Who Are You: Part I

4 1 0
                                    



Keluar dari bangunan dibarengi oleh yang lain, bedanya mereka penuh tawa dan canda mengiringi langkah mereka. Mau itu bersama teman atau orang tersayang yang tengah menjemputnya. Terlihat bahagia pun cerah. Namun hari ini awan terlihat mendung seperti hatinya, matahari muncul malu-malu tertutupi oleh kapas-kapas berwarna keabuan tanpa memberi waktu untuk matahari menerangi segala penjuru yang ada. Anak dengan seragam putih-merah terus saja berwajah murung berimbas orang tuanya akan datang terlambat dari biasanya. Tidak marah ataupun kesal, hanya dia merasa kesepian akibat tidak ada satupun yang ingin berteman.

Rasanya dia berbeda, tapi kata ayahnya teman-temannya hanya malu untuk menyapa dan Fajar yang harus berusaha mendekat agar memiliki teman dengan pribadinya yang ceria. Berlaku selayaknya di rumah.

Namun bukannya dapat teman dia malah semakin di jauhi.

Anak itu Fajar Alfian namanya, umurnya masih delapan tahun baru masuk ke dunia sekolah terbilang terlambat tapi tahun sekarang sudah duduk di kelas dua sekolah dasar. Kata gurunya, Fajar memiliki kecerdasan istimewa, maka dari itu langsung di tempatkan ke kelas dua dan melewatkan kelas satu tanpa pikir panjang. Tidak tahu mengapa, tidak ada alasan.

Dengan wajahnya menunduk, dia sama sekali tidak mengetahui kalau beberapa teman di belakang tengah menatapnya sebagai target dibumbui oleh senyuman jahil. Mereka mendekat, berlari secara bersamaan tapi hanya salah satu dari anak itu yang melakukan dorongan kuat di punggung Fajar dan membuatnya tersungkur ke bawah pun lututnya berdarah akibat jalanan begitu kasar. Mereka tertawa puas, Fajar mendongak setelah melihat lututnya terkelupas mengeluarkan lumayan banyak darah. Rasanya ingin menangis, tapi melihat wajah menyebalkan di depannya penuh mengejek dia mengurungkan keinginannya.

"Cengeng. Mau nangis, ya?" tanya salah satu anak lelaki dengan rambut berpangkas tni itu, di akhiri oleh tawa yang menjengkelkan.

Fajar berdiri, saling bersitatap pada lelaki seumurannya, sinis. Tidak mempedulikan darah mengalir terus, mengotori betisnya dan mendorong bahu anak itu bergerak mundur beberapa langkah bahkan hampir terjatuh. "Fajar sama sekali gak buat salah sama kalian, kenapa kalian ganggu Fajar?!"

Mereka melemparkan tatapan mata tajam penuh ketidaksukaan bercampur kekesalan, mereka tidak suka ada seseorang yang berani melakukan pembalasan dendam seperti tadi pada salah satu teman mereka. Tidak bisa begini. Mereka dengan rasa tidak terima, maju untuk kembali menyerang Fajar tapi anak itu segera berlari membelah kurungan yang mereka buat. Pokoknya sejauh mungkin, mereka itu jahat. Jahat sekali. Di sekolah tidak jarang mereka perbuat kasar, tidak mencolok. Hanya saja Fajar bertubuh kecil, mereka bertubuh lebih besar daripada dirinya. Fajar kalah tinggi dan besar, dia selalu kalah kalau sudah bertemu mereka berempat.

Kira-kira kapan dia besar? Rasanya ingin sekali membalas perbuatan mereka dengan mudah.

Hampir lupa, sebenarnya beberapa hari ini tuh Fajar bertemu seorang anak lelaki yang bisa dibilang sudah menjadi temannya. Hanya Fajar menganggapnya seperti itu, anak lelaki sang teman bahkan tidak pernah membalas ucapannya dan memperkenalkan namanya. Dia benar-benar menutup mulut dengan rapat, kadang Fajar kesal sendiri kalau diamkan.

Karena hari ini Fajar di jemput telat dari biasanya, dia berkesempatan untuk bermain di playground tidak jauh dari sekolah dan tempat biasa juga menjemput dia.

"Hei!" Fajar berlari, girang dan senang. Mendapati sang teman sudah berada di tempatnya yaitu, ayunan. Anak laki-laki berkulit bersih yang tadinya melamun, terkejut melihat—lagi-lagi seseorang penganggu itu kembali hadir. Wajahnya datar, bertanda tidak menerima kehadiran sosok Fajar di dekatnya. Namun Fajar sudah duduk tepat di sebelah ayunan yang sedang kosong. "Kamu kok cepet banget main ke sini? Gak sekolah ya?"

Who Are You? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang