CHAPTER TIGA PULUH LIMA

142 27 8
                                    

"Makasih ya, Pak," ucap Leanna kepada dua orang petugas hotel yang membantu membawakan Daniel sampai ke dalam mobil dalam keadaan tertidur.

"Ini serius Mbak, Mas-nya gak apa-apa? Bener lho, kita bisa panggilkan ambulance."

"Gak perlu, Pak. Dia cuma terlalu ngantuk, semalem gak tidur," jawab Leanna berharap mereka semua percaya saja tanpa perlu ia jelaskan lebih lanjut.

"Iya sih, tadi kedengeran. Dengkurannya," sahut petugas keamanan yang satunya lagi sambil terkekeh pelan.

Leanna ikut tertawa pelan, lalu segera masuk ke dalam mobil Daniel yang susah payah ia cari. Tapi untung saja kunci mobil Daniel tepat di sakunya. Jika saja para petugas tadi tak membantunya, mungkin Leanna akan kesulitan membawa tubuh Daniel dan  mencari mobil Daniel.

"Iya, Nek. Maaf Lea kayanya pulang duluan. Ini temen Lea, lagi ... Kurang enak badan tiba-tiba pingsan." Leanna bicara dengan Neneknya yang menelepon sambil menyalakan mobil Daniel.

"Oh, tenang aja, Nek. Gak apa-apa kok, Daniel udah biasa begini," jawab Leanna sambil melirik ke arah Daniel yang masih tertidur.

"Iya, Lea pulang dulu ke rumah, ambil barang-barang terus balik ke Jakarta... Sampein salam Lea sama yang lainnya ya, Nek."

Leanna mulai melajukan mobil Daniel keluar dari parkiran menuju rumahnya terlebih dahulu.

Sebenarnya, ia berharap Daniel bisa cepat bangun karena Leanna sedikit ragu menyetir mobil dari Bogor ke Jakarta. Tapi jika nanti dirinya harus menyetir sendiri, mau bagaimana lagi.

"Dasar ngerepotin," gumam Leanna pada Daniel yang masih memejamkan matanya. Tapi kemudian ia tersenyum kecil. Belum pernah ada yang memeluknya seperti Daniel. Apa karena Daniel lebih tinggi darinya?

Bukannya Nathan dulu tak pernah memeluk Leanna. Tapi rasanya berbeda. Atau karena Daniel memeluknya ketika dirinya dalam keadaan yang sangat kacau?

Leanna menghela napas panjang, meskipun ia sempat marah pada Daniel, sebenarnya ia sangat merasa berterimakasih. Mungkin, jika tak ada Daniel, ia akan tetap di sana. Mungkin, jika tak ada Daniel, Leanna tak memiliki keberanian untuk melangkah pergi dari aula tersebut.

Meskipun, Leanna tahu konsekuensinya, dirinya pasti akan di cap semakin jelek dan menjadi bahan pembicaraan.

***

Pukul 19:25 WIB, Daniel membuka matanya. Ia terbangun di dalam mobil yang joknya sudah sedikit diturunkan.

Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, bingung di mana dirinya dan siapa yang membawanya ke sini?

Sambil menaikkan jok nya ke posisi semula, Daniel merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal. Ia mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum tertidur tadi.

Daniel menyenderkan kepalanya ke senderan kursi ketika ia mengingatnya. Ia terkena serangan tidur saat memeluk Leanna. Sebenarnya, ini sangat jarang terjadi padanya. Kenapa ia bisa terkena serangan tidur tadi? Apa ia ikut terbawa emosi? Tapi kenapa? Bukankah itu semua masalah Leanna, bukan masalahnya?

Harusnya, Daniel mengakui kalau setiap kali melihat Leanna menangis, hatinya terganggu. Entah kenapa. Mungkin hanya kasihan. Ia benar-benar dibuat merasa kasihan pada Leanna. Setidaknya itu yang Daniel yakini saat ini.

"Ah, akhirnya kamu bangun," ucap Leanna tiba-tiba masuk ke mobil sambil tersenyum dan membawa sebuah paper bag berisi dua burger.

"Tadi kita belum sempet makan. Saya laper banget," ucap Leanna sambil mengeluarkan burger-nya lalu memberikan paper bag itu kepada Daniel.

Daniel memperhatikan Leanna yang sudah kelihatan lebih baik. Ia tak lagi memakai gaun, sudah berganti baju dengan kaus polos, celana jeans dan hoodie.

"Saya pikir udah sampe Jakarta," sindir Daniel yang sebenarnya merasa malu karena kejadian tadi. Ia tak bisa membayangkan bagaimana tubuhnya digotong oleh petugas keamanan lagi.

Sunshine in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang