21. Dimensi

29 19 2
                                    

Sebuah tongkat melayang ke arahku, Luka mendorong tubuhku sampai jatuh menabrak tembok

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebuah tongkat melayang ke arahku, Luka mendorong tubuhku sampai jatuh menabrak tembok. Wanita gila itu mengincarku, dia berlari ke arahku dan kembali menghantamkan tongkatnya tepat ke arah kepalaku.

Aku mengangkat kedua tangan di atas kepala untuk menahan pukulan tongkat itu. Dia makin beringas, aku mengintip Luka yang terkapar di sudut ruangan. Tiba-tiba, Dira meloncat ke arahku, dia menarik kepala wanita itu dengan satu tangan dan melemparkannya dengan mudah menjauh dariku.

Dira menarik tanganku, "bertahanlah, karena lawanmu adalah aku. Kalau kau menyerah sekarang, aku tak akan memaafkanmu," katanya dengan seringai liciknya. Dia meloncat ke arah wanita itu dan siap meninju wajahnya.

Namun, belum sempat tangannya terangkat, wanita itu berhasil mencengkeram leher Dira. Aku berdiri dan berlari ke arah Luka. Dia mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya.

"Luka, bertahanlah," bisikku sambil berusaha membopongnya keluar dari tempat itu.

"AAAAAA!" teriak wanita gila itu kuat, getarannya membuat dinding pondok bergetar hebat. Aku menoleh sebentar mencari Dira yang sekarang tak bergerak di bawah kakinya.

"Hana, lariii," bisik Luka pelan.

"Sebentar, tenanglah, aku akan mencari cara agar kita bisa keluar dari sini hidup-hidup."

"Hana, larilah, tinggalkan aku di sini," pinta Luka dengan suara rintihannya.

Aku meletakkan Luka di sisi ruangan. Dia masih terus meracau memintaku untuk Lari. Aku menyisir ruangan untuk mencari sesuatu untuk kujadikan senjata, Namun, tak ada apa-apa di sana, kecuali sapu lidi yang sudah tinggal setengah dengan gagangnya yang masih menancap di sana.

Aku mengambilnya dan membuang lidi-lidi kecil itu. Namun, sebelum semua lidi itu menghilang dari pangkalnya, wanita gila itu sudah ada di belakangku.

"Kau berencana menyerangku dengan itu?" cibirnya. Dia tertawa keras. "Wanita gila itu menyeringai, wajahnya semakin terlihat mirip dengan seseorang yang aku temui beberapa waktu lalu.

"lariiii Hanaaaa!" teriak Luka.

"Berisik!" pekiknya sambil melayangkan tongkat dan membuat Luka terbang beberapa meter di depanku.

Laun, tongkat itu pun melayang ke arahku. Aku memejamkan mata, setengah pasrah.

"Apa kau tak apa, Hana?" Darah segar mengalir dari ujung bibirnya. Dia meringis menahan tongkat itu dengan kedua tangannya.

"Kita tidak bisa di sini terus, Lukaaa!" panggilnya.

Luka mengeluarkan sebuah arloji dari balik jubahnya, dia memutarnya dan kami kembali ke Cafe Tuan Wiskar.

"Makanan di sini enak juga toh?"

Aku menoleh, ada Pak Pram duduk di sampingku. Dia membolak-balikkan kertas di tangannya. Ibu dan ayah juga sudah duduk di depanku. Dia menikmati hidangan yang ada di depannya dengan penuh keanggunan. Ibu menilik tiap butir jagung yang ada di mangkuknya. Dia meresapi setiap bulirnya dengan penuh perhatian.

Cafe Jasuke Just Okay (Complete Story)Where stories live. Discover now