08. Mencoba lebih terbuka

4.5K 272 0
                                    

Oceana menatap kamar Radhit yang didominasi warna biru tua. Terlihat seperti kamar laki-laki pada umumnya, hanya saja di ujung ruangan terdapat rak yang berisi beberapa action figur. Tidak banyak, hanya berisi tiga buah.

Sepulang dari kantor, mereka memutuskan untuk menuju apartemen Radhit untuk mengambil pakaian Radhit yang masih berada di apartemen.

"Lagi pengen makan apa?" Oceana menoleh ketika suara Radhit terdengar.

"Udah selesai?" Bukannya menjawab, Oceana malah bertanya kembali kepada Radhit yang akan menyeret koper berisi baju-bajunya.

"Baju-baju udah semua tinggal ambil beresin berkas di ruang kerja," balas Radhit. "Jadi, mau makan apa?"

Oceana terdiam sejenak, "Terserah, mas."

Radhit terkekeh, "Jawaban cewek banget."

Oceana tersenyum canggung, "Aku beneran bingung mau makan apa."

"Nasi goreng mau? Aku ada langganan nasi goreng dekat sini."

"Boleh, aku mau kwetiau goreng," balas Oceana. "Kamu mau beli langsung?"

Radhit menggeleng, "Beli online aja, masih ada yang harus aku beresin." 

Oceana mengangguk, "Okey."

"Ci, boleh minta tolong packing buku yang ada di bawah tv? Masukin ke kardus itu aja." Radhit menunjuk kardus yang memang sudah disiapkan untuk mengangkut buku-bukunya.

"Semuanya?"

"Iya, aku mau beresin ruang kerja dulu."

"Okey."

"Makasih, ya." Radhit tersenyum sejenak sebelum beranjak menuju ruang kerjanya.

Butuh waktu sekitar lima menit untuk Oceana menyelesaikan pekerjaannya. Ia bersandar pada sofa yang berada di belakangnya.

Suara bel terdengar yang membuat Oceana menegakkan badannya. Ia segera berdiri mengambil uang dari dalam tasnya. Ia mengira pesanannya dan Radhit datang, tetapi ketika pintu terbuka, terlihat seorang wanita dengan piyama satin membawa dua buah wadah tempat makan yang berada ditangannya. Senyum wanita itu luntur saat melihat Oceana yang membuka pintu.

"Iya, mbak. Ada apa, ya?" Oceana bertanya kepada wanita tersebut.

"Kamu siapa?" Oceana menatap bingung ke arah wanita tersebut. Wanita itu berdehem sejenak, "Radhitnya ada?"

"Ada. Mau saya panggilkan?" Wanita itu mengangguk dengan antusias.

Baru saja akan berbalik, Radhit sudah muncul dari dalam kamarnya.

"Siapa yang dateng, Ci?"

"Aku, Dit." Wanita itu membalas dengan sangat antusias.

"Eh, Mbak Weni. Iya, mbak, ada perlu apa, ya?" Radhit berjalan menghampiri Weni hingga dia berdiri tepat di samping Oceana.

"Aku dikasih tau Pak Frans kalau kamu sudah pulang. Ini, ada gado-gado. Aku tadi masak agak banyakan." Weni menyerahkan kotak tersebut kepada Radhit.

"Wah, mbak. Ngerepotin." Radhit tersenyum canggung. Seperti yang dibilang oleh Galang. Weni memang sering memberinya makanan. "Makasih banyak, mbak."

Radhit menoleh ke arah Oceana yang masih menatap keduanya, "Oh iya, mbak. Kenalin ini Oci, istri saya."

Senyum Weni luntur saat Radhit memperkenalkan Oceana kepadanya. Oceana sudah mengira bahwa wanita di depannya terlihat tertarik suaminya.

"Kamu sudah menikah?"

Radhit tersenyum lebar, "Baru beberapa hari yang lalu, mbak. Maaf nggak ngundang karena acaranya cuma sama keluarga aja."

Our Traumas [End]Where stories live. Discover now