bab 2

8.2K 591 3
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
🚭🚭🚭

"Gue pulang duluan ye, mata gue tinggal 10 Watt, pengen cepet cepet tidur," kata Reno berpamitan setelah melihat jam dinding di cafe tersebut sudah menunjukan pukulan dua dini hari, disusul oleh Rafli yang pulang dengan dipapah Reno karena sudah tertidur, Rafli dan Reno memang tinggal berdua di satu apartemen.

"Gue juga pulang ya Ar, besok jangan lupa ke arena balap, lawan gue besok salah satu anggota geng yang udah lama Hiatus, jadi taruhannya lumayan lah," ujar Ardan sembari berdiri dari duduknya dan memakai jaket hitam tebalnya,

"Sip kalo itu mah, sekarang biar lo gue anter aja, motor Lo tinggal sini aja biar diambil anak anak, gue takut Lo kenapa kenapa, Lo juga udah ngantuk berat itu," balas Arsen dengan khawatir, perasaannya dengan tiba tiba menjadi tidak enak dan gelisah, seolah akan ada hal yang tak di inginkan,

"Kagak usah, rumah juga nggak Sampek tiga kilo dari sini, ya udah ya, gue pulang duluan, semoga Lo selalu bahagia," tolak Ardan sembari berjalan keluar cafe dengan helm full face di tangan kirinya,

Sedangkan Arsen yang melihat kepergian Ardan hanya terdiam dengan pikiran berkecamuk, kata kata Ardan saat pamit sebelum pulang memang selalu sama, namun entah kenapa hari ini ia merasa gelisah setelah mendengar kalimat itu, seolah olah itu kalimat perpisahan yang semestinya, perpisahan yang tak akan mempertemukan mereka lagi, semakin Arsen mencoba menyangkal perasaan gelisah itu semakin besar pula rasa gelisah itu menghantui pikiran dan perasaan nya, tak ingin sesuatu terjadi akhirnya Arsen dengan terburu buru keluar dan menaiki motor sport nya dengan kecepatan tinggi menyusul Ardan yang sudah tak terlihat.

Saat sampai di kilo pertama perjalanan Arsen dapat melihat motor Ardan didepan, saat akan menghampiri tiba tiba Arsen melihat dari arah depan Ardan terlihat truk Tanki besar tak terkendali, Arsen yang melihat itu seketika mengerem mendadak dengan jantung terpacu cepat, matanya melotot kaget, didepan sana terlihat dengan jelas motor Ardan terseret dengan cepat setelah tertabrak oleh truk Tanki itu, motor Ardan terlihat remuk, ia terdiam terpaku melihat setiap detik peristiwa yang terjadi begitu cepat itu, ia ingin berteriak dan berlari menghampiri tubuh sahabatnya yang sudah dipenuhi oleh darah, namun lidahnya terasa kelu untuk berteriak, tubuhnya seolah membeku dan tak bisa digerakkan, Arsen hanya dapat terpaku dengan mata yang sudah memerah dan berair, siap untuk menumpahkan air matanya,

"Ardan" ujar Arsen pelan yang terdengar seperti bisikan, inikah jawaban dari perasaan tak nyaman dan perasaan gelisah nya tadi? Pertanyaan nya tak dijawab melalui ucapan, namun dengan kejadianya langsung

Arsen dengan perlahan turun dari motor dan berjalan tertatih menuju tubuh sahabatnya yang sudah berlumuran darah, semakin dekat dekat dan dekat tubuh mengenaskan sahabatnya semakin terlihat jelas, begitu pula air mata Arsen yang semakin deras menetes, sampai disana Arsen terduduk lemah disamping tubuh Ardan, dengan air mata bercucuran dan tangan bergetar Arsen segera memindahkan kepala Ardan kepangkuan nya, dengan mata dan nafas yang sudah terasa memberat Ardan berusaha berbicara,

"Sen, ma makasih," ujar Ardan lirih dengan nada terbata bata dan mata yang perlahan menutup dalam pangkuan Arsen.

"Jangan tutup mata Lo"

"Tetep sadar gue mohon"

Mohon Arsen dengan nada bergetar melihat mata Ardan perlahan menutup dan nafas yang semakin tersengal

"Bangun"

"Lo boleh tidur, tapi bangun lagi ya?"

Pinta Arsen dengan nada getirnya, Arsen segera memeluk erat tubuh Ardan seolah tak ingin Ardan pergi,

"Ma af" hanya itu yang mampu Ardan ucapkan menanggapi permintaan Arsen yang tak tau apakah bisa atau tidak ia lakukan

"Kenapa?"

"Kenapa Lo ninggalin gue?"

"Kenapa Lo pergi duluan?"

"Kenapa? Kenapa ARDAN?"

"JAWAB BRENGSEK"

"Lo ngomong Lo nggak akan mati sebelum nemuin pintu dari hidup suram lo, trus kenapa sekarang Lo malah pergi HAH"

"Lo bahkan bilang besok mau balapan, tap tapi kenapa sekarang, sekarang Lo malah pergi?"
racau Arsen sembari mendekap erat kepala Ardan yang berlumuran darah

"AKKKHH BRENGSEK, HARUSNYA GUE NGGAK BIARIN LO PULANG ANJING, ARDAN BANGSAT, KENAPA kenapa Lo ninggalin kita HAH?"

Arsen bertanya tanya dengan teriakan putus asa setelah tak merasakan adanya denyut nadi dan hembusan nafas dari sahabatnya, sahabatnya telah pergi, andai saja tadi mengantar sahabatnya pasti Ardan tak akan pergi, andai saja ia memaksa dan tak menuruti penolakan Ardan pasti Ardan tak akan meninggalkan nya, hanya ada perandai andaian penyesalan yang kini terus terlintas dan terbayang dibenaknya,

dengan penampilan yang sudah kacau Arsen meletakkan kepala Ardan diaspal dengan perlahan dan beranjak menuju truck tanki yang bagian depannya sudah penyok parah karena menghantam motor Ardan dengan keras, dengan lemas Arsen mengetuk kaca truck itu hingga sang pengemudi turun dengan wajah tegangnya, dengan suara bergetar supir itu segera bersujud dan memohon maaf, tak menghiraukan si pengemudi truck Arsen naik kedalam truck, tak lama kemudian Arsen turun kembali setelah memastikan ia bisa duduk disana

"tunggu disini," pinta Arsen setengah berbisik saat melewati si pengemudi truck

Arsen menghampiri tubuh Ardan dan berjongkok disamping nya, dengan perlahan Arsen meraih tubuh Ardan dan memeluk tubuh itu dengan seerat eratnya, "lu disana yang tenang ya, lu udah bebas sekarang, walau lu udah pergi tpi Lo akan tetep dihati kita," bisik Arsen tepat ditelinga Ardan yang sudah tak bernyawa, kemudian Arsen segera mengangkat tubuh Ardan dan membawanya menuju truck tanki itu,

"tolong antar kami, sampai di deket gedung perpustakaan sebelah selatan taman kota"

"saya antar ke rumah sakit saja ya tuan," dengan bergetar si supir truck itu bertanya, Arsen tau jika seharusnya ia membawa sahabatnya kerumah sakit agar diurus pihak rumah sakit, namun disisi lain ia merasa tak rela tubuh sahabat nya itu harus menunggu untuk diotopsi terlebih dahulu sebelum dimakamkan, apalagi prosesnya akan lama karena sahabatnya itu perokok aktif dan pencandu alkohol, bahkan narkotika, dan itu juga akan berdampak pada kedua sahabatnya yang sesama pengonsumsi ketiga barang itu, karena semua keluarga dan orang terdekatnya juga akan dicek satu persatu hingga yang positif akan ditahan atau hanya direhabilitasi dirumah sakit, proses yang amat sangat membuang buang waktu,

"tidak, antarkan saja kesana, teman saya yang akan mengantar kami ke rumah sakit," Arsen berkata lugas agar si supir truck itu tak menanyakan lebih banyak lagi,

Arsen duduk dikursi dekat supir dengan posisi tubuh tak bernyawa Ardan dipangkuannya, Arsen segera meraih ponsel yang berada disaku celananya dan menghubungi Reno dan Rafli agar mengirim dua orang untuk mengambil motor miliknya dan Ardan, serta menyuruh beberapa orang untuk mengurus segala persiapan pemakaman Ardan, "lu udah mati, itu artinya lu udah harus tenang, jangan biarin kehidupan menderita lu didunia ngebuat lu jadi berat buat tenang disana, lu harus tenang, gue yang akan nerusin apa yang lo lakuin disini buat lo, lo harus tenang, harus atau gue nggak akan pernah ikhlas atas kematian lu," dengan air mata mengalir arsen berbisik dengan suara ditekan sembari mendekap tubuh Ardan dengan erat.

🚭🚭🚭

Eugh Dimana ini? Pikir seorang remaja dengan bingung, lebih tepatnya jiwa yang berada dalam tubuh remaja itu, jiwa itu adalah Ardan si pemuda berandal korban broken home, terakhir kali ia ingat ada truk Tanki besar yang oleng tak terkendali dan menabrak nya, bagaimana bisa ia selamat? Bahkan sesaat setalah tertabrak ia tak dapat merasakan apapun, tubuhnya terasa mati rasa, lidahnya kelu, matanya terasa berat untuk tetap terjaga, kepalanya berdenyut, telinganya terasa berdengung dengan kuat dan memekakkan, ia merasa bahwa ia tak akan selamat, lalu dimana ini? Sekalipun ia selamat seharusnya ia berada di rumah sakit, bukan dikamar yang bahkan tak ia kenali kamar siapa ini, ia masih bertanya tanya dengan bingung sebelum sebuah suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya

Ceklek

Suara pintu terbuka membuat remaja itu reflek menoleh kearah pintu yang terbuka, disana terlihat pemuda tampan menjerumus manis yang terlihat tak asing dimatanya, tapi kapan ia melihatnya?

🚭🚭🚭
.
.
.
.
.
Lanjut? Or No?

The Broken BoyWhere stories live. Discover now