Selena

40 5 0
                                    

Duduk di hadapan orang tua Selena mampu membuat keringat Dandi mengalir dengan deras. Ia gugup luar biasa, bingung bagaimana akan memulainya. 

Ditambah Mama dan Papa Selena menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. Bahkan saat baru masuk tadi keduanya melihat Dandi dengan lirikan mata tajam dari ujung kepala hingga ujung kaki. Membuatnya kikuk dan rasanya ingin segera pergi dari sana.

Dandi mulai meneliti penampilannya, mengira mungkin ada yang salah. Namun, ia rasa, ia masih baik-baik saja dan tak ada yang aneh. Hanya saja, ia memang belum mandi. Selepas kuliah tadi Dandi langsung menuju ke Bandung.

Kemungkinan orang tua Selena terganggu dengan penampilan dekil dan bau keringatku walau aku tak merasakannya. Sampai aku mencium bajuku dan sama sekali tak ada bau yang menguar tajam

“Siapa nama kamu?“ Dandi yang tengah melamun tersentak kaget. Suara bariton yang agak serak itu mengejutkannya. Laki-laki paruh baya dengan kharisma itu angkat bicara, Papa Selena.

“Dandi, Pak.“ Terbata Dandi menjawab sembari melirik Selena. Hantu wanita itu duduk di dekat mamanya sembari mencoba menyentuh. Mama Selena berulangkali mengusap tengkuk. Dandi tahu tindakan yang Selena lakukan cukup horor, mengingat wanita itu adalah hantu.

Dandi hanya bisa menatap miris, andai saja Mama Selena tahu, atau bisa melihat apa yang ia lihat sekarang. Entahlah, mungkin Dandi pikir Mama Selena akan memilih berlari jika Selena menampakkan wujud seramnya.

“Kamu dan Selena ada hubungan apa?“ Papa Selena angkat bicara kembali.

“Saya temannya, Pak.“

“Saya baru tahu kalau Selena punya teman seperti kamu.“

Dandi terdiam, menggaruk kepala, bingung mau menjawab apa.

“Kamu tahu, kan, kalau Selena sudah tiada?“

Ia mengangguk, sudah seperti interogasi.

“Ya.“

“Dua tahun lalu. Itu sudah sangat lama. Lantas, kamu temannya yang mana?“

“S—saya teman virtual, Pak. Beberapa bulan sebelum dia tiada kami bertemu di Jakarta. Dan….“

“Jadi, kamu penyebab Selena pergi dari rumah?“

“Mas!“ Mama Selena menengahi. Dandi mengurut dada, jantungnya berpacu keras dengan keringat menetes di.pelipis. Papa Selena orang yang agak emosional menurut Dandi.

“B—bukan, Pak. Saya cuma teman, tidak lebih. Bahkan saya tidak tahu kalau Selena ada di Jakarta saat itu. Saya tahunya saat dia sudah tiada dan menitipkan beberapa barang pada saya.“

Dandi memejamkan mata. Terkutuklah ia karena mengatakan kebohongan ini di depan orang yang lebih tua darinya.

“Barang? Barang apa?“

Dandi mengeluarkan surat yang tadi siang ia tulis bersama Selena. Menatap kedua orang tua itu terlebih dahulu. Ia menarik napas sebelum mengeluarkan kata.

“Maaf Om dan Tante, saya hanya ingin memberikan barang Selena yang tertinggal pada saya. Maaf jika saya baru menyampaikannya sekarang.“

“Sebelum meninggal ia menuliskan sebuah surat untuk Om dan Tante.“ Bohongnya menyodorkan surat itu, menatap Selana yang sekilas mengangguk.  Mama Selena dengan cepat meraihnya, beliau membaca bersama sang suami.

***

“Apa yang ingin kau sampaikan pada mereka?“

Selena termenung, hantu wanita itu duduk di sebelah Dandi, tepat di sebuah kursi taman bawah pohon ketapang. Selena tampak berpikir keras. Sementara Dandi menunggu sembari  menepuk-nepuk kertas di tangan kiri dengan pena di tangan kanan.

Toko M153 (Serum Terkutuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang