20. Penyemangat

257 47 5
                                    

Berita perceraian Septian-Irene menyebar, kini semua pihak telah mengetahuinya dan cukup banyak yang menyayangkan hal tersebut mengingat kedua manusia itu tampak harmonis. Iya harmonis, diluar rumah. Kivan mengerjap cepat usai melihat berita terbaru, ia segera meraih ponsel dan mendial nomor Nata. Perasaannya tak karuan, Kivan berharap Nata baik-baik saja menghadapi perceraian kedua orang tuanya.

"Halo?"

"Halo, Natasha"

"Iya?"

"Kamu gapapa?"

"Gapapa, emang aku kenapa?"

"Itu.. berita tentang orang tua kamu"

"Aku gapapa, Kivandra"

"Kamu yang sabar ya?"

"Iya, makasih"

"Yaudah, kamu lanjutin kegiatan kamu, aku cuma pengen mastiin kamu baik-baik aja"

"Makasih ya? Aku baik kok"

"Iya, kamu kuat, aku yakin kamu bakal baik-baik aja"

"Thanks, udah dulu ya?"

"Ah iya"

"Bye"

"Bye"

Tut

Kivan menghela nafas, dari suaranya, Nata seperti baru selesai mengangis hebat. Apa dia menangis hingga suaranya berubah serak? Kivan menghela nafas, berusaha yakin kalau Nata baik-baik saja di seberang sana.

🥀🥀🥀🥀🥀

Karel menatap sang kakak dalam diam, Nata kembali melamun dengan posisi duduk bersandar di kepala ranjang sembari memandangi ujung ranjang miliknya. Si bungsu Dermawan menghela nafas, ingin sekali Karel memaki kedua orang tuanya yang tak punya hati itu. Bagaimana bisa mereka melakukan ini pada kedua anak mereka? Rasa benci yang ada di hati Karel semakin besar pada Irene-Septian, terlepas dari mereka yang tak perduli pada anak-anaknya. Karel tidak tega melihat Nata seperti mayat hidup, ia bernafas namun tak punya semangat untuk melakukan apapun.

"Nat" panggil Karel.

Nata mengalihkan tatapan pada sang sadik yang memandang dirinya dengan sorot cemas, Karel duduk di sisi Nata dan satu tangannya meraih tangan putih itu. Menggenggam erat, manik hazel Karel menyorot lembut tepat ke manik abu-abu si sulung. Tangan satunya terulur ke atas kepala Nata, mengelus sayang surai si kakak perlahan dan turun ke belakang kepala sebelum menariknya bersandar pada Karel.

"Kenapa, Rel?" Tanya Nata, suara si kakak begitu lirih nan lemah membuat jantung Karel serasa di remas.

"Maaf, gue gagal jagain lo" jawab si adik mengusap bahu ringkih itu. Nata menarik sudut bibirnya, ia melingkarkan lengan di pinggang Karel dan menutup mata menenggelamkan wajah di dada bidang adiknya.

"Gue gagal nahan airmata lo jatuh, gue juga gagal bikin lo aman, please maafin gue" Karel berujar dengan nada menyesal, ia menutup mata dan mengeratkan pelukannya pada tubuh kecil sang kakak.

Eternity [On Going-Slow Update]Onde histórias criam vida. Descubra agora