Tergores Luka

2.1K 186 17
                                    

Tergores Luka

Pagi hari yang sangat cerah dimana matahari baru saja naik menyapa dunia, diiringi suara burung yang berkicau merdu seakan mengatakan kepada seisinya bahwa pagi ini terlalu indah untuk dilalui begitu saja. Delvin-lelaki berperawakan tinggi dan putih itu tersenyum hangat menatap gadis cantik yang sedang terlelap di sampingnya.

Sama seperti pagi yang tidak bisa lepas dari mentarinya, Delvin pun tidak bisa begitu saja menyia-nyiakan pemandangan cantik di depannya ini dengan beranjak dari sana. Kanaya Syabira mungkin tidak tahu secantik apa dirinya saat sedang terlelap.

Bagi Delvin, rasanya wanita yang sudah ia pacari selama tiga tahun itu jauh lebih indah dari cahaya pagi yang masuk ke dalam kamarnya. Semua yang terlukis di wajah Syabira sangat pas dan sempurna. Mata, alis, hidung, bibir, semuanya selalu tampak menggoda di matanya.

Oh, ia jadi menerka-nerka, seperti apa perasaan Tuhan saat sedang menciptakannya?

"Vin?" Syabira melenguh saat Delvin tiba-tiba saja mengecup bibirnya. "Ini masih pagi," keluh wanita cantik itu.

Delvin terkekeh, lalu membelai rambut Syabira dengan lembut. "Ayoo, bangun."

Syabira yang belum sepenuhnya terbangun, lantas mencebikan bibirnya seraya merengek malas. Sumpah demi apa pun, ia baru tertidur beberapa jam dan saat ini ia masih sangat mengantuk.

"Ayo, Sya, bangun ..."

"Emangnya sekarang jam berapa?"

"Setengah tujuh."

Syabira sontak membuka matanya dengan kaget, ia beranjak duduk seraya melihat jarum jam di dinding. "Bener jam setengah tujuh," gumamnya melirih dan buru-buru menyibak selimut, hendak beranjak dari ranjang tapi Delvin menahannya.

"Mau kemana?" Lelaki itu tidak bisa begitu saja membiarkan Syabira pergi dari atas ranjangnya.

Ia menarik lengan Syabira, membuat gadis itu kembali terjatuh di sampingnya.

"Vin! Kamu tuh!" rengek Syabira kesal. "Ini udah siang, kenapa baru bangunin aku sekarang? Aku belum bersih-bersih, belum buat sarapan juga. Buruan lepas."

"Nanti aja. Aku masih kangen," balas Delvin seraya mendusel-dusel wajahnya di perpotongan leher Syabira. "Dua minggu kita gak ketemu, Sya, kamu telepon aku aja jarang."

Syabira refleks terdiam, tidak bisa menolak karena ia pun merasakan kerinduan yang sama. Dua minggu Delvin sibuk di Singapura, ada beberapa proyek yang sedang lelaki itu kerjakan, lalu kemarin Delvin baru saja kembali ke Jakarta dan mereka baru menghabiskan waktu beberapa jam.

"Tapi emang kamu gak laper?" Syabira bertanya dengan hela napas pelan.

"Gak." Delvin menggeleng setelah menjauhkan wajahnya. "Rindu itu berat loh, Sya."

Sya-panggilan sayang Delvin untuknya, karena saat kecil sang ibu memanggilnya seperti itu-sontak berdecak dengan mata berotasi. Ia tahu Delvin sengaja mengambil kutipan dari sebuah film untuk menggodanya. Dasar lelaki itu.

"Tapi jangan gini, aku sesek!"

Delvin cemberut. "Emang kamu gak kangen aku?" tanyanya pura-pura manja yang Syabira jawab tanpa peduli.

"Gak!"

"Wahh, ngajakin ribut nih!" Delvin lantas menarik tubuh Syabira hingga wanita itu terlentang di atas ranjang. Ia lalu merangkak di atas tubuhnya, menatap Syabira dengan seringai. "Macem-macem ya sama aku?"

"Vin!" Wanita itu menggeliat kegelian saat Delvin memberinya gelitikan di perut. "Geli, Vin-" lalu ia tergelak karena Delvin tidak juga menghentikan kegiatan itu. "Delvin ... aku geli."

"Bilang kangen dulu sama aku," ancamnya becanda.

Akhirnya Syabira menyerah, ia lalu mengatakan apa yang lelakinya itu minta. "Iya, aku kangen kamu. Puas?" ujarnya setengah terengah karena kehabisan napas.

Delvin memicikan mata, menatap sang kekasih penuh sangsi. "Aku gak percaya, kamu kayak gak ikhlas gitu ngomongnya," cebik lelaki itu manja. "Ucapan kangen kamu ditolak."

"Gimana maksud-Vin!!" Syabira kembali tergelak saat Delvin kembali mengelitikinya. Gadis itu sampai menjejakan kaki saking geli karena Delvin tidak memberinya ampun. "Iya-iyaaa, aku kangen kamu, sayang."

Lalu Delvin berhenti, tersenyum penuh arti. Ia membungkuk, mensejajarkan wajah mereka. "Ciyee, pake sayang," ledeknya. Syabira hanya mendengkus.

Tak lama, seolah waktu berhenti. Mereka saling berpandangan dalam diam. Keduanya memang sangat menyukai momen-momen kebersamaan mereka seperti ini karena kurangnya waktu bersama. Delvin terlalu sibuk bekerja, pun dengan Syabira.

Melihat Syabira menatapnya dengan sorot sayu dan wajah yang masih mengantuk membuat Delvin semakin merapatkan tubuh mereka, lalu di saat yang tak terduga, lelaki itu menyatukan bibir mereka, menahannya cukup lama hingga berubah menjadi lumatan lembut.

Bibir tipis Syabira yang merah merona memang sangat menggoda, dan itu akan selalu menjadi candu untuk Delvin. Semakin lama, ciuman itu semakin menuntut, membuat keduanya hanyut.

Beberapa menit mereka saling berbalas decapan hingga oksigen mulai menipis, Delvin melepas tautan bibir mereka, berdiri di atas kedua lututnya lalu melepas kaos tidur yang ia kenakan melewati kepala dan melempar benda itu sembarangan.

Melihat bagian atas tubuh Delvin yang tak berpenghalang, Syabira menelan salivanya dengan mata membelalak lebar.

"Satu ronde untuk pagi hari, gimana?"

"Ini masih pagi, Vin, aku juga belum-"

Dikecupnya bibir Syabira hingga kalimatnya tertahan, Delvin tersenyum penuh seringai. "Pagi-pagi itu bagus buat kesehatan."

"Kata siapa?" decak Syabira terkekeh. "Udah deh, minggir."

Delvin tidak begitu saja menyerah. Ia menahan kedua tangan Syabira ke atas, membuat gadis itu terlentang pasrah di bawahnya. "Yakin nolak?" Kedip lelaki itu menggoda.

Syabira masih terkekeh, rasa rindu dengan lelaki ini nyaris membuatnya gila, jadi ... tentu saja Syabira tidak akan menolak. Dianggukannya kepala itu dengan pelan, lalu ia berbisik nakal, "kapan aku bisa nolak kamu?"

Mendapat izin dari Syabira, Delvin pun langsung menyerang gadis itu dengan ciuman-ciuman panas, tangannya bergerilya kemana pun yang bisa ia sentuh, lalu perlahan mulai melucuti pakaiannya dan pakaian Syabira satu persatu. Dengan cepat tubuh keduanya tak lagi berbusana, deru napas yang tersengal seolah membuktikan sehebat apa gairah mereka yang menggelora.

Delvin menyatukan tubuh mereka, membuat Syabira melenguh dengan dada yang membusung hebat. Gerakan yang dimulai dengan perlahan itu kini semakin cepat. Desah dan erangan keduanya terdengar bersahutan.

Syabira menengadah, membiarkan Delvin menjelajah, mencumbu lehernya dengan panas, hingga meninggalkan jejak-jejak kepemilikan di sana. Decit ranjang yang beradu dengan dinding menggema, mengantarkan pagi panas mereka pada sebuah puncak kenikmatan yang tidak terkira.

Lalu di pagi hari yang sangat cerah, mereka saling mengucap kata cinta, seolah tak terbesit di dalam kepala, kalau hubungan yang terjalin selama tiga tahun itu mungkin bisa karam begitu saja.


♡♡♡♡

Kata Anna :

Ini rate-nya mature ya, 21+

Ide cerita ini dari Bila, aku yang merangkai kata-kata per-adegan, dan bertanggung jawab penuh atas isi cerita.

Semoga suka, dan jangan lupa vote sama komennya yaawww!!!

Tergores LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang