Extra Chapter: Seira

516 45 17
                                    

Semester baru benar-benar dimulai dan aku harus kembali lagi ke Mataram

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Semester baru benar-benar dimulai dan aku harus kembali lagi ke Mataram. Sudah tiga hari sejak kedatanganku dan kali ini aku harus bertolak ke kampus. Demi memperoleh tanda tangan Dosen PA pada Kartu Rancangan Studi—KRS, aku harus datang lebih pagi. Pagi sekali, sekitar jam 8 lewat.

Syukurlah belum terlalu banyak orang di prodi. Berangkat pagi pun membuatku harus menunggu lagi, sebab Dosen PA-ku masih ada urusan di ruang dosen. Atensiku tersita oleh seorang pemuda yang baru saja keluar dari lift. Dia mengulas senyum begitu datang menghampiriku.

"Nih, aku belikan roti. Kamu belum sarapan, kan?"

"Belum. Makasih, Kak. Aku jadi nggak enak, loh. Takut ngerepotin, apalagi Kakak udah mau anterin aku ke kampus sepagi ini."

"Kamu kayak sama siapa aja. Aku ada bimbingan pagi ini, jadi sekalian aja aku tawarin. Besok-besok juga kalau nggak ada bimbingan, aku bakal nawarin lagi."
Aku terkekeh mendengar ucapannya. Kini pemuda itu memilih duduk di sampingku. Menemani aku menunggu Dosen PA.

"Katanya mau bimbingan?"

"Aku diusir, nih?"

"Nggak, Kak. Nanti kalau telat bimbingannya gimana? Nggak bakal ditolerir, kan, akunya yang nggak enak."

Cowok berlesung pipi itu terkekeh pelan. Dia lantas berdiri dari tempat. Tubuh tingginya membuatku mendongak penuh. Saat dia tersenyum, matanya terlihat akan menghilang.

"Nanti kalau urusan kamu udah kelar, jangan pulang dulu. Aku antar kamu pulang ke kos. Oke?"

"Kak ... aku beneran nggak enak. Jadi, aku pulang sendiri aja, ya?"

"Nggak boleh, Sei. Pulangnya sama aku."

Aku belum sempat menjawab, kedatangan orang lain mengalihkan atensi kami. Degup jantungku bertalu melihat mereka mendekat. Ini sudah berapa hari sejak kami putus, ya? Aku bahkan tidak sanggup melihat wajahnya. Syukurlah, dia datang bersama Juang, jadi aku berusaha mengontrol diriku.

Sama seperti aku, Harlan juga tidak bisa menyembunyikan kekagetannya. Ya, ampun! Aku bahkan masih gugup saat melihatnya. Semua kebersamaan kami yang pernah terjadi, pun kembali terputar dalam memoriku.

"Kak Sandi, di sini juga?" sapa Juang.

Cowok di sampingku langsung tersenyum ramah. "Iya, abis nganter  Seira. Tapi, udah mau balik lagi ke prodi, nih. Nanti aku ke sini lagi jemput dia." Kak Sandi tidak lupa melirikku.

Sementara aku hanya membisu di tempat. Melihat mereka semua pun rasanya tidak sanggup. Aku merasa bersalah, padahal jelas-jelas akulah korban dalam hubungan kami—maksudku hubunganku dan Harlan. Namun, aku malah merasa sebaliknya.

Kak Sandi lantas berpamitan meninggalkan kami bertiga dalam kecanggungan. Aku memilih mundur dan duduk di bangku kayu. Sementara Juang ikut duduk di sampingku, Harlan tetap berdiri di tempat. Aku mengerling, menemukan Harlan masih setia menatap ke arahku.

KATA KITA || TRAVICKY [END]Where stories live. Discover now