5. Mengantar Seorang Nenek

306 88 16
                                    

Haiii ... selamat malam. Apa kabar kalian semua?👋 Semoga kita dalam keadaan sehat menjelang hari raya ya. Amin. 😇🤲

Ayo mari kita mengikuti jejak inspirasi ini. Semoga bermanfaat. 🙏

Happy reading ...

⭐⭐⭐

Keistimewan mejadi driver online adalah kita tidak perlu mangkal atau berhenti di suatu tempat untuk mendapatkan orderan. Dimana pun kita berada selalu ada kesempatan untuk mendapatkan orderan. Ini jugalah yang selalu menjadi kebiasaanku saat memulai aktifitas.

Selepas mengantarkan anak-anakku, aku langsung menjalankan aplikasiku. Hanya saja hari ini sedikit berbeda. Setelah menyalakan aplikasi selama kurang lebih 1 jam, aku belum juga mendapatkan orderan.

Ketika aku menyalakan aplikasi, aku berada di daerah Pondok Bambu. Sementara posisiku sekarang sudah berada di daerah Cawang, tepatnya di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur. Karena tidak mendapatkan orderan juga aku mulai mencari-cari tempat untuk parkir. Tentu saja parkir yang aku cari adalah parkiran gratis karena aku belum mendapatkan penghasilan.

Aku melihat area ruko kosong yg tidak ada mobil yang parkir di depannya. Aku memperlambat kendaraanku, sembari melihat sekeliling area ruko, takut tiba-tiba ada pasukan TPYMTSMAP alias Tukang Parkir Yang Muncul Tiba-tiba Saat Mobil Akan Pergi. Biasanya pasukan ini sering muncul ketika kita akan meninggalkan parkiran.

Sebagai driver online kita harus memperhitungkan hal-hal seperti ini. Coba saja kalau terjadi 10 kali, berapa biaya yang kita harus keluarkan. Jika 1 kali parkir 2 ribu rupiah maka biaya tambahan yang kita keluarkan untuk ini saja bisa 20 ribu. Belum lagi biaya-biaya yang dikeluarkan driver jika menjemput dan mengantar penumpang ke daerah perumahan yang harus melewati perkampungan atau jalanan yang agak kecil dan sempit. Saat masuk dan keluar kita wajib menyediakan uang receh pecahan limaratusan dan seribuan untuk membayarkan pak Ogah atau orang yang menjadi polisi jadi-jadian. Bukan karena pelit, tapi aku sedikit tidak rela dipalak oleh orang-orang yang mengaku petugas parkir atau supeltas (subyek pengatur lalu lintas).

Akupun memarkirkan kendaraanku di depan sebuah ruko. Aku turun dan melihat situasi di sekitarnya. Daerah ini bagus, banyak kantor dan di seberangku ada perusahaan elektronik besar. Arah ke selatan ada RS Budi Asih dan di kananku ada beberapa plang Bank BUMN.

Ternyata benar, tidak beberapa lama aku mendapatkan orderan. Aku melihat aplikasiku dan membaca semua keterangan yang ada dan menghapal yang utama saja. Nama, titik penjemputan dan titik pengantaran. Sambil menyalakan mobilku, aku menekan titik alamat yang ada di GPS. Jika diklik pada alamat GPS, secara otomatis GPS akan aktif dan menuntunkan kita untuk berjalan menuju titik penjemputan yang kita tuju.

Orderan di aplikasiku atas nama Marsum di titik penjemputan RS Budi Asih dan titik pengantaran Rumah Kakek Marsum, Jalan Setia - 1, Jatiwaringin, Pondok Gede.

Setiba di putaran depan RS Budi Asih aku menyalakan lampu dim-ku, memberi kode kepada petugas sekuriti RS Budi Asih untuk membuka portal. Karena tidak semua mobil boleh menggunakan putaran tersebut. Dan putaran tersebut hanya dapat dibuka untuk tujuan emergensi atau tujuan ke RS Budi Asih saja. Sekuriti dengan sigap membuka dan memberikan aba-aba kepada pengguna jalan lain untuk segera berhenti.

Aku masuk area RS Budi Asih. Tiba-tiba notifikasi di aplikasiku berbunyi. Ada pesan yang berbunyi, "Pak, saya di halte depan RS Budi Asih". Padahal aku sudah berada di lobi rumah sakit dan aku harus mengelilingi rumah sakit untuk keluar menuju halte.

Dari kejauhan aku melihat hanya ada sepasang lansia yang berdiri di halte tersebut. Bapak itu bertubuh tinggi menggunakan baju koko putih, celana biru dongker dengan kopiah hitam dan si ibu mengenakan jilbab putih, baju gamis putih dengan tas tangan juga warna putih.

When I Was a Driver (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang