Chapter 17 : Kabut Keraguan

82 6 2
                                    

Sekarang telah larut malam, jam 12.30, saat Ren Jiayuan menerima panggilan telepon.

Dia sedang duduk di mobilnya, menyetir dengan malas, bersiap untuk pulang dan tidur malam dengan nyenyak. Tiba-tiba, teleponnya berbunyi, penelpon adalah Chu Ci, namun kemudian mati sebelum Ren Jiayuan mengangkatnya.

Ren Jiayuan tidak mengambil pusing. Dia berpikir mungkin Chu Ci terbangun tengah malam, lalu sadar dia sudah ada dirumah, dan berpikir untuk menelponnya sekedar mengucapkan terima kasih.

Siapa yang menduga setelah beberapa menit, teleponnya kembali berdering. Itu berbunyi selama 5 detik, dan akhirnya kembali mati sebelum diangkat.

Ren Jiayuan bingung, dan memilih untuk menelpon balik. Diluar dari ekspektasinya, teleponnya tersambung namun tidak ada yang mengangkat, hingga hampir mencapai ujung nada sambung terakhir, telepon itu diangkat. Chu Ci, dengan suara berat akibat mabuk berkata: ".... halo?"

Ren Jiayuan mengeryit, alisnya menyatu. Dia mendengar suara air dari seberang telepon: "Chu-gong, apa terjadi sesuatu?"

Suara dari seberang telepon sunyi, seolah Chu Ci tengah tertidur. Ren Jiayuan menunggu, dan tetap menunggu jawaban, hingga ia tidak sabar dan mengucapkan halo halo beberapa kali, lalu mendengar Chu Ci dengan malas menjawab: "... aku terpleset... "

Chu Ci terdiam sejenak lalu lanjut bicara: "Aku nggak bisa bangun."

Ren Jiayuan mencak-mencak dalam hati, lalu menepuk dirinya agar sadar, ia mematikan telepon, dan memutar balik mobilnya.

Saat Ren Jiayuan meninggalkan apartemen Chu Ci, dia tidak langsung balik pulang. Tapi memilih berhenti di suatu tempat untuk minum teh, dan berusaha untuk lepas dari mabuk. Oleh karena itu, setelah sejam berlalu, ketika Chu Ci menelpon, keberadaan Ren Jiayuan masih tidak jauh dari apartemen Chu Ci.

Dalam 15 menit, Ren Jiayuan telah tiba. Berdiri di depan apartemen Chu Ci, dia menggedor pintunya dan berteriak: "CHU-GONG! CHU-GONG! BUKA PINTUNYA!"

Dia menggedor dan mengetuk pintu cukup lama, cukup sama dengan waktu yang dibutuhkan seseorang untuk menghabiskan secangkir teh. Meski demikian, tidak ada yang membukakan pintu untuknya. Dia menelepon Chu Ci tetapi tidak ada yang mengangkat, dan ini membuat Ren Jiayuan sangat frustrasi. Dia berpikir: Aku benar-benar sudah muak malam ini! Aku adalah Kepala Departemen Bedah! Bagaimana bisa, aku malah mengemudi sepanjang malam dan diperlakukan seperti ini!

"CHU-GONG, JIKA KAMU TIDAK MEMBUKA PINTU INI, MAKA AKAN KUHANCURKAN PINTU INI! AKU BENAR-BENAR AKAN MENGHANCURKANNYA!" Ren Jiayuan berulang kali menggedor pintu dengan keras, dengan frustasi menggenggam kenop pintu: "KU KASIH TAU YA, AKU JUGA AKAN MEMANGGIL POLISI! AKU..."

Ceklek (suara kenop pintu)

Pintu terbuka.

Ren Jiayuan terdiam untuk sesaat. Dia melihat kenop pintu, lalu melihat tangannya. Setelah diam beberapa saat, bingung, dia menggaruk kepalanya: "... tidak terkunci ya?"

Aku mengetuk pintu itu berkali-kali tapi ternyata pintunya tidak dikunci?

Didalam ruangan itu tampak tidak ada tanda-tanda kehidupan, kecuali suara air yang terdengar dari kamar mandi; bahkan tidak ada satupun lampu yang nyala. Ren Jiayuan menyalakan lampu utama sambil melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Saat mendorong pintu kamar mandi, dia hampir didorong keluar oleh uap yang melompat ke wajahnya.

Cahaya di balik Bilah PisauDonde viven las historias. Descúbrelo ahora