25. Konflik

1.1K 129 20
                                    

Hai guys. Kalau dipikir-pikir udah sebulan ya aku ga up cerita ini. Rencananya aku mau triple up, tapi ya tau kan ya. Banyak kendalanya. Dua chapter lagi cuma bisa aku ketik sebagian, worknya belum selesai.

Aku juga lagi sibuk karna aku udah kelas IX. Banyak Tugas kelompok atau tugas individu lainnya. Pokoknya nih otak mau meledakkkkkk.

Masih syukur bisa nulis lagi, ye kan. Nah, di chapter ini udah masuk konfliknya guys. Ternyata Kairos tidak sebaik yang kita kira~

Oke, baca langsung aja, ya. Maybe nih chapter bikin emosi mungkin(?) karna sikap Kairos?

Part kali ini panjang.

>2300+ kata.

****

Sudah lima hari Adel menjalani hari-harinya di akademi. Selama itu pula dia tidak melihat penampakan Ramon. Tapi, Adel yakin bahwa laki-laki itu mengawasinya dari jauh. Anehnya, Adel tak tahu mengapa Ramon tidak mendekatinya dan malah mengawasinya seperti penguntit.

Seperti saat ini, saat melakukan perjalanan menuju laboratorium untuk menghadirkan kelas sains, Adel bisa merasakan sepasang mata menatapnya tajam.

"Ramon, kau benar-benar tidak akan menampakkan dirimu padaku?"

Ramon yang bersembunyi di balik pilar tersentak. "M-Maaf, aku ada kelas. Aku hanya mengantarmu sampai sini. Sampai jumpa, Anaya!"

Adel melongo ketika laki-laki itu berlari secepat kilat. Helaan napas lelah keluar dari bibir gadis itu. "Lebih baik aku ke lab sekarang."

Pintu yang terbuat dari besi itu terbuka dan menampilkan peralatan untuk meneliti yang berjejer rapi. Adel melihat sudah banyak murid yang berada di dalam laboratorium.

Semua atensi murid di sana terarah padanya. Adel tak heran lagi kenapa kedatangannya mengundang banyak tatapan yang berbeda dari semua murid.

"Hei, apa dia akan mengambil kelas ini?"

Di setiap langkah yang diambil Adel, bisik-bisik mulai terdengar. Indra pendengaran Adel menajam.

"Kalau iya, aku menyesal mengmbil kelas ini. Sungguh."

"Aku juga. Aku banyak mendengar rumor buruk tentangnya. Pantas saja saat pertama kali melihatnya aku langsung tidak suka."

Adel melirik dua gadis yang bergosip tentangnya lewat ujung mata. Mata merah Adel berkilat merah, menatap mereka dengan aura intimidasi.

{ Sihir intimidasi diaktifkan }

"Hei, Hei, Hei! Kenapa kalian semua terlihat tegang seperti itu, hm?"

Suara berat seseorang menyadarkan Adel. Kepalanya tertoleh, melihat laki-laki berjas putih dengan seringai menjengkelkannya berjalan menghampiri Adel.

"... Kenapa aku harus satu kelas lagi denganmu, sialan?" Suara Adel tertahan melihat Jamie semakin melebarkan seringainya.

"Ya mana kutahu? Mungkin itu sudah ditakdirkan?" Jamie mengangkat bahunya acuh. "Oh iya, Putri. Senang bertemu denganmu lagi. Dan... Kuharap kau menjaga mulutmu agar tidak mengumpati anggota keluarga kerajaan."

Adel berjalan cuek melewati Jamie. Gadis itu berkata, "Memangnya aku terlihat peduli, huh?"

Perempatan silang terlihat di pelipis Jamie. "Sial... Kenapa kau dingin sekali padaku?" tak kenal menyerah, Jamie mengikuti Adel dari belakang. Tidak peduli dengan tatapan semua orang di sana yang mengarah pada mereka berdua.

"Apa aku harus bersikap ramah pada orang yang berkata membenciku?" tanya Adel, sarkas.

"Hei, kenpa kau masih mengungkit masalah di pesta saat itu? Itu sudah berlalu sangat lama. Bahkan aku tidak lagi mengingatnya."

SISTEM : Antagonist HaremWhere stories live. Discover now