[3] Angel's Voice

1.6K 95 3
                                    

🏵️

Setelah memandikan Cio, Arnold mempersiapkan diri untuk pulang ke rumahnya. Sedikit tidak aman menaruh Cio di markas. Hari ini Arnold tidak perlu bekerja, jam kerja administratif hanya Senin hingga Jumat, kalaupun mendesak, barulah Arnold ke markas.

Ini hari Sabtu. Arnold begitu merasa rileks setelah seminggu padat kerjanya, pagi ini ia mengajak Cio untuk menelusuri rumahnya. Cio melepas blindfold-nya ketika melihat taman belakang rumah Arnold yang cukup indah, kolam renang, taman bunga.

"Do you like it?" Arnold mulai menggendong Cio.

Dan... dibalas anggukan oleh Cio, itu adalah kali pertama Cio merespon perkataan Arnold.

Arnold masih terpukau dengan mata indah itu. pupil Arnold mengikuti mata indah Cio yang melihat ke arah taman yang dipenuhi bunga Coreopsis. Bunga Coreopsis memang mengundang kupu-kupu datang memenuhi taman. Terlihat wajah Cio terpana dengan pemandangan itu.

"Itu bunga Coreopsis, warnanya begitu terang, yellow and orange." Arnold sedikit menjelaskan

Di tengah Arnold memandangi wajah Cio, anak itu memakai kembali blindfold-nya. Arnold pun menggendong Cio ke dapur. Mendudukkannya di meja sambil ia menghangatkan sup untuk mereka makan.

Arnold sadar bahwa suasana masih canggung, namun ia ingat misi yang telah ia sepakati kemarin, untuk memancing ayah kandung Cio keluar dari persembunyiannya. Ia tahu bahwa Cio jelas akan menanyakan apa hubungan mereka. Arnold berniat untuk menjelaskannya nanti sore.

Cio sendiri pun tahu, ia tidak bisa mempercayai sosok asing di sebelahnya ini yang mengaku daddynya. Cio sadar, kemanapun ia pergi, ia membawa pengaruh buruk bahkan ibunya mungkin hampir menyerah merawatnya. Cio tidak tahu ada apa dengan matanya, ia jelas tahu matanya membawa bahaya besar. Bisa jadi sosok pria itu juga akan membahayakan nyawanya. Meskipun ia sering berpikir untuk apa hidup seperti ini? Seperti orang terkutuk yang tidak tahu kebenaran hidupnya.

Namun, saat ia berada di sisi Arnold, ia merasakan sensasi yang berbeda, bukan pula sensasi aman, ia tidak pernah merasa aman kecuali bersama dengan ibunya. Saat Arnold menyentuhnya, seperti ada penawar di hatinya, kali ini otak kecilnya dengan polos menganggap setidaknya pria itu sosok yang baik dan akan melindunginya, meskipun tidak ada jaminan.

"Cio." Arnold mendekati tubuh Cio di atas meja.

"Listen, from now you can call me daddy. Aku ayahmu, tidak perlu canggung, Daddy tahu Cio tidak bisu. Answer Daddy please." Arnold mendekatkan wajahnya pada Cio.

Cio menatap wajah Arnold dalam bilndfold-nya. Hatinya bimbang, namun bukan perasaan takut.

"Call me daddy, boy." Arnold mengelus rambut Cio.

Seakan terhipnotis dengan suara Arnold, Cio membuka mulutnya perlahan. Melafalkan kata Daddy tanpa suara, lalu beberapa detik kemudia.

"D-daddy,"

Deg!

Hati Arnold berdesir, seperti ada yang menyatu ke dalam tubuhnya. Pertama kali ia mendengar suara Cio sejelas itu. Suara yang begitu lembut, namun ada keraguan di dalamnya. Bibir mungil yang memanggilnya 'daddy' itu seakan menghipnotisnya, tenggelam dalam suasana yang membuat Arnold bingung dengan apa yang terjadi.

Arnold segera menarik nafas panjang dan memaksa dirinya kembali ke realita. Ia masih saja bingung dengan anak ini, bisa-bisanya ia lemah hanya karena suara lembut itu. Ia belum terbiasa mendengar suara Cio. Lalu, Arnold mengajak Cio untuk makan, aneh sekali saat makan pun Cio enggan untuk melepas blindfold-nya.

"Boy, tidakkah kau melepas blindfold itu ketika makan?" Arnold memposisikan piring tepat di depan Cio.

Hening lagi,

My Step Son | BL [21+]Where stories live. Discover now