10// Mimpi Apa yang akan Terwujud?

21 6 0
                                    

Nayoga, Ian, Bintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nayoga, Ian, Bintang

▼△▼△▼△▼△

Gemuruh petir terus terdengar menyambar, padahal musim penghujan masih jauh hari, tapi sudah 2 hari belakangan, hujan terus mengguyur, jika saja hujan disertai petir besar seperti ini, banyak perumahan yang padam listrik. Sama halnya dengan rumah simbah saat ini, gelap gulita. Hanya 4 lilin dan senter ponsel Damar yang menyinari rumah simbah.

Damar mengerutkan keningnya, ketika melihat ruang tengah yang nominal saudaranya tidak komplit. Pemuda itu lantas kembali menelusuri setiap kamar, memastikan agar saudaranya segera berkumpul di ruang tengah.

Damar membuka pintu kamar Benta, mencari keberadaannya. "Ben," panggilnya memastikan.

Benta tak berkutik, ia masih terus memandang sepi rintik hujan di balik jendela kacanya. Cahaya ponsel Damar saja tak mampu membuatnya memalingkan pandangannya. Fokusnya hanya terkunci pada kabut hujan di angannya.

"Ke tengah, Ben. Gelap."

Benta melirik sekilas, tak segera memberi respon, justru tubuhnya bangkit dari duduknya. Berjalan meraih selimut merah pudar, kemudian mendekati Damar yang berada di antara pintu.

"Ayo," Benta berjalan mendahului Damar yang terus memandangi nya. Mendengar begitu, Damar lantas meraih lengan kanan Benta.

"Jendela ditutup dulu, takut ada hewan masuk!" perintahnya, sebab ia lihat sendiri, Benta segera bangkit tanpa menutup jendela yang terbuka cukup lebar. Bukan apa, ia hanya takut binatang liar masuk ke dalam kamar seperti kala itu.

Rumah simbah itu memang terkepung rumah-rumah besar, tapi siapa yang bisa menolak sebuah petaka? Hanya was-was saja, takut ular yang pernah masuk kamar Bintang dan Damar terjadi lagi. Segala kebaikan Tuhan, mereka semua masih bersyukur ketika masih diberi keselamatan. Kala itu, ular mengumpat di balik lukisan Bintang yang digantung dekat jendela. Walau ular kecil, tapi tetap saja, berbahaya.

Pagi itu, setelah hujan semalaman, Bintang maupun Damar lupa menutup jendela karna terburu pergi ke ruang tengah, dan saat Bintang melihat lukisannya bergerak membuat insting buruknya semakin terasa. Hingga saat itu, pelan dan hati-hati pemuda itu memberanikan diri untuk mengecek kondisi belakang lukisannya. Sangat mengejutkannya, ular abu-abu itu berada di balik papan tersebut, membuat Bintang berteriak kelimpungan.

Walau memang tidak semeyakinkan bahwa ular itu masuk melalui jendela, tapi lebih baik untuk lebih berhati-hati walau hanya suatu hal sepele.

Benta lantas berdecak sebal, "Biarlah, Mas. Ngga ada apa-apa, percaya deh. Aman." Benta mengacungkan ibu jarinya, mencoba memberi keyakinan pada Damar.

Damar justru menghela nafasnya, cekalannya pada lengan Benta ia lepas begitu saja, dan membiarkan Benta pergi terlebih dahulu. Damar segera berjalan mendekati jendela, sebelum benar-benar menutupnya, kepalanya ia sumbulkan keluar jendela, memperhatikan samping rumah yang gelap gulita.

GELANTUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang