06

180 30 3
                                    

Terdengar bunyi ketukan pintu, Sera segera membuka pintunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terdengar bunyi ketukan pintu, Sera segera membuka pintunya. Sera terkejut melihat Bara yang berdiri di depan pintu sambil menatapnya tajam. Ia sedikit menjauhkan tubuhnya dari Bara.

"Ngapain kamu peluk-pelukan sama Sadam? Kurang pelukan dari aku?"

Bara mendekatkan tubuhnya dan menutup pintu milik rumah Sera. Di jambaknya rambut Sera cukup kuat. Sang kekasih hanya menahan rasa sakit sembari memegang tangan Bara.

Sera merasakan Déjà vu saat itu. Kejadian ini sudah untuk yang kedua kali nya.

"Bara, sakit. Lepasin"

Bara yang mendengar Sera memohon padanya, dan mendengar Sera yang meringis kesakitan akhirnya ia lepas jambakan itu.

Sera memegang rambut bekas jambakan Bara tadi. Ia menangis, memikirkan kenapa bisa Bara mengulanginya kembali. Ia juga merasa bahwa dia lah yang salah saat ini.

Bara memang tidak melihatnya kemarin, tetapi ada satu manusia yang mengawasi Sera pada malam itu.

"Kamu masih aja sama kayak dulu, Bar" Kata Sera sambil terisak.

"Kamu yang bikin masalah Ser!" Sahut Bara yang meninggikan nada bicaranya.

Sera hanya bisa menangis, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Bara menatapnya yang sedang menunduk sembari memegangi rambutnya.

Merasa tidak tega, Bara tarik tangan sang kekasih dan membawanya menuju kamar Sera.

"Diem di kamar, gak usah kamu keluar-keluar lagi"

Bara menutup pintunya, ia berjalan ke arah sofa yang ada di ruang tengah. Ia dudukkan tubuhnya sambil memijat-mijat pelipisnya.

"Habis lo Dam"

..

Sadam memejamkan matanya, mengingat apa yang telah ia lakukan pada Sera kemarin. Sungguh Sadam merasa ia melakukan itu tanpa ada kesadaran dari dirinya sendiri.

"Bodoh banget lo Dam"

Ia merasa setelah kejadian itu, ia akan semakin sulit untuk melupakan Sera. Suara ketukan pintu membuyarkan semua yang ada dalam pikiran Sadam.

Di bukanya pintu kamar miliknya, menampilkan sosok wanita paruh baya yang sangat amat ia sayangi. Dengan semangkuk bubur yang di bawanya untuk Sadam.

"Mama bikin bubur, udah lama kan gak makan bubur?"

Sadam mengangguk. Sudah sangat lama Mama nya tidak membuat bubur kesukaannya. Walaupun hanya bubur nasi biasa, itu sangat spesial bagi Sadam.

Ia letakkan di atas meja semangkuk bubur itu, dan duduk di tepi ranjang kasur milik Sadam. Ia melihat pada anak bungsu yang sedang melahap bubur buatannya itu. Senyumnya yang sedari tadi melebar menandakan perasaan tenangnya ketika melihat putra bungsunya itu.

"Anak Mama, belahan jiwa Mama"

Wanita paruh baya itu bangkit dan berdiri di samping putranya, dan mengelus-elus punggungnya.

"Kamu udah besar, udah bisa jaga diri, jaga sikap. Jangan sampai kamu sakitin hati orang lain ya. Walaupun kamu di jahatin orang, tetap balas dengan kebaikan. Apapun itu harus berbuat baik ya, Nak"

Sadam yang mendengar itu langsung berhenti melahap bubur milik sang Mama. Ia menatap ke arah Mamanya dan menampilkan senyum manisnya. Walaupun Mamanya tidak tahu apa yang sedang ia alami.

..

Sadam mengerutkan keningnya setelah membaca pesan dari Dika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sadam mengerutkan keningnya setelah membaca pesan dari Dika. Ia bingung, merasa tidak ada janji dengan siapapun, apalagi dengan Bara.

"Tempat biasa? Lapangan?"

Tanpa pikir panjang ia langsung bergegas menuju ke lapangan. Ia juga tanpa berpamitan dengan Mamanya.

Mengendarai motornya yang cukup laju. Pikirannya di penuhi oleh kebingungannya. Apa yang di maksud Bara tiba-tiba menunggu dirinya di lapangan tanpa ada perjanjian.

Tidak memakan waktu lama, Sadam sampai di pinggir lapangan. Memarkirkan motornya, dan berjalan menuju Bara yang sudah sedari tadi berdiri di tengah lapangan.

"Lama lo, lumutan gua disini"

Sadam menatapnya dengan tatapan tidak senang. Merasa di remehkan, ia hanya diam berdiri saja.

"Lo ngapain sih? Gak ada janji juga, gila"

Bara menyunggingkan senyumnya, dan melangkahkan kakinya mendekati Sadam.

"Kalau emang lo masih sayang sama Sera, bilang aja Dam. Gak usah peluk-peluk cewek gua di tempat sepi. Tempat sepi gak menjamin lo gak bakalan ketahuan" Bara tertawa seraya membuang pandangannya.

Sadam yang sedari tadi menatapnya tidak mengerti apa yang di maksud Bara. Apa ini semua karena kejadian kemarin? Siapa yang melihat, dan siapa yang mengadu pada Bara? Apa Jerrel yang memberitahu pada Bara? Ini semua tidak mungkin, Sadam tahu sifat Jerrel.

"Sera yang nangis-nangis di depan gua. She said, she misses me"

Ia melangkahkan kakinya lebih dekat pada Bara. Menatapnya lebih tajam, seakan ingin menerkamnya.

"So, how was it? The problem is on you. Jadi cowok jangan sok keren deh Bar. Gak tau aja ceweknya nangis-nangis di depan mantannya. Kalau gua gak punya rasa kasihan, gak bakal gua peluk Sera Bar."

Tanpa basa-basi, Bara menonjok pipi Sadam dengan kuat, membuat Sadam terjatuh. Ia pegangi pipi yang sehabis di tonjok Bara itu. Melihat sepasang kaki dengan sepatu putih mendarat, dan mendapat juluran tangan dari sang empunya.

Sadam menyambutnya dan di bantu berdiri oleh Dika. Ya orang itu adalah Dika. Tunggu disini, Sadam bingung, kenapa Dika bisa ada disini? Juga yang memberitahu Sadam tadi adalah Dika. Sadam sudah tahu sekarang.

"Udah-udah, gimana pun juga lo berdua pernah sahabatan Bar, Dam" Kata Dika sembari memisahkan mereka berdua.

"Gua pamit ya, Dik. Kapan-kapan kalau mau kesini lagi info aja ya Dik, Bar" Sadam menatap mata Bara yang sedari tadi melihat ke arah Sadam.

"Sampai mana lo bisa bertahan sama Sera, Bar?"
..

Rain ; YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang