bab 1

12.8K 654 2
                                    

Helow guys
author buat cerita baru nih
nggak baru juga sih, cuma nyelesai in cerita yang udah author mulai dari bulan Maret lalu
ngomong ngomong ada yang kangen author ga?
dari pada kelamaan langsung cus baca ya

Happy reading
.
.
.
.
.
🚭🚭🚭

Di Suatu malam

Disebuah cafe sederhana yang tampak sepi terlihat beberapa remaja yang tengah mengobrol dengan sebatang rokok dibelah bibir mereka, mereka terlihat mengobrol dengan santai sembari bermain main dengan asap rokok,

"Eh Dan, lo kagak pulang lagi? Kemaren gue lewat rumah Lo sepi bat perasaan, emangnya bokap Lo kemana?" Celetuk salah seorang pemuda yang memiliki tato burung Phoenix dilengan kanannya, pemuda itu bernama Arsen.

"Pulang entar entar ajalah, lagian gua pulang palingan cuma dijadiin samsak tinju bokap gua, dah bosen gue, pengen minggat aja rasanya cok," balas pemuda yang bernama Ardan dengan nada malas sembari mengepulkan asap rokok dimulutnya,

"Minggat ya tinggal minggat, lagian Lo punya banyak duit, ya gak Pli?" Gelak Reno menyahut dengan lengan menyenggol pemuda disebelah nya yang bernama Rafli.

"Pli Pla Pli Pla Pli nama gue Rafli ye, enak aja Lo ganti nama gue jadi kont*l," sahut Rafli tak terima diakhiri dengan mengepulkan asap rokok ke wajah Reno,

Plak

"Bocah uasuu, muka kinclong gue terkontaminasi sama jigong Lo taik," kesal Reno mengelap wajahnya kasar, sedangkan sang pelaku hanya mengangkat bahunya acuh,

"Bangsat, bisa bisanya gue temenan sama orang kek Lo" lanjut Reno dengan muka tertekuk setelah membuang batang rokoknya yang sudah habis,

"Siapa juga yang nganggep Lo temen gue? Lo siape emang?" Balas Rafli tak peduli membuat Reno merasa terhianati sembari memegang perutnya dramatis

"Ngapain lo peres perut bego?" Ujar Arsen yang melihat betapa anehnya teman setongkrongannya itu,

"Eh?" Pekik Reno terdiam sembari menunduk melihat tangannya yang memegang perut, tak lama kemudian Reno memindah tangannya dan memegang dadanya

"Kamu tega mas"

"Jangan sentuh aku mas"

"Jangan sentuh"

"Aku jwijiq mas"

"Pergi mas"

"Aku jwijiq sama mas"

"STOP MAS"

"JWANGAN sentuh aku mas"

"Pergi

Reno meralat sembari berteriak menyedihkan dengan dramatis

Hais

Bisa bisanya ia memiliki teman seperti mereka, random dan tak tau malu, untung saja ini sudah tengah malam jadi cafe sudah sepi dan hanya tinggal mereka saja yang ada disana, pikir Arsen melihat temannya yang tak tau malu itu

"Lagian kalaupun Lo pergi dari rumah, di apartemen gue masih ada dua kamar yang kosong, Lo bisa tinggal disana, dari pada Lo setiap hari kesiksa kek gini," Tanpa menghiraukan tingkah Reno Arsen berujar dengan serius sembari menyeruput kopinya yang sudah dingin.

"Thanks Ar, tapi kagak deh, gua dah ngerepotin Lo dari dulu, lagian gua juga kagak bakal mati cuma gara gara dipukulin bokap gua," balas Ardan dengan santai membuat Reno yang tadinya masih mendramatisir langsung berubah dan memukul pelan kepala Ardan,

"Heh, Lo gak boleh mati dulu, lagian ngapain sih Lo masih bertahan dirumah neraka Lo itu? Kan Lo bisa pergi dari rumah? Lo punya banyak duit kan? Buat apa balapan kalo duitnya aja kagak pernah Lo gunain?" Sahut Reno tiba tiba berubah 180 mendengar kata mati dalam ucapan Ardan, ia tak akan membiarkan sahabatnya mati sebelum mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya, ia tak rela sahabatnya menderita sendiri sedangkan mereka hidup dengan tentram, walau nasib mereka sebelas dua belas dengan Ardan namun setidaknya mereka tak mendapat kekerasan dari orang tua, ya walaupun tak lebih baik juga sih

"Serius amat idup Lo ren ren, gue juga belum mau mati kalik, gua gak akan mati sebelum gue nemuin jalan keluar dari hidup gue yang suram ini," ujar Ardan santai sembari menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa dan menerawang pada kehidupan nya dimasa lalu, dahulu ia adalah anak yang begitu bahagia, keluarga nya harmonis, kakaknya selalu memanjakannya, mendapat kasih sayang yang melimpah, rumah selalu penuh dengan canda tawa kebahagiaan, namun semuanya berubah semenjak orang tuanya bercerai karena sang ibu kepergok selingkuh dengan teman kantornya, kakak laki lakinya yang saat itu masih SMP terjerumus pada pergaulan bebas, hingga beberapa bulan kemudian kakaknya ditemukan meninggal dikamarnya dengan beberapa bungkus rokok, botol botol alkohol yang berserakan dikamarnya dan obat obatan yang tak seharusnya dikonsumsi terlalu banyak oleh remaja, saat itu ia masih SD kelas 4, ia tak benar benar mengerti dengan kondisi keluarganya, ia bingung kenapa ibunya pergi dari rumah? Kenapa kakanya sudah meninggal? Bukankah meninggal harusnya saat sudah tua? Dan mengapa ayahnya selalu pulang malam?

ia yang tak mengerti hanya bisa diam dan tak berani melakukan apapun, setiap harinya ia masih melakukan aktivitas normal selayaknya anak kecil, seperti bermain, sekolah, Jajan, namun semenjak ayahnya dipecat, hidupnya seperti dijungkir balikkan secara paksa, ia yang dulu masih disayang lalu diabaikan kini selalu mendapat kekerasan dari ayahnya, ayahnya selalu pulang malam dengan keadaan kacau, mengabaikan dan lama kelamaan ayahnya menjadi kasar, selalu menampar memukul menendang dan mengurung tubuhnya digudang setelah disiksa, ia yang masih kecil hanya menangis dan bertanya tanya mengapa mendapat perlakuan kasar dari ayahnya, padahal dulu ayahnya baik, selalu membawa jajanan saat pulang kerja, selalu membelikan mainan saat ia mendapat nilai seratus, selalu membelikan eskrim saat ia menurut dan menjadi anak baik, lalu kenapa sekarang ia tak mendapat itu semua saat melakukan dengan baik? Berbagai pertanyaan seolah menghantui masa kecilnya, beban yang tak seharusnya didapatkan anak kecil sudah dipikulnya sedari dulu, kini ia sudah tak peduli mengenai pertanyaan pertanyaan itu, ia sudah tak menginginkan masa lalu bahagianya terjadi kembali versi masa depannya, ia tak peduli lagi, ia hanya ingin menjalani hidupnya dengan tenang tanpa memikirkan itu semua.

🚭🚭🚭
.
.
.
.
.
To be continued

The Broken BoyWhere stories live. Discover now