Chapter 13 : Ayah bertindak.

181 29 4
                                    


Waktu mungkin  akan menyembuhkan luka, tapi  waktu tidak akan menyelesaikan masalahnya.

Satu dunia tahu, bahwa masalah tidak akan selesai saat didiamkan begitu saja. Hanya akan ada masalah baru yang lama-kelamaan menumpuk dan ujung-ujungnya menghindarinya.

Anka bilang, dia akan menyelesaikan masalahnya dengan Agam. Pernah terucap pula bahwa dia akan mencari tahu penyebab perubahan sikap adiknya. Nyatanya, sekarang  belum satupun yang berhasil dia kerjakan.

Karena masalah baru, yang dihadapinya dengan emosi, Anka telah menambah masalah lama dengan yang baru. Alih-alih menyelesaikan, dia justru meninggalkan, dia menolak penjelasan Agam dan mendiamkan anak itu, dengan alasan tidak ingin mendengar pembenaran sepihak, ataupun  mendengar adiknya meminta hal yang tidak jelas, seperti memaafkan Ardan yang pasti dia keberatan melakukannya. Itu pikir Anka.

Sebab masalah yang masih menumpuk dan, dia memilih untuk bersikap dingin pada Agam, Anka dibuat pusing sendiri. Semakin frustasi dengan keadaan dirumahnya.

Baru beberapa menit lalu latihan dibubarkan, Jonatan kembali mengingatkan dirinya untuk bisa meningkatkan kualitas permainannya yang masih sama buruknya seperti beberapa waktu lalu. Padahal besok pertandingan perempat final sudah dilaksanakan. Pelatihnya bahkan menanyakan ulang, 'apa masalah Agam belum selesai?'

Dan Anka tidak bisa menjawab apa-apa selain mengucapkan maaf dari mulutnya. Sungguh, masalah Agam sangat mengusik kehidupan normal Anka.

Anka berkacak pinggang, wajahnya tertunduk, dengan tubuh yang keringatnya mulai mengering. Pandangannya jatuh ke lantai. Hembusan nafas panjang terdengar. Frustasi sekali.

"Kenapa lagi sih, Ka?" Tanya teman Anka yang bernomor punggung 2 pada kaos olahraganya.

"Cerita saja."timpal salah satu lainnya.

Mereka berucap sembari mengumpulkan barang-barang mereka yang sempat ditaruh asal saat akan memulai latihan tadi sore.

Anka meraup wajahnya kasar, dia menoleh kearah dua sahabatnya disana.

"Nggak tau, masalah tambah kesini tambah numpuk!"Tukas Anka dengan memutar poros badannya.

"Masalah apa? Kita kan, sudah bilang ceritakan kalau kamu butuh bantuan dan butuh saran barang kali. Bukan berarti maksa loh ya..."

Anka sempat terdiam sejenak mendengar itu keluar dari mulut salah satu dari mereka.

"Adikmu pernah bikin kamu pusing ngga, Dion?"

"Ya pernah, cuma aku kalau ada masalah sama dia aku cuma nasehatin,  kadang marah sih. Cuma nggak lama, soalnya dia perempuan jadi Mama yang lebih paham tentang adikku. Aku kan, cuma jagain. Yang bisa bujuk dia aku rasa ya.... Cuma Mama."

"Kenapa? Lo ada masalah sama Agam?" Sahut satunya yang ikut menyimak perbincangan Dion dan Anka.

"Iya, Gas."

"Kenapa?"

"Aku bahkan bingung mau cerita dari mana. Diawali sama dia yang berubah setelah waktu itu marah sama coach. Malah sekarang dia balik ngerokok lagi. Padahal dia sudah pernah dihukum dan di tegur keras dulu sama Ayah, pas ketahuan ngerokok."

Dion dan Bagas mengangguk mengerti.

"Kamu sudah bertanya sama coach, kenapa waktu itu Agam ngamuk?"

"Sudah, Yon. Dan coach sudah menjelaskan, menurutku itu nggak ada hal yang salah, tapi nggak tau adikku bisa marah!"

"Ya ditanya ke adikmu!"Sahut Dion dengan cepat.

"Dion, tanpa kamu suruh aku tahu! Tapi anak itu nggak mau bilang secara gamblang. Malah ngomong nggak jelas."

" Ya ditanyakan lagi! Minta penjelasan! Jangan nyerah,"Cetus Bagas.

AltschmerzWhere stories live. Discover now