38. Ainsa Angkasa

173 22 1
                                    

***

Penyesalan memang selalu ada di bagian akhir, karena di bagian awal hanya ada pendaftaran. Satu yang Angkasa tahu, ia menyesal, sangat-sangat menyesal telah memperlakukan Azura dengan buruk beberapa waktu belakangan. Ia menyakiti wanita itu berkali-kali, bahkan setelah Azura memberikan seluruh hidupnya.

Angkasa ingin menebus dosanya, menebus semua kesalahan-kesalahan dalam rumah tangganya, dan karena itu, ia membawa Azura untuk menginap di vila keluarga yang berada di kaki gunung, berharap wanita itu bisa menikmati apa yang Angkasa rencanakan.

Lelaki itu juga membuat list yang harus mereka kerjakan bersama, tentunya yang aman untuk di lakukan oleh ibu hamil dan bermanfaat untuk mereka. Seperti memasak bersama, berenang, olahraga, dan lain-lainnya.

Jadi setelah mereka sampai pagi tadi dan beristirahat sebentar, kini Angkasa membawa istrinya ke dapur, dimana sudah ada bahan-bahan yang telah di sediakan yang menunggu mereka. Mereka akan membuat pasta dengan ayam saus, lalu banana pancake sebagai makanan penutup.

Awalnya Angkasa mengira bahwa ia akan mendominasi kegiatan ini, tapi setelah berhadapan langsung dengan bahan-bahan dan apa yang harus ia lakukan, ia menjadi bingung sendiri dan kerepotan.

Pertama kali Angkasa merebus pasta, dan ia merebusnya sebentar sekali sehingga pastanya tidak matang, ia ulangi lagi, kali ini pastanya terlalu matang, lembek, tapi ia tidak bisa mengulang lagi karena pastanya sudah habis. Ia kemudian beralih mengambil ayam yang sudah di marinasi, memasukannya dalam wajan, memasaknya dengan api sedang. Ia mengaduk ayam saus itu, entah berapa lama, ia juga tidak tahu.

Angkasa mengambil sendok, mencicipi rasa ayam saus setelah mencoleknya di wajan, lalu wajahnya berubah, ia ingin muntah.

Azura menonton semua itu, jadi ia berdiri dengan susah payah karena perutnya yang semakin besar. Berjalan ke arah suaminya, mengambil alih sendok, mencicipi masakan itu dan yah... Ia juga mual.

"Ini udah nggak bisa di selamatkan, kita pesan aja, yah..." Katanya dengan wajah memelas.

***

Banyak sekali list kegiatan yang di susun Angkasa, dan siang ini harusnya mereka menonton netflix bersama, sayangnya Azura mengantuk sekali, ketiduran, bahkan sebelum Angkasa memulai filmnya. Jadi lelaki itu memperbaiki posisi istrinya, membuatnya menyamping agar tidak merasa sesak. Tv di depan mereka masih menyala, masih mengeluarkan suara, menampilkan film wednesday yang sudah mulai tayang sejak beberapa menit yang lalu.

Angkasa mengambil tempat di sebelah istrinya, persis menatap punggung Azura yang terlihat lebih lebar. Lelaki itu merangsek memeluk istrinya, melingkarkan tangan di perut itu, ia mengusapnya, lalu tersenyum mengingat bulan depan anak mereka akan lahir.

Senyum itu masih ada, bahkan ketika ponselnya berdering dan ia meraihnya. Namun melihat siapa yang menghubunginya, senyum itu luntur perlahan.

Kali ini, dengan tegas angkasa menolak panggilan Anara.

Setelah berbulan-bulan yang lalu, setelah hubungannya dengan Azura sangat baik, ia tidak akan mengulangi kesalahan untuk kesekian kalinya.

***

Mungkin dulu Angkasa hanya melihat Azura sebagai sepupunya, dan setelah menikah ia melihatnya sebagai istri yang telah setuju untuk berpisah dalam waktu yang di tentukan. ia tidak melihat cinta disana, atau mungkin dia yang salah, karena cinta itu tak pernah hilang.

Aizat pernah memberitahunya, bahwa Azura mungkin saja sudah cinta, jauh sebelum mereka akan di nikahkan. Sayangnya, pada waktu itu Anara masih ada. Perempuan itu menaruh tempat tepat dihadapan  Angkasa, hingga lelaki itu hanya bisa melihatnya dan tidak bisa melihat yang lainnya.

Saat Azura datang, Angkasa melihatnya, namun dari sudut pandang yang berbeda.

Setelah kembali dari villa yang menyenangkan, keduanya kembali ke rumah besar milik orang tua Angkasa. Disana orang-orang menunggu menyambutnya, tepatnya menunggu kehadiran anggota baru mereka.

Tepat sekali, karena prediksi kelahiran bayi Azura bertepatan dengan libur semester genap. Satu tahun lebih telah terlewati, banyak yang berubah diantara persepupuan itu, salah satunya si kembar Aila dan Aika yang kini lebih menunjukkan kedewasaan. Lalu Azhila yang akhirnya memutuskan memakai hijab sejak tiga bulan yang lalu, dan berita gembira berikutnya adalah Aizat sepertinya sedang memiliki kekasih.

Semua anggota keluarga berkumpul di rumah Om Aidan, salah satu alasannya karena rumahnya yang paling besar dan berpotensi menampung semua anggota keluarga, alasan lainnya karena ia adalah anak tertua setelah Om Aihan.

Kediaman itu sangat ramai suara. Ibu-ibu saling bercerita sembari memasak makan siang, sementara bapak-bapak berkumpul membahas bisnis yang tidak ada habisnya. Azura sendiri hanya duduk santai di depan tv sambil menonton tayangan siang upin dan ipin. Selain suka susu dan yogurt, Azura juga suka upin dan ipin.

"Kakak nggak butuh apa-apa? Mau aku ambilin minum, nggak?"

Wanita itu menoleh dan mendapati Aika berjalan ke arahnya, setelahnya perempuan muda itu duduk tidak jauh dari Azura. Matanya menatap Azura, menunggu jawaban. "Nggak usah, kakak nggak haus juga."

Aika menggumam lalu matanya terarah pada tv, menonton tayangan. Mereka menonton dalam diam, menikmati dan tanpa saling mengganggu, sampai Aika menoleh karena mendapati Azura meringis terus menerus. "Kenapa, kak?" Perempuan itu mendekat.

"Kakak, kakak kenapa?" Tanyanya panik. Azura tidak menjawab, ia mengambil nafas putus-putus, berusaha mengatur pernafasannya, wanita itu menghirup lalu membuang.

"Ketuban kakak pecah!" Jelasnya susah payah. Aika tampak tidak mengerti, perempuan itu juga ikut panik, tidak tahu harus melakukan apa. Gerakannya tidak jelas.

"Kakak kayaknya mau melahirkan,"

"Panggil Kak Angkasa,"

"Tidak, Panggil tante Sarah."

Dan Aika menurut, meninggalkan Azura dengan kesakitannya dan menuju dapur. Langkahnya yang tergesa dan paniknya yang tidak bisa di kendalikan, membuat perempuan itu menabrak guci yang berdiri saat memasuki pintu dapur.

Kebetulan karena ruang dapur yang lebih dekat dari tempat Aika, Ibu-Ibu yang berkumpul di sana mulai berdatangan satu satu. Aika linglung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Ia menunjuk sofa yang dibelakangnya ada Azura sedang berjuang melahirkan, lalu tatapannya beralih pada ibu-ibu disana, katanya mulai tidak tersusun, ia gagap.

"Aku, Kakak Sakit, tidak, melahirkan, astaga,"

Ibunya datang menenangkan, mengusap bahu perempuan itu pelan. "Bicara perlahan sayang."

"Kakak, pecah ketuban." Katanya dengan gumaman.

***

Tidak bisa lahir normal, jadi Azura perlu di caesar. Sudah satu jam lebih wanita itu di dalam dan orang-orang menunggu di luar dengan cemas.

Angkasa dengan mata yang menutup erat serta tangan yang bertaut, ia berdoa dalam hati, meminta agar bayi dan ibunya di selamatkan. Tak henti-henti ia melafalkan kalimat yang sama.

Setiap detiknya terasa berat, Angkasa merasa pasokan oksigennya sedikit demi sedikit berkurang, waktu terasa lambat, menyiksanya, membuat setiap aliran darahnya seperti membeku. Sekujur tubuhnya terasa dingin, menunggu berita baik atau buruk datang padanya.

Tidak lama setelahnya pintu ruang operasi terbuka, dan dokter keluar dari sana dengan senyum merekah. Angkasa bergegas menghampiri.  "Selamat, bayinya perempuan, sehat tanpa cacat, dengan berat 2800 gram dan panjang 50 cm. Ibu selamat dan akan segera di pindahkan. Mari."

Dokter itu pamit setelah Angkasa dan keluarga mengucap terima kasih.

***

This is HurtWhere stories live. Discover now