8: Khawatir

1K 116 5
                                    

Daya menghela nafas, meja di sampingnya bergetar karena kaki Atha yang tidak mau diam. Perasaannya gelisah bukan main setelah Jazil melaporkan perlakuan Galih terhadap sang Adik. Inginnya Atha langsung menghampiri Hiresh saat ini juga. Namun rapat yang sedang dia pimpin tidak bisa di tinggalkan begitu saja. Apalagi kali ini rapat yang sedang berlangsung melibatkan pihak sekolah. Akan sangat tidak mungkin untuknya meninggalkan tanggung jawabnya sebagai Ketua OSIS.

"Lo bisa diem gak sih?" Yudhis menepuk paha Atha, "Kaki lo bikin geter meja."

"Iya sorry..."

"Hiresh pasti baik-baik aja. Ada dua dedemit yang jagain dia." Daya berbisik di telinga Ketua OSIS nya.

Ucapan Daya memang benar, Javin dan Janu pasti akan menjaga Hiresh. Tapi sebagai seorang Kakak, Atha tentu ingin memastikan kondisi sang Adik. Apalagi pelaku utama yang mengganggu Hiresh sekarang sedang duduk santai di depannya. Wajah itu akan selalu Atha hafal di luar kepalanya. Hari ini Galih masih bisa bernafas lega, Atha masih akan meloloskannya. Hanya saja jika Atha sudah mengumpulkan bukti yang cukup, dia tidak akan lagi memberinya ampun.

Rapat selesai setelah 3 jam lamanya. Banyak hal yang harus mereka bahas sampai akhirnya keputusan penentuan tempat, biaya sampai segala hal untuk kebutuhan proker mereka mendapat hasil yang memuaskan. Walaupun pikiran Atha sedang tidak fokus, tapi dia masih bisa profesional memimpin jalannya rapat. Namun begitu dia menyelesaikan urusannya, Atha langsung berlari keluar ruangan setelah menitipkan segala urusan OSIS kepada Jazil. Jazil pun menyanggupi, dia mengerti Atha pasti sedang khawatir sekarang.

Kelas Hiresh terlihat ramai sekali begitu Atha melongokkan kepalanya. Daripada kelas, ruangan ini terlihat seperti pasar. Teman-teman sekelas Hiresh sedang sibuk melakukan kegiatannya. Tapi orang-orang yang memang terdengar berisik sibuk memenuhi kolidor depan. Atha menghela nafas lega saat dia melihat Hiresh yang tidur di kursinya. Ucapan Yudhis benar, Hiresh terlihat baik-baik saja sekarang.

"Abis di kejar setan Bang?" Janu mengernyit saat melihat Atha yang terengah-engah di depannya.

"Atau di kejar biduan?"

Atha menatap kedua sahabat sang Adik dengan tatapan tajam. "Gue lari dari ruang OSIS."

"Emang ada apaan?"

"Tadi kata Jazil Hiresh asmanya kambuh."

Janu mengangguk. "Di senggol sama anak onta tadi. Siapa sih namanya? Gantar?"

"Galih!" Tangan Javin memukul punggung Janu.

"Gue kesini bukan mau ngeliat kalian berantem. Hiresh enggak apa-apa kan?"

Kepala keduanya kompak menggeleng. "Tadi sih sempet sesek Bang, tapi sekarang udah enggak apa-apa. Tadi juga guru-guru rapat kan, jadi Hiresh bisa tidur." Ucap Janu.

"Gue titip kalo gitu ya? Kalo ada apa-apa telfon aja."

Javin mengangkat tangannya untuk membuat gestur hormat. "Siap komandan!"

Sebelum meninggalkan Hiresh, Atha menyempatkan untuk mengusap surai sang Adik. Dia akan membiarkan Hiresh tidur alih-alih menganggunya dengan banyaknya pertanyaan yang ingin dia ajukan. Ternyata ke-dua anak itu bisa di percaya untuk menjaga Adiknya. Jangankan di gertak, melihat perawakan ke-duanya saja sudah membuat orang-orang berpikir berulang kali untuk mencari masalah.

"Adek lo enggak apa-apa?"

Atha menghentikan langkahnya begitu seseorang berucap di kolidor yang cukup sepi. "Lo maunya gimana Galih Haikal Pratama?"

Galih tertawa, suara tawanya terdengar seperti mengejek Atha. "Ini baru awal Atha..."

"Jangan pikir karena lo anggota OSIS dan image lo adalah siswa baik-baik gue enggak bisa bales apa yang lo lakuin ke Adek gue ya Galih!" Atha menepis tangan Galih yang bertengger di pundaknya, "Urusan lo sama gue. Lo boleh marah sama gue! Tapi jangan libatin Hiresh. Atau lo akan tau akibatnya nanti. Gue enggak main-main."

4 BROTHERS || J-Line TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang