Pertama

4.4K 626 71
                                    

Makan malam hari ini nampak seperti biasa, hanya ada dentingan sendok yang menyelimuti mereka.

"Kuliah kamu gimana Juan" Arvin mendongak menatap Liana, bunda nya dengan tatapan yang sungguh lelah. Pertanyaan yang sama yang ditanyakan untuknya. 

Orang rumah memang memanggil nya dengan nama Juan, dan orang di luar memanggil nya Arvin.

"Baik kok bund" balas Arvin pelan.

"Ya pasti baik lah, teknik kan cuma gitu-gitu aja" ucapan sarkas itu sudah biasa Arvin dengar dan itu dari Abang nya, Dikta.

"Bang" tegur Arjun membuat Dikta mendengus tak suka.

"Ayah juga jangan terus belain dia, manja nanti, dia udah mau 20 tahun udah harus bisa apa-apa sendiri, ayah udah harus berhenti berdiri di belakang dia" ucap Dikta lantang membuat Arvin menunduk lesu, dan selalu seperti ini.

Arvin tak tau kenapa abangnya nampak tak menyukainya, begitu membencinya. Padahal Arvin sendiri juga tak tau apa yang membuat abangnya bersikap begitu.

"Yang di bilang Dikta benar yah, Juan udah dewasa, dia udah mau 20 tahun kamu gak bisa manjain dia, Sheila aja umur 17 tahun udah bisa mandiri, udah bisa ngehasilin uang sendiri dari bakat nya yang jadi model sekolah dari SMP sampai sekarang" ucap Liana juga ikut-ikutan.

"Bukan gitu, ayah cuma-"

"Emang harusnya dia pergi aja dari awal, ngekos di luar sana biar bisa mandiri, udah sebesar ini seharunya udah bisa ngehasilin uang bukan pake uang ayah terus, emang anak nya aja yang bosen hidup tapi gak mau mati"

"Dikta !" Tegur Arjun membuat Dikta bangun dari duduknya lalu pergi begitu saja meninggalkan meja makan.

"Sheila juga mau naik deh ada tugas" Sheila pergi, tersisa lah Arjun, Liana dan Arvin saja.

"Habisin makanan kamu Arvin, jangan sering-sering buang makanan, bunda gak suka, cari uang itu susah" Liana pergi ke dapur meninggalkan nya dan Arjun berdua.

Ya, seperti ini lah kehidupan nya, ia tak di terima di keluarga karena ia yang mengambil jurusan teknik padahal keluarga nya ingin ia mengambil jurusan bisnis atau doker.

"Udah gak papa.. gak usah di habisin kalau memang gak sanggup" ucap Arjun lembut sambil mengusap kepala Arvin sayang. Arvin adalah anak kesayangan ayah Arjun, semua orang tau bagaimana Arjun betapa menomorsatukan anak keduanya itu. Tapi kenapa mereka juga tak bisa menyukai Arvin ?

"Jangan dimanja yah, udah di omelin Dikta masih aja kamu manja, mau jadi apa nanti kalau Juan terus kamu manja, aku gak mau punya anak yang manja apalagi dia cowo" ucap Liana yang tiba-tiba datang.

"Lin-"

"Gak usah belain dia" potong Liana cepat membuat Arjun menghela nafasnya pelan.

Akhirnya Arvin memakan makanan nya dengan cepat, sambil menahan tangis nya agar tidak tumpah, dan jujur ini sakit menangis sambil makan itu sakit dan Arvin membenci ini.

"Jangan nangis Juan ! Kamu udah besar ! Kamu cowo ! Jangan cengeng ! Malu kalau orang-orang tau keluarga Juanda punya anak yang cengeng apalagi cowo !" Sentak Liana kesal, membuat Arvin tak bisa menahan air mata nya lagi, ia meneteskan air matanya sambil terus berusaha menelan makanan nya.

"Cukup Liana, Kamu keterlaluan Juan anak kamu, Kamu gak bisa bentak-bentak dia kaya gini !" Sentak Arjun yang tak terima anak nya di marahi.

"Dia memang anak aku mas, Tapi kalau lemah dan cengeng kaya gini siapa yang mau ngakui, Juan itu udah dewasa Sudah harus bisa menahan emosi nya, mana ada cowo umur 20 tahun cengeng dan sering nangis kaya gini, Juan juga bukan anak penyakitan yang lemah atau apapun, dia juga gak punya imun tubuh yang lemah !! Cuma tubuhnya aja yang kecil"

"Liana-"

"Udahhh !!! Aku capek mas !! Aku capek seharian ngurus rumah dan yang lainnya ! Jangan ngajak aku berantem cuma gara-gara dia !!"

Setalah nya Liana pergi dari sana meninggalkan ruang makan, Arvin sudah terisak dari tadi hanya saja tak bersuara.

Ini bukan pertama kalinya keluarga nya sering saling meninggikan suara yang pasti akar permasalahan nya adalah dirinya, berujung dengan mereka yang mendiami satu sama lain, dan jika sudah seperti ini pasti Abang nya akan menatap ia sinis. Seolah pertengkaran keluarganya adalah kesalahannya.

Yang dikatakan Liana memang benar, jika ia bukan anak penyakitan yang lemah atau apapun, ia hanya mempunyai hati dan perasaan yang lembut, jadi sekali saja di bentak atau ada yang meninggikan suara padanya maka ia tak bisa menahan air mata nya untuk jatuh, ini juga yang membuat nya di anggap cengeng oleh keluarga besar nya.

"Juan, sayang.. udah cukup nak.. kamu ke kamar aja istirahat, ini biar ayah yang beresin ini"

"A-ayah.... juan-"

"No, its oke.. pergilah" akhirnya Arvin pergi menuju ke kamar nya meninggalkan Arjun yang hanya bisa menghela nafasnya lelah.

Mau sampai kapan keadaannya seperti ini, selalu menyalahkan Juan untuk takdir nya, apa salahnya jika anaknya memang ingin mengambil jurusan yang diminati, kenapa juga ibu dan istrinya begitu kolot.

Sementara di dalam kamar, Arvin menangis dalam diam, menangis dan menangis, menyalahkan apapun yang membuat keluarga nya selalu bertengkar seperti ini, Arvin hanya tak mengerti kenapa ia tak bisa mengambil jurusan yang ia sukai ? Dikta saja boleh mengambil nya, Sheila juga boleh memilih keinginan nya tapi kenapa hanya ia yang di perdebatkan ?

Apa salahnya dengan teknik ? Arvin suka kok menghabiskan waktunya dengan mesin-mesin, membongkar semua mesin yang memang harus di bongkar atau di pasang lagi, lalu apa salah nya ?

Hanya karena Dikta mengambil jurusan dokter dan sekarang menjadi dokter lalu ada Sheila yang ingin menjadi artis yang sekarang sedang menjadi model sekolah bukan berarti ia harus mengikuti kemauan keluarga nya yang menyuruh nya untuk mengikuti jejak sang Abang atau mengambil jurusan yang memang terlihat masa depan nya

Memang nya teknik tak terlihat masa depan nya ?

Kata nenek nya,

"Teknik itu cuma buang-buang waktu, buat apa kuliah kalau ujung-ujung nya nanti di bengkel, gak akan bisa maju, gak bisa dapat penghasilan yang memuaskan mending gak usah kuliah sekalian, buang-buang uang cuma berakhir di bengkel"

Arvin hanya bisa diam waktu itu saat perkumpulan keluarga, memang nya ia bisa apa ? Melawan ? Ayah nya saja dibuat bungkam apalagi ia.

Arvin capek kalau harus gini terus, tekanan dari keluarga nya, tekanan dari kampus, dan tekanan dari hubungan nya, terlebih keluarga Askar tak menyukai nya, mau sebanyak apa lagi ia bertahan ? Harus sebanyak apa lagi ia bersabar ? Ia tak sekuat itu...




_____________

Gimana kalau kalian ada di posisi Arvin ? Mau nyerah ?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About Arvino Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang