BQF2

269 53 61
                                    

Kelopak mata yang sedari minggu lalu terlelap, kini kian terbuka secara perlahan. Arkanza, dia lah pemiliknya. Dengan sedikit mengernyitkan kening, dirinya mengira akan masuk neraka atau pun surga. Tak tahu bahwa, dirinya akan selamat setelah jatuh dari gedung tinggi itu.

Arka tahu ini dimana, rumah sakit. Apa mungkin, kepalanya pecah? Kakinya di amputasi? Hey! Jatuh dari gedung dengan ketinggian kira-kira Xm, tidak mungkin akan selamat tanpa cacat celanya.

Brakk!

"Alhamdulillah, adik sudah bangun dari lelap. Paman periksa dulu ya?" izin seseorang itu setibanya masuk ke ruangan tersebut. Dari ciri-cirinya, seperti seorang dokter.

"Hm." deham Arka mengiyakan ucapan dokter dihadapannya ini.

Beberapa menit kemudian,

"Terima kasih sudah sadar dari koma kamu. Paman sudah takut, saat melihat Aro yang bersimbah darah saat itu. Takut, jika kamu akan pergi dan menyerah pada hari itu. Namun, semuanya dipatahkan dengan kamu sadar malam ini," kata dokter itu seraya tersenyum menatap Arka yang masih terlihat kebingungan.

"Koma? Paman? Aro? Gue ga punya keluarga, jangan ngadi-ngadi lo! Walau, gue hidup dipanti dari zaman perbabian eh perbayian gue bisa mikir juga kok. Terus, koma? Setahu gue, gue baru kemaren jatuh dari gedung," ujar Arka dengan nada ketusnya, serta menatap dokter itu dengan sinis.

"Oh iya! Satu lagi, nama gue Arkanza Afandy William. Gaada kata Aro-Aro nya, ya," tambah Arka lagi. Sedetik kemudian, entah mengapa sebuah kenangan memaksa masuk ke relung penikirannya.

"Apa itu?" Fikir Arka, lalu menutup kedua matanya sejenak dan kembali membuka kelopak matanya lagi.

"Tapi, nama kamu beneran Aro. Arkanza Xavaro Queroz, anak terakhir keluarga itu. Kamu lupa?" tanya dokter itu lagi.

"Sebenarnya ini kenapa? Arkanza Xavaro Queroz? Siapa tu?" tanya Arka secara beruntun

"Hey, look at me. Aro tenang, mungkin ini efek dari insiden sebelum kamu dinyatakan koma. Gapapa, kita kenalan aja dulu ya. Nama paman, Arion Queroz. Aku adalah paman kamu, adik kepada papa kamu." kata dokter itu membuatkan kepala Arka semakin pusing dan terdengar meringis kesakitan, "Arghh- sakit!"

Rintihan yang terdengar sangat sakit itu, mengundang kepanikan dari Arion. Lalu, sigap menenangkan keponakannya itu. "Aro, tenang. Istirahat ya." titah Arion. Walkian, cengkeraman tangan Arka tepat di jas putih Arion membuatkan dirinya mengurungkan niatnya buat duduk ditempat semula.

"Aro, ada yang sakit? Bilang ke paman dan jangan memaksakan diri untuk mengingat jati diri kamu. Tidak mengapa, besok-besok ingatan kamu pasti pulih kok." Arion menenangkan Arka lagi yang kini sudah berada dipelukkan Arion.

"S-sakit." rintih Arka lagi, setelah itu kesadarannya sepenuhnya hilang. Namun, Arion sempat mendengar gumaman Arka selanjutnya, "Arkanza Xavaro Quero:

"Hiks-" tangis Arka terdengar. Arka tidak tahu, dirinya saat ini sedang berada di mana. Namun, setibanya dirinya digerbang putih itu, seakan sebuah kaset yang terpasang menampilkan dirinya yang meninggal dan dikuburkan. Bukan itu yang membuatkan Arka menangis, akan tetapi tangis bunda panti justeru menarik perhatian Arka.

"Maafin Arka, gara-gara Arka bunda sedih." gumam Arka sambil menangis.

Pukk!!

"Sudahlah, jangan bersedih Arka," kata seseorang yang baru saja menepuk pelan pundak Arka.

"Hiks- tapi, gue udah bikin bunda gue sedih. Gue mending lihat bunda yang suka marah-marah, dari melihat bunda nangisin gue." tangis Arka lalu memeluk tubuh orang dihadapannya itu.

"Perkenalkan dulu, aku Arkanza Xavaro Queroz panggil aku abang Aro. Gimana kalau aku kasih penawaran? Kamu masuk ke tubuh ku-" ucapan orang itu terpotong kala mendapat ucapan sarkas dari Arka, bahkan tatapan sinis dari Arka juga didapatkannya, "Gue tau, gue anak panti. Tapi gue ga bodoh, kayak otak lo. Lo kira ini apaan, masuk ke tubuh orang? Bodoh!" marah Arka

"Dengarin dulu makanya, setan!" kata Aro sedikit marah

"Kamu itu udah mati, gitu juga aku. Bedanya, jiwa kamu masih hidup sementara aku sudah seluruhnya mati. Arka, aku tau kamu pengen hidup lagi bukan? Aku mohon gantikan posisi ku, bantu aku Arka. Kamu pengenkan ngerasain punya keluarga? Maka dari itu, ku mohon bantu aku buat kembalikan kepercayaan keluarga ku kayak dulu lagi." Aro berkata seraya menghapuskan jejak air mata yang ada di pipi Arka.

"Masih banyak lagi rahasia dibalik ini. Namun, kita ga punya banyak waktu. Intinya, kamu akan hidup tetapi di raga aku. Jagalah raga itu, buat lah sesuka hatimu. Setiap kenangan ku, akan ku serapkan ke kenangan lampau mu. Ku mohon, hanya kamu yang bisa membalaskan dendam ku pada orang itu. Aku sayang adek Anza." tambah

Aro lagi, sebelum sebuah cahaya putih yang sigap memakan diri mereka untuk sadar ke dunia semula.

"ARO!"

Continue.

Be Queroz's FamDonde viven las historias. Descúbrelo ahora