His Gaze

189 19 0
                                    

Flashback

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Flashback

"Ayah kritis Ren".
Ucapan sang ibu membuat Naren yang masih berdiri setelah melihat kepergian sang kekasih menjadi terdiam. Dia menatap langit yang terlihat cerah, berbanding terbalik dengan kondisi keluarganya.

Ayahnya menderita gagal ginjal. Sehingga memerlukan cuci darah untuk menghilangkan racun di dalam ginjalnya. Hal itu tentu saja membuat sang ibu perlu bekerja keras demi membiayai biaya rumah sakit sang ayah.

"Sebentar ya Bu, Naren ke sana".
Ucap Naren setelah menutup sambungan telepon itu. Dia mengambil motor matic miliknya dan segera mengendarai motor tersebut menuju rumah sakit.

Beberapa menit perjalanan, akhirnya Naren tiba di rumah sakit. Dia segera menuju ruang di mana sang ayah dirawat. Sampai pada depan pintu, dia mendengar percakapan kedua orangtuanya.

"Wina, kamu tidak perlu lagi mempertahankan saya. Sudah cukup semua yang kamu korbankan buat saya. Biarkan saya pergi".
Ucap sang ayah dengan suara yang tersendat karena beberapa selang yang terpasang di tubuhnya.

"Ayah ngga boleh ngomong gitu. Ibu ikhlas melakukan semua itu. Ayah ngga mau kan ninggalin anak kita. Naren masih butuh sosok seperti ayah".
Naren dapat mendengar suara ibunya yang menangis saat mengucapkan itu.

"Naren itu anak kesayangan ayah. Kamu harus sekolahkan dia di tempat yang bagus. Di mana dia bisa mendapatkan fasilitas belajar yang memadai. Pakai dana pensiun saya sebagai biaya sekolah dia".
Perkataan ayahnya membuat Naren seketika terduduk lemas.

Bahkan disaat kondisi beliau yang menahan rasa sakit, ayahnya tetap memikirkan dirinya. Naren merasa menjadi anak yang tidak berguna untuk ayahnya.

Setelah mendengar semua pembicaraan kedua orangtuanya, kini Naren sudah berada di dalam ruangan. Dokter yang beberapa saat lalu memeriksa sang ayah sudah pergi. Begitu pula ibunya yang Naren bujuk untuk beristirahat di rumah.

Malam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Ayahnya juga sudah terlelap karena pengaruh obat. Wajah yang masih terlihat tampan itu sangat kontras dengan kulitnya yang terlihat pucat.

Naren segera merebahkan dirinya di sofa yang ada di sana. Pikirannya sedang runyam. Hingga notifikasi yang masuk dari ponselnya mengalihkan perhatian remaja itu.

'Aku dipaksa ikut sama temen kakak. Padahal aku udah capek banget hari ini'.
Naren terkekeh membaca chat yang disertai sebuah foto tempat dari Sara. Dia tidak membalasnya.

Mungkin besok pagi saat dia sudah bisa memulihkan tenaga. Meletakkan ponsel di meja, Naren mulai memejamkan mata karena kantuk yang sudah tidak dapat lagi ditahan.

Dia rasa baru beberapa menit tertidur, suara ponsel miliknya kembali terdengar. Kali ini panggilan telpon yang harus segera Naren angkat.

Cowok itu segera bangun dan mengambil ponselnya. Dia berjalan ke luar ruangan agar tidak mengganggu tidur sang ayah.

Falling Into You [END]Where stories live. Discover now