hadapan mereka.

Ah, tidak hanya Win yang memandang keindahan danau di hadapannya, sedangkan Bright merubah posisi duduknya menjadi berbaring dengan kepala ia tumpukan pada pangkuan Win.

Ya, Bright lebih memilih memandang keindahan wajah Win. sesekali kepalanya dibelai oleh Win. Sehingga membuat Bright semakin nyaman dalam posisi itu.

Sentuhan lembut Win mampu menghadirkan rasa kantuk pada Bright. Kelopak mata lelaki itu perlahan menutup.

Bright terlelap.

Win melirik ke arah Bright kala ia mendengar suara napas Bright yang teratur.

Jangan buat gue kecewa ya?

Jangan buat gue menyesal karena salah mengambil keputusan.

Jangan ya?

Kemudian setelahnya Win menyandarkan kepalanya pada pohon di belakang mereka.

Ia sedikit mendongak untuk melihat langit. Lalu sebuah senyum tercipta di bibir pemuda itu. Win tersenyum, tetapi netranya terlihat hampa.

Perlahan Win ikut terpejam. Entah karena lelah fisik atau hatinya.

Win terbangun ketika ia merasakan ada seseorang yang menepuk pipinya. belum sempat Win sepenuhnya sadar, ia sudah dibawa ke dalam pelukan hangat.

"Win, tenang ada gue," ucap Bright lembut seraya mengelus kepala Win.

Win bingung, ia sibuk mencerna apa yang terjadi hingga Bright sampai mengatakan hal itu.

Sampai akhirnya ia menyadari bahwa pipinya basah.

Apa dia menangis dalam tidurnya?

Tapi apa yang ia tangisi?

Sejujurnya Win ingin menanyakan alasan kenapa Bright sampai mengatakan hal itu. Namun, ia memilih untuk tidak melakukannya.

Hari sudah mulai gelap, Bright dan Win pun mengemasi barang bawaan mereka dan bersiap untuk pulang.

"Nanti kita ke sini lagi ya, di sana ada lapangan yang cukup luas. Nanti kita main layang-layang di sana. Selain itu gue mau nunjukin tempat rahasia gue di sini," ujar Bright seraya menunjuk ke arah padang rumput yang tidak terlalu besar.

Win hanya mengangguk sebagai jawaban.

Setelah itu mereka benar-benar pergi, meninggalkan danau yang mulai kehilangan mataharinya. Hanya menyisakan kegelapan dan angin yang bersemilir dingin.

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mereka sampai di rumah Win.

Bright awalnya ingin mampir, tetapi ia langus ingat dengan janjinya dengan sahabat-sahabatnya. Jadi Bright hanya mengantar Win sampai depan rumahnya.

Lelaki itu pergi setelah sebelumnya berpamitan pada Win dan mengusap puncak kepala Win.

Win memandang kepergian Bright dengan senyuman.

Langkahnya ia bawa masuk ke dalam. Saat ia baru akan membuka pintu rumahnya, pintu itu sudah lebih dulu terbuka.

Tidak sampai di situ, setelahnya Win dibuat terkesiap ketika melihat siapa orang di balik pintu itu. Di sana ada seorang pria paruh baya.

"A-ayah."

TBC..

Update lagi🤍

Semoga suka, jangan lupa vote dan komennya yaa

Ry, Minggu 12 Maret 2023



Bumantara Chandra [ TAMAT ]Where stories live. Discover now