17. Derita

42 19 3
                                    

Aku tidak tahu harus mencari Hana ke mana lagi

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Aku tidak tahu harus mencari Hana ke mana lagi. Semua sudut kota sudah kutelusuri dengan teliti. Bahkan, Danis kuminta membatu mencari. Dia menggerakkan banyak orang untuk mencarinya.

Sebuah pesan masuk ke dalam ponselku, dari Pak Alfian, ayah Hana.

[Pram, kok tumben kalian belum pulang?]

Mati. Aku harus jawab apa ke bapaknya? Alasan apa yang paling pas untuk menjawab pertanyaan ini.

Lampu kota menjadi temanku di malam ini. Sudah pukul sembilan dan Hana belum di temukan. Aku melajukan motorku kembali ke sekolah. Mungkin dia ada di sana, bersembunyi di bawah meja. Atau terkunci di salah satu ruangan, tanpa bisa meminta pertolongan. Semakin aku memikirkannya, hatiku makin ngilu.

"Apa dia tersedot di dalam dunia paralel?"

Luka menatapku serius, "Pak, jika Bapak lanjutkan, bisa saja dia akan melupakan Bapak," katanya padaku dengan raut wajah yang sangat serius.

"Apa itu harga yang harus saya bayar dari membantunya?"

Pemuda cungkring di depanku itu terlihat ragu-ragu sebelum mengangguk. Padahal, harusnya dia senang jika Hana melupakanku, kan?

Ponselku kembali berdering, kali ini, Pak Alfian meneleponku.

"Pram, kalian ke mana?"

"Ah, rencananya malam ini, saya mau ajak Hana makan malam dan nginep di rumah Danis, Pak."

"Ah, ya sudah, jangan malam-malam, besok kalian harus sekolah," sahut Pak Alfian di ujung telepon.

Sore tadi, aku mengumpulkan teman-temannya. Siapa tahu, kami bisa menemukan petunjuk. Namun, wajah mereka terlihat sangat murung dan enggan ditanyai. Gladis dan Thalita, tak bisa berbuat apa-apa. Hanya gadis bernama Dira saja yang tak terlihat kehilangan. Dia seperti tidak tertarik untuk mencari Hana.

"Bapak jangan melanjutkannya, kalau bapak ikut membantu, siapa yang akan melindungi Hana setelah ini, Pak." Gladis mulai buka suara.

"Jangan, Pak. Kami tak mau Bapak malah terhapus dari kenangan Hana." Thalita menimpali.

"Jadi, kalian semua tahu tentang ini?" tanyaku penasaran.

Mereka mengganguk, "semua orang yang dibantu Hana melupakan dia. Jika benar Hana tersedot ke dunia sana dan bapak bersikeras ingin mencarinya di sana, bisa-bisa Bapak akan benar-benar hilang dari ingatan Hana," tukas Luka.

"Kalau iya, aku tak masalah dengannya. Asal bisa menemukan Hana segera dalam keadaaan sehat, aku akan melakukan apa saja," jawabku mantap.

"Kita semua akan menjadi asing buatnya." Pemuda cungkring itu bergumam kecil.

"Kenapa harus dia?" keluh Gladis yang duduk di pojok ruangan.

"Hanaaaaa," tangis Thalita yang tak berhenti mengusap matanya yang sudah mulai bengkak.

Cafe Jasuke Just Okay (Complete Story)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt