8. H: Mistake

254 46 17
                                    

Satu kesalahan besar yang saya lakukan bisa saja membuat kepercayaan Seira menghilang sepenuhnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Satu kesalahan besar yang saya lakukan bisa saja membuat kepercayaan Seira menghilang sepenuhnya. Namun, ternyata begitu sulit untuk tidak merespons Illa setiap kali berkata bahwa dia membutuhkan bantuan. Saat saya mencoba memikirkannya kembali, mengapa Illa memilih untuk memutuskan hubungan kami, jika tanpa sadar atau tidak, dia malah menahan saya seperti ini? Maksud saya, dengan semua sikapnya yang seakan-akan masih membutuhkan saya.

Seira benar-benar tidak menjawab panggilan dan pesan permintaan maaf saya. Mendadak saja, saya merasa kangen dengannya. Entahlah, tiba-tiba saya sangat ingin mengunggah foto kami yang ada di galeri. Memasangnya sebagai Instagram story, memamerkan kepada siapa pun bahwa kami memiliki hubungan.

"Tumben cowok kul mukanya asem gini?" Suara menjengkelkan yang sarat akan nada mengejek itu terlontar dari bibir Bang Juna.

"Biasanya asem banget, ya, Jun?" Bang Yosa yang berjalan di sampingnya pun ikut menceletuk.

Demi apa pun, tidak ada faedahnya mengobrol sama duo budak cinta ini, jadi saya memilih melipir menuju kamar. Ah, kamar Juang lebih tepatnya. Sejak kemarin sikap Juang mendadak kayak Seira, tidak acuh. Suara ribut berupa umpatan terdengar dari kamar Juang. Ketika saya membuka pintu, rupanya cowok itu sedang bermain gim bersama Arwan.

"Tumben cowok kul kita ada di kos, biasanya jam segini belum balik," celetuk Arwan seraya terkikik setelahnya.

"Jangan berisik! Aku mau bicara sama Juang bentar. Keluar, Wan!"

"Emangnya aku nggak boleh denger?"

"Nggak."

Jawaban saya membuat Arwan berdecih. Namun, sosoknya yang patuh pun tidak bisa membantah titah itu. Arwan segera beranjak dari kasur Juang dan keluar sambil berteriak memanggil nama Bang Danny, mengaku bahwa dirinya lapar.

Saya menutup pintu sesaat setelah si bongsor Arwan keluar dari sana. Juang masih mempertahankan sikap cueknya dan sok sibuk pada gim di ponsel. Saya menarik kursi belajar Juang dan duduk tepat di hadapannya. Mengamati gerak-gerik cowok yang lihai bermain gitar tersebut.

"Mau ngapain? Aku nggak ada saldo kalau mau isi pulsa." Akhirnya Juang bersuara juga, walaupun tidak melirik saya. Biarlah, paling tidak, kehadiranku di-notice olehnya.

"Ini tentang Seira."

"Kenapa ngomongnya ke aku? Seira pacarmu, kan? Selesaikan sama Seira, kenapa jadi bawa-bawa aku?"

Perkataan Juang ada benarnya juga. Dia sukses besar membuat saya tidak bisa membalas ucapannya. Saya tentu saja sangat ingin meminta maaf, kalau bisa menemui Seira, tetapi rasanya masih sangat berat untuk mengaku terang-terang tentang Danilla. Itu pasti akan sangat menyakiti perasaannya.

"Lan, dengar ...," lanjut Juang tanpa melihat saya, "aku sedikit nyesel udah bantu Seira dekat sama kamu. Bukan karena Seira nggak pantas, tapi justru karena kamu yang nggak pantas buat Seira. Sejak kapan kamu jadi brengsek seperti ini? Pengecut banget kamu, Lan!"

KATA KITA || TRAVICKY [END]Where stories live. Discover now