25

172 29 0
                                    

"Bright, mama sama papa akan resmi berpisah. Kamu mau tinggal bareng mama atau papa?"

Pertanyaan itu diucapkan dengan suara yang lembut, tetapi tetap saja dampaknya tidak biasa.

Hati Bright hancur, pertanyaan yang paling Bright takuti akhirnya terdengar oleh telinganya dan itu keluar langsung dari lisan ibunya.

Orang yang sudah mengandung dan melahirkan dirinya, Bright tahu jika hal itu akan terjadi. Kedua orang tuanya pasti akan berpisah, mengingat betapa ‘baiknya’ hubungan mereka.

Cepat atau lambat hari itu akan datang. Hari di mana orang tuanya akan berpisah dan menanyakan pada siapa dirinya akan ikut.

Dan benar saja, hari itu telah datang.

Mimpi buruk Bright akhirnya terjadi, hal yang paling Bright takuti akhirnya menjadi nyata.

Bright mungkin telah memprediksi, tetapi bukan berarti ia akan siap. Seberapa lama pun Bright mempersiapkan diri, nyatanya ia takkan pernah bisa siap.

Siapa orang yang mau melihat keluarganya sendiri hancur, siapa yang mau menyaksikan keluarganya sendiri terpecah?

Tidak ada, termasuk Bright.

Semua orang mengharapkan keluarga yang harmonis dan bahagia. Karena bagaimanapun rumah adalah tempat ternyaman untuk pulang.

Selelah atau sesulit apa pun masalah yang dihadapi akan terasa lebih ringan jika memiliki rumah untuk pulang, setidaknya ada tempat bersandar hanya untuk sekedar berkeluh kesah.

Dan Bright tak pernah mendapatkan itu. Dari ia kecil hingga usia remaja sekarang Bright tak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki rumah untuk pulang.

Kedua orang tuanya terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya hingga terkadang lupa dengan buah hati mereka yang menunggu di rumah.

Seseorang yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari mereka.

Bukan kalimat lembut dan manis yang Bright dengar ketika kedua orang tuanya berada di rumah, melainkan hanya perdebatan yang sengit dan panjang.

Selalu saja seperti itu hingga akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah. Bahkan dalam kondisi seperti itu pun mereka tak pernah memikirkan bagaimana perasaan dirinya.

Bright melirik ke arah ayahnya yang terlihat menunggu jawaban darinya lalu beralih pada ibunya yang tak jauh berbeda dari ayahnya, sama-sama menunggu jawaban darinya.

"Aku mau sendiri, aku mau tinggal di rumah ini sendiri. Tidak bersama mama atau pun papa."

Rose—Ibu Bright menyela, "Sayang, kamu tinggal sama mama aja ya daripada di sini sendiri."

"Kamu bisa tinggal sama papa aja ya, Nak. Jangan tinggal di sini sendiri." Seno —ayah Bright ikut membujuk putranya untuk tinggal bersamanya.

"Itu sudah keputusanku."

"Tapi saya–"

"Tinggal sendiri di sini dulu atau pun sekarang apa bedanya." Bright tersenyum pahit, ia memandang kedua orang tuanya dengan tatapan lelah.

"Gak ada bedanya, karena dari dulu juga begitu. Aku dari dulu di sini sendiri tanpa mama atau pun papa. Di saat kalian sibuk dengan urusan pekerjaan kalian aku selalu di sini sendirian. Jadi apa bedanya dulu dan sekarang? Ga ada sama sekali."

Perkataan Bright rupanya mampu menampar kesadaran dalam diri Seno dan Rose, memang benar mereka terlalu sibuk hingga kadang melupakan putra mereka yang membutuhkan kasih sayang dari mereka.

"Ah, aku baru ingat. Bedanya dulu meskipun aku di sini sendiri aku masih berharap kalian pulang dan memberikanku kasih sayang, tapi sekarang aku harus menghilangkan harapan itu. Aku akan tinggal di sini sendiri tanpa mengharapkan apa pun."

Lagi-lagi perkataan Bright menyentil hati Seno dan Rose. Mereka merasa menjadi sosok orang tua yang gagal. Mereka bahkan tidak mampu memberikan kasih sayang pada putra mereka, hal paling sederhana dalam sebuah hubungan keluarga.

"Sayang, maafin mama ya? Tinggal sama mama ya? Biar mama bisa nebus kesalahan mama, dan mama akan memberikan seluruh perhatian mama buat kamu."

Bright memandang tatapan memohon Ibunya, lalu menggeleng lemah.

"Maaf, Ma. Tapi ini sudah menjadi keputusanku. Sebelumnya aku gak pernah meminta apa pun dari kalian. Ketika kalian sibuk aku gak pernah meminta waktu kalian, aku selalu nunggu dan nunggu berharap hari itu tiba. Hari di mana kalian punya waktu buat aku, di mana aku bisa merasakan bagaimana rasanya kehangatan sebuah keluarga. Aku selalu berharap dan selalu menunggu, hingga akhirnya aku harus berbesar hati menerima kenyataan bahwa ternyata hari itu gak akan pernah ada."

Bright berkata lirih pada akhir kalimatnya.

"Aku gak pernah minta dibelikan barang atau apa pun itu, bahkan sekarang aku gak minta kalian untuk membatalkan perceraian kalian. Tapi aku minta tolong untuk menghargai keputusanku yang ingin tinggal sendiri."

"Baik kalau itu kemauanmu, mama gak bisa maksa. Mama hargai keputusanmu dan mama akan sering-sering berkunjung, maaf karena belum bisa menjadi ibu yang baik."

Bright mengangguk ringan, setelahnya Rose membawa Bright ke dalam pelukannya, dengan tangan yang setia mengelus rambut putranya.

Setelah Rose, giliran Seno yang memeluk Bright.

Dan mereka bertiga berpelukan.

"Jaga diri kami baik-baik ya, Nak. Papa juga akan sering-sering berkunjung."

Hangat, Bright akhirnya merasakan kehangatan itu, meskipun ia tahu bahwa itu merupakan pelukan terakhir sebuah keluarga yang utuh.

Bright mungkin nanti masih memiliki orang tua yang lengkap, tetapi tidak dengan keluarga yang utuh.

Bright tidak akan memohon atau meminta pada kedua orang tuanya untuk tetap bersama, bukan karena tidak ingin. Bright sangat menginginkan keluarganya lengkap dan utuh, tetapi Bright tak mau egois.

Lelaki itu tak mau keegoisannya dapat melukai siapa pun.

Perkataan menyentuh Bright rupanya belum cukup kuat untuk menggerakkan hati kedua orang tuanya, mereka pada akhirnya tetap berpisah.

Meskipun Bright telah mencoba menerima kenyataan pahit itu, tetapi bukan berarti ia siap.

Bright dalam fase titik terendahnya, ia kadang merasa linglung. Bahkan ia sempat hilang semangat hidup. Bright kehilangan arah, ia tak tahu harus apa, lelaki itu tak tahu tujuan hidupnya.

Di saat seperti itu, ada Alea yang menemani Bright dari fase terpuruknya, gadis itu memberikan seluruh perhatian dan kasih sayangnya pada Bright hingga lelaki itu keluar dari titik terendahnya dan kembali menjalani hidup.

Bright sebelumnya tak percaya cinta, mengingat bagaimana hubungan kedua orang tuanya yang tak pernah akur.

Namun, Alea dengan kasih sayangnya dapat merubah cara pandang Bright mengenai cinta.

Entah karena saat itu Bright membutuhkan seseorang di sampingnya atau karena mencintai Alea, tetapi Bright rasanya ingin terus bersama dengan gadis itu.

Pada akhirnya tetap sama, orang-orang yang Bright inginkan kehadirannya pergi meninggalkan dirinya sendiri.

Alea pergi meninggalkannya tanpa berpamitan, hanya secarik surat yang gadis itu tinggalkan untuknya.

Lagi-lagi Bright harus menerimanya.

TBC..

Update guys..

Semoga suka💚🤍

Jangan lupa vote dan komennya ya guys 💚🤍

Ry, 29 Oct 2023.

Bumantara Chandra [ TAMAT ]Where stories live. Discover now