꒰ Tiba-Tiba Pacaran? ✉️ ˖✧

453 43 19
                                    

Di suatu hari yang cerah, terlihatlah seorang beban keluarga bernama Bachira (name) sedang duduk di teras depan rumahnya bersama kakaknya yaitu Bachira Meguru.

"Tendangan apaan tuh loyo banget, wlee!" Taunting (name) pada sang kakak, Meguru.

"Ck, liat aja, bakal gue bales lo!" Balas Meguru tak kalah menggebu.

"Iya nih, gue liatin sampe kicer. Bye loser,  haha!"

Memangnya apa yang sedang dimainkan oleh Bachira bersaudara itu? Tentu saja game sepak bola legendaris yaitu PES 2015.

Kenapa harus di luar rumah? Kata (name) sih sekalian ngadem.

"DUH BANG, BANG, JANGAN GITU WOY!" Teriak mu panik karena saat ini point Meguru melebihi dirimu.

"Mampus, siapa suruh sombong di awal? Jangan lupa taruhan kita (name), yang menang bakal belanja sepuasnya pake uang yang kalah." Balas Meguru dengan sedikit wajah sombongnya lalu mengeluarkan sedikit lidah seperti apa yang dilakukan sang adik sebelumnya.

Menit ke menit dilalui mereka berdua, mengabaikan sang ibu
yang sudah siap untuk melempar wajan yang digunakannya kepada (name) juga Meguru yang tiada henti bermain game dari pagi sampai sore hari.

"YOSHAA! AKU MENANG!" Teriak Meguru sambil melakukan selebrasi asalnya itu.

"Lo curang! Di pertengahan game kan lo banting stik PS gue, gimana mau main coba?" Kau melipat kedua tangan mu di dada dan menatap kesal ke arah Meguru.

"Ya itu salah lo, lo kan tau tadi kita main kaya kuda liar, kenapa justru mainnya deketan?" Bela Meguru dengan raut sedikit tidak peduli.

Sementara itu kau hanya bisa menatap Meguru dengan datar sambil berdoa di dalam hati semoga ibumu tidak mengetahui bahwa salah satu stik PS milikmu telah rusak.

"Udah lah, ayo. Kita ke toko Reo, gue yakin dia masih punya ribuan stik PS yang lain."

Ya, begitu lah Meguru, terlihat tidak peduli diluar namun khawatir di dalam. Karena bagaimana pun drama pelemparan stik PS tadi adalah salahnya.

Kau mengangguk setuju lalu mengganti baju terlebih dahulu sebelum pergi bersama kakak mu, kalian berdua memutuskan untuk berjalan kaki karena jarak dari rumah ke toko hanya 10 menit jalan kaki dan 4 menit saat menggunakan sepeda bermanuver sedang.

Meguru berjalan sambil menggenggam tangan mu sementara telinganya sibuk mendengar lantunan musik kesukaannya menggunakan headphone saat ini, Renegade.

Diam-diam kau tersenyum melihat kelakuan kakakmu itu yang kadang-kadang waras dan kadang-kadang OOC. Tapi mau bagaimana pun Meguru, dimatamu dia adalah seorang kakak yang hebat dan bertanggung jawab serta merupakan tulang punggung keluarga yang hebat, menggantikan sang ayah yang telah tiada sejak umur mu 10 tahun.

"Bang, terima kasih..." Ucapmu dengan lirih.

Meguru yang melihatmu menggumamkan sesuatu langsung mengalungkan headphone-nya dan membuat tatapan bertanya padamu.

"Terima kasih udah bertahan sejauh ini, bang Meg. Gue juga mau bilang makasih karena udah jadi pengganti sosok ayah yang hebat sekaligus tulang punggung keluarga kita." Setelah mengucapkan itu kau tersenyum lebar tanpa menatap Meguru.

Kau memang seperti itu, mengungkapkan apa yang harus di ungkapan tanpa menunda dan rasa malu. Kata gengsi tidak pernah ada di kamus mu terutama untuk keluarga.

Sementara itu tak ada respon berarti yang di berikan Meguru. Ia kembali memasang headphone-nya dan tetap berjalan dengan tenang. Hanya saja tangan yang sebelumnya menggenggam tangan mu, sekarang mengusap kepala serta surai hitam legam mu berulang-ulang kali.

What if... (Nagi Seishiro) Where stories live. Discover now